Jakarta (Antara Bali) - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan sedang mengkaji kemungkinan pengadaan barang dan jasa pemerintah menjadi undelying asset Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk.
"Ini masih dikaji, tentu tidak semua barang bisa kena. Mungkin ada beberapa kriteria barang yang memenuhi syarat," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Robert Pakpahan di Jakarta, Jumat.
Robert mengatakan ide ini merupakan upaya diversifikasi pemerintah untuk memperluas underlying asset konvensional dari penerbitan sukuk negara yang selama ini sudah ada, namun bisa saja batal dilakukan apabila ada respon negatif.
"Kalau tidak memungkinkan kita tidak jadi. Sebenarnya kita mau menunjukkan semangat berinovasi dan memperluas underlying asset yang ada. Kalau bisa, tentu kami mau meningkatkan volume dan memperkaya struktur," katanya.
Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko, Suminto, menambahkan inovasi ini bisa melengkapi underlying asset sebelumnya seperti barang milik negara atau proyek pemerintah yang tercantum dalam APBN.
Suminto mengatakan pengadaan barang dan jasa yang dimaksud meliputi barang-barang perkantoran seperti alat tulis, meja, komputer maupun kendaraan atau barang-barang lainnya yang tidak dibiayai dari belanja modal. Selain itu, salah satu negara yang menjadi acuan dan kajian pemerintah dalam penerapan underlying asset pengadaan barang dan jasa adalah Malaysia yang telah menerbitkan obligasi syariah dengan akad Murabahah. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Ini masih dikaji, tentu tidak semua barang bisa kena. Mungkin ada beberapa kriteria barang yang memenuhi syarat," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Robert Pakpahan di Jakarta, Jumat.
Robert mengatakan ide ini merupakan upaya diversifikasi pemerintah untuk memperluas underlying asset konvensional dari penerbitan sukuk negara yang selama ini sudah ada, namun bisa saja batal dilakukan apabila ada respon negatif.
"Kalau tidak memungkinkan kita tidak jadi. Sebenarnya kita mau menunjukkan semangat berinovasi dan memperluas underlying asset yang ada. Kalau bisa, tentu kami mau meningkatkan volume dan memperkaya struktur," katanya.
Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Risiko, Suminto, menambahkan inovasi ini bisa melengkapi underlying asset sebelumnya seperti barang milik negara atau proyek pemerintah yang tercantum dalam APBN.
Suminto mengatakan pengadaan barang dan jasa yang dimaksud meliputi barang-barang perkantoran seperti alat tulis, meja, komputer maupun kendaraan atau barang-barang lainnya yang tidak dibiayai dari belanja modal. Selain itu, salah satu negara yang menjadi acuan dan kajian pemerintah dalam penerapan underlying asset pengadaan barang dan jasa adalah Malaysia yang telah menerbitkan obligasi syariah dengan akad Murabahah. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015