Singapura (Antara Bali/AFP) - Harga minyak turun di Asia Rabu setelah mengalami kenaikan selama tiga hari ketika para pedagang menganggap bahwa harga sudah menyentuh dasar setelah terjun hampir 60 persen sejak Juni, kata para analis.

Harga minyak patokan AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret turun 94 sen menjadi 52,11 dolar AS sementara minyak mentah Brent untuk pengiriman Maret turun 47 sen menjadi 57,44 dolar pada pertengahan perdagangan pagi.

WTI melonjak 3,48 dolar menjadi 53,05 dolar Selasa lalu, harga penutupan tertinggi sejak 31 Desember 2014, sementara Brent melonjak 3,16 dolar menjadi 57,91 dolar, nilai tertinggi sejak 30 Desember 2014, ketika paa pedagang mengamati adanya tanda-tanda bahwa industri minyak mulai mengetatkan kegiatan eksplorasi untuk menekan pasokan.

Ken Hasegawa, manajer perdagangan energi di Newedge Group di Tokyo, mengatakan pasar minyak mentah "sangat bergejolak" setelah mengalami kenaikan selama tiga hari dimulai Jumat (30/1) dimana harga melonjak hampir 20 persen.

"Menjadi semakin sulit untuk melihat arah pergerakan harga minyak mentah, namun kondisi fundamental tetap tidak berubah," kata Hasegawa kepada AFP.

Dia menambahkan bahwa harga bisa "berfluktuasi pada kisaran naik hingga 10 dolar dan jatuh sampai dengan 10 dolar dalam jangka pendek.

Pemotongan belanja modal yang cukup bsar oleh sejumlah perusahaan minyak utama, termasuk pengumuman terbaru oleh BP dan BG Group pada Selasa, telah mengisyaratkan akan ada pengetata pasokan di masa mendatang.

Pekan lalu, The Baker Hughes North America yang menghitung jumlah rig yang beroperasi oleh perusahaan penambangan minyak dalam laporannya untuk pekan yang berakhir 30 Januari menunjukkan adanya penurunan 128 rig yang beroperasi menjadi 1.937. Pada tahun lalu jumlah rig yang beroperasi 2.393 unit.

Namun beberapa analis tetap meragukan bahwa kenaikan harga minyak akan berlanjut karena hingga saat ini pasokan masih lebih besar daripada permintaan dalam jangka pendek.

Harga minyak telah anjlok lebih dari setengah nilainya sejak Juni, ketika minyak mentah lebih dari 100 dolar per barel, sebagian besar disebabkan oleh lonjakan cadangan minyak global yang didorong oleh tingginya produksi minyak serpih di AS.

Masalahnya semakin rumit ketika pada bulan November kartel minyak OPEC bersikeras akan mempertahankan tingkat produksi meskipun harga telah jatuh. Kelompok 12 negara anggota OPEC memproduksi sekitar 30 persen minyak mentah global.(WDY)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015