Denpasar (Antara Bali) - Kepala Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr Wayan Windia menilai, sektor pariwisata yang berkembang pesat di Bali yang mampu menarik 4 juta turis setiap tahun merupakan berkah bagi Pulau Dewata yang miskin terhadap sumberdaya alam (SDA).
"Sedangkan sektor pertanian adalah aset menyangkut budaya dan ekonomi bagi perkembangan pariwisata, sehingga keduanya harus saling terkait dan saling mendukung," kata Prof Windia yang juga guru besar Fakultas Pertanian Unud di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, kedua sektor yakni pertanian dan pariwisata harus eksis berdampingan secara harmonis dan tidak boleh saling meniadakan antara satu dengan yang lain.
Paham harmonisasi kedua sektor pariwisata dan pertanian itulah harus terus-menerus ditanamkan dalam benak masyarakat Bali, dengan harapan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Prof Windia mengingatkan, perkembangan pariwisata yang pesat yang tidak terkendali akan membahayakan perkembangan pertanian di Pulau Dewata yakni mencaplok lahan pertanian untuk kepentingan fasilitas wisata.
Selain itu juga terjadi kompetisi pemanfaatan air minum dan irigasi, maupun penarikan sumberdaya manusia dari pertanian ke pariwisata.
Pada satu sisi yang sangat positif yakni dapat mengurangi beban tenaga kerja di sektor pertanian. Namun dalam jangka panjang akan berdampak negatif terhadap perkembangan pertanian, karena anak-anak muda tidak tertarik lagi bekerja di sektor pertanian yang dianggap kurang menjanjikan bagi masa depan.
Oleh sebab itu untuk menjadikan agar pertanian Bali tetap mempunyai daya tarik bagi pemuda tani, menjanjikan masa depan dan kesejahteraan bagi insan pertanian, serta berperan dalam perekonomian Bali, maka pertanian Bali harus direvitalisasi.
Sektor pertanian Bali harus dibangkitkan dari kondisi kebangkrut sekarang ini. Masalahnya jika revitalisasi pertanian Bali hendak dilakukan, bagaimana strategi dan program-programnya agar mampu sesuai dengan sasaran.
Hal itu perlu perhatian pemerintah dan dukungan dari semua pihak, terutama menyangkut alokasi dana yang lebih besar untuk pembangunan sektor pertanian, ujar Prof Windia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Sedangkan sektor pertanian adalah aset menyangkut budaya dan ekonomi bagi perkembangan pariwisata, sehingga keduanya harus saling terkait dan saling mendukung," kata Prof Windia yang juga guru besar Fakultas Pertanian Unud di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, kedua sektor yakni pertanian dan pariwisata harus eksis berdampingan secara harmonis dan tidak boleh saling meniadakan antara satu dengan yang lain.
Paham harmonisasi kedua sektor pariwisata dan pertanian itulah harus terus-menerus ditanamkan dalam benak masyarakat Bali, dengan harapan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Prof Windia mengingatkan, perkembangan pariwisata yang pesat yang tidak terkendali akan membahayakan perkembangan pertanian di Pulau Dewata yakni mencaplok lahan pertanian untuk kepentingan fasilitas wisata.
Selain itu juga terjadi kompetisi pemanfaatan air minum dan irigasi, maupun penarikan sumberdaya manusia dari pertanian ke pariwisata.
Pada satu sisi yang sangat positif yakni dapat mengurangi beban tenaga kerja di sektor pertanian. Namun dalam jangka panjang akan berdampak negatif terhadap perkembangan pertanian, karena anak-anak muda tidak tertarik lagi bekerja di sektor pertanian yang dianggap kurang menjanjikan bagi masa depan.
Oleh sebab itu untuk menjadikan agar pertanian Bali tetap mempunyai daya tarik bagi pemuda tani, menjanjikan masa depan dan kesejahteraan bagi insan pertanian, serta berperan dalam perekonomian Bali, maka pertanian Bali harus direvitalisasi.
Sektor pertanian Bali harus dibangkitkan dari kondisi kebangkrut sekarang ini. Masalahnya jika revitalisasi pertanian Bali hendak dilakukan, bagaimana strategi dan program-programnya agar mampu sesuai dengan sasaran.
Hal itu perlu perhatian pemerintah dan dukungan dari semua pihak, terutama menyangkut alokasi dana yang lebih besar untuk pembangunan sektor pertanian, ujar Prof Windia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015