Singapura (Antara Bali/AFP) - Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Senin, karena para investor mengambil keuntungan dari kenaikan tajam dalam perdagangan fluktuatif akhir bulan pekan lalu,
sementara pemogokan di kilang AS juga memberikan tekanan, kata para analis.

         Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret, turun 1,35 dolar AS menjadi 46,89 dolar AS, sementara minyak mentah Brent untuk Maret turun 1,41 dolar menjadi 51,58 dolar AS dalam perdagangan sore.

         Para analis mengatakan investor mengambil keuntungan setelah WTI berbalik naik dari terendah dalam enam tahun terakhir meroket 3,71 dolar AS pada Jumat (30/1), sementara Brent naik 3,46 dolar AS.

         Daniel Ang, analis investasi pada Phillip Futures di Singapura, mengatakan perubahan harga itu "bersifat spekulatif".

         "Kami tetap percaya bahwa harga sedang konsolidasi karena pasar
mencoba untuk memperbaiki pasokan dan permintaan."
    "Kami tidak yakin bahwa harga akan keluar dari kisaran ini tanpa perubahan mendasar. Oleh karena itu, kami perkirakan kenaikan tajam pada Jumat menjadi sebuah 'outlier' (sesuatu yang jauh di luar sistem)."
    Para analis mengatakan harga juga menghadapi tekanan turun karena kekhawatiran pemogokan di kilang-kilang AS yang bisa mengurangi pengolahan minyak mentah di konsumen minyak utama dunia itu.

         Serikat pekerja United Steelworkers, yang merupakan karyawan di lebih dari 200 kilang, terminal, jaringan pipa dan pabrik kimia di AS, berhenti bekerja pada Minggu di sembilan lokasi setelah gagal menyepakati kontrak kerja, Bloomberg News melaporkan.

         Kilang-kilang yang mogok dapat menghasilkan 1,82 juta barel per hari bahan bakar minyak, sekitar 10 persen dari total kapasitas AS, menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg.

         Sebuah penutupan kilang di AS akan menambah besar membanjirnya pasokan global karena bahan baku minyak mentah tidak diproses untuk konsumsi.

         Pasar minyak telah kehilangan lebih dari setengah nilainya sejak Juni tahun lalu ketika komoditi itu berada di lebih dari 100 dolar AS per barel, sebagian besar disebabkan oleh lonjakan cadangan global yang didorong oleh menguatnya produksi minyak serpih AS.

         Masalahnya diperparah pada November setelah kartel minyak Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersikeras pihaknya akan mempertahankan tingkat produksi meskipun harga jatuh. Kelompok 12 negara itu memproduksi sekitar 30 persen minyak mentah global. (WDY)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015