Denpasar (Antara Bali) - Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud) Bali, Prof Wayan Windia mengharapkan agar penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB) segera terealisasi.
"Kami apresiasi rencana tersebut dan penghapusan PBB itu harus segera direalisasikan karena akan membawa angin segar kepada petani untuk tetap bertahan," kata Guru Besar Fakultas Pertanian Unud itu di Denpasar, Selasa.
Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana itu mengusulkan agar pengenaan pajak bisa lebih tinggi dikenakan kepada masyarakat yang memiliki lahan sawah yang sengaja tidak digarap atau dikeringkan. Usul tersebut agar para petani tidak mudah memberikan lahannya kepada investor atau mengalihfungsikan lahan pertanian yang sejatinya masih produktif.
Dengan penghapusan PBB itu maka diharapkan menjadi salah satu solusi bagi petani kecil bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi yang kecil dan pajak yang besar. Ia bahkan memberikan fakta mencengangkan bahwa penghasilan petani di Pulau Dewata itu rata-rata sekitar Rp3,3 juta selama satu kali masa panen atau selama empat bulan untuk satu hektare lahan pertanian.
Sementara itu kepada pihak-pihak terkait di Pulau Dewata, Windia mengatakan bahwa perlu dibentuk adanya subak abadi dengan memberikan insentif kepada anggota subak atau petani.
Tak hanya itu, ia juga mengusulkan adanya penguatan kelembagaan subak di Bali termasuk adanya pembentukan kembali "Sedahan Agung" atau lembaga yang mengakomodir subak-subak di tingkat kabupaten sehingga memudahkan koordinasi pemerintahan dan subak sesuai dengan Perda Nomor 2 tahun 1972 tentang Irigasi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Kami apresiasi rencana tersebut dan penghapusan PBB itu harus segera direalisasikan karena akan membawa angin segar kepada petani untuk tetap bertahan," kata Guru Besar Fakultas Pertanian Unud itu di Denpasar, Selasa.
Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana itu mengusulkan agar pengenaan pajak bisa lebih tinggi dikenakan kepada masyarakat yang memiliki lahan sawah yang sengaja tidak digarap atau dikeringkan. Usul tersebut agar para petani tidak mudah memberikan lahannya kepada investor atau mengalihfungsikan lahan pertanian yang sejatinya masih produktif.
Dengan penghapusan PBB itu maka diharapkan menjadi salah satu solusi bagi petani kecil bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi yang kecil dan pajak yang besar. Ia bahkan memberikan fakta mencengangkan bahwa penghasilan petani di Pulau Dewata itu rata-rata sekitar Rp3,3 juta selama satu kali masa panen atau selama empat bulan untuk satu hektare lahan pertanian.
Sementara itu kepada pihak-pihak terkait di Pulau Dewata, Windia mengatakan bahwa perlu dibentuk adanya subak abadi dengan memberikan insentif kepada anggota subak atau petani.
Tak hanya itu, ia juga mengusulkan adanya penguatan kelembagaan subak di Bali termasuk adanya pembentukan kembali "Sedahan Agung" atau lembaga yang mengakomodir subak-subak di tingkat kabupaten sehingga memudahkan koordinasi pemerintahan dan subak sesuai dengan Perda Nomor 2 tahun 1972 tentang Irigasi. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015