Kuta, Bali (Antara Bali) - Anggota Dewan Energi Nasional Andang Bachtiar meminta stabilitas produksi dan investasi di Blok Mahakam tetap terjaga menjelang akuisisi oleh PT Pertamina (Persero) pada akhir 2017.
Andang kepada media usai pembukaan Forum Sharing Teknologi Hulu di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Selasa, menyatakan sesuai dengan kontrak, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi kepada kontraktor terkait investasi dan keberlanjutan produksi pada masa akhir kontrak.
"Masalahnya adalah di dalam kontrak, tidak ada klausul yang memungkinkan pemerintah untuk intervensi pada masa akhir kontrak sehingga kontraktor yang bersangkutan tetap mau investasi untuk tidak membuat produksi drop," katanya.
Kontrak tersebut, lanjut dia, dikhawatirkan menjadi alasan yang kuat bagi kontraktor untuk tidak berinvestasi atau mengurangi investasi produksi minyak saat masa akhir kontrak yang dijadwalkan pada akhir 2017.
"Padahal dengan produksi 1,2 juta cf per hari, begitu tidak ada investasi akan `drop` dan kalau mau naik (produksi) lagi, butuh lima hingga delapan tahun dan kita akan menderita," ucapnya.
Menurut dia, untuk ke depan kontrak harus direvisi mengingat hampir semua kontrak migas di Tanah Air yang berjumlah belasan yang segera berakhir tidak menyebutkan pemerintah bisa intervensi untuk menjamin keberlanjutan produksi pada masa akhir kontrak.
Sementara itu Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan pihaknya memerlukan investasi yang kemungkinan berasal dari kerja sama apabila tidak ada produksi atau terjadi penurunan produksi di Blok Mahakam. Terkait akuisisi Blok Mahakam, pihaknya siap dengan mempercepat target studi yang sudah ada hasilnya pada akhir Februari 2015 dari target awal pada April 2015.
Pemerintah, kata dia, juga mengingatkan terkait kestabilan produksi saat perpindahan operator agar tidak terjadi penurunan produksi yang tajam. Saat ini terdapat dua kontraktor asing yang beroperasi di Blok Mahakam yakni Total EP Indonesie dari Prancis dan Inpex Corporation dari Jepang yang masing-masing menguasai 50 persen. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Andang kepada media usai pembukaan Forum Sharing Teknologi Hulu di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Selasa, menyatakan sesuai dengan kontrak, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi kepada kontraktor terkait investasi dan keberlanjutan produksi pada masa akhir kontrak.
"Masalahnya adalah di dalam kontrak, tidak ada klausul yang memungkinkan pemerintah untuk intervensi pada masa akhir kontrak sehingga kontraktor yang bersangkutan tetap mau investasi untuk tidak membuat produksi drop," katanya.
Kontrak tersebut, lanjut dia, dikhawatirkan menjadi alasan yang kuat bagi kontraktor untuk tidak berinvestasi atau mengurangi investasi produksi minyak saat masa akhir kontrak yang dijadwalkan pada akhir 2017.
"Padahal dengan produksi 1,2 juta cf per hari, begitu tidak ada investasi akan `drop` dan kalau mau naik (produksi) lagi, butuh lima hingga delapan tahun dan kita akan menderita," ucapnya.
Menurut dia, untuk ke depan kontrak harus direvisi mengingat hampir semua kontrak migas di Tanah Air yang berjumlah belasan yang segera berakhir tidak menyebutkan pemerintah bisa intervensi untuk menjamin keberlanjutan produksi pada masa akhir kontrak.
Sementara itu Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan pihaknya memerlukan investasi yang kemungkinan berasal dari kerja sama apabila tidak ada produksi atau terjadi penurunan produksi di Blok Mahakam. Terkait akuisisi Blok Mahakam, pihaknya siap dengan mempercepat target studi yang sudah ada hasilnya pada akhir Februari 2015 dari target awal pada April 2015.
Pemerintah, kata dia, juga mengingatkan terkait kestabilan produksi saat perpindahan operator agar tidak terjadi penurunan produksi yang tajam. Saat ini terdapat dua kontraktor asing yang beroperasi di Blok Mahakam yakni Total EP Indonesie dari Prancis dan Inpex Corporation dari Jepang yang masing-masing menguasai 50 persen. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015