Jakarta (Antara Bali) - Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) kembali diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Permohonan untuk uji materi ini terkait dengan sejumlah hak dan komposisi jabatan wakil komisi DPR.
"Undang-Undang Nomor 17 ini menurut kami telah mengakibatkan lembaga negara DPR tidak bisa melaksanakan fungsinya dengan baik," ujar kuasa hukum pemohon Habiburokhman di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (28/1) sore.
Habiburokhman selaku kuasa hukum mewakili Abu Bakar sebagai pihak pemohon.
Habiburokhman menjelaskan bahwa sebagai warga negara, pemohon merasa hak warga negara untuk dapat hidup sejahtera akan sulit terwujud bila negara tidak dikelola dengan baik, salah satunya karena DPR sebagai lembaga negara tidak melaksanakan fungsinya dengan baik.
"Dalam hal ini terutama dalam konteks melaksanakan haknya, melaksanakan fungsinya, mengajukan hak interpelasi, hak menyatakan pendapat, dan tiga hal tersebut," ujar Habuburokhman.
Akibatnya, pemohon berpendapat bahwa DPR tidak bisa mengawasi penyelenggaraan negara oleh pemerintah, sehingga berdampak pada kesejahteraan rakyat.
Pemohon kemudian mengajukan pengujian formil maupun materil karena menganggap lahirnya UU MD3 merupakan akibat dari kepentingan politik.
"Pasal 22A UUD 1945 menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan peraturan perundang-undangan ditentukan oleh undang-undang berarti perubahan ini melanggar banyak prinsip dalam undang-undang dimaksud," ujar Habiburokhman.
Terkait dengan konteks uji materiil, pemohon merasa bahwa perubahan tersebut mengakibatkan DPR tidak dapat lagi maksimal melaksanakan fungsinya hingga berujung tidak tercapainya kesejahteraan warga negara Indonesia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Permohonan untuk uji materi ini terkait dengan sejumlah hak dan komposisi jabatan wakil komisi DPR.
"Undang-Undang Nomor 17 ini menurut kami telah mengakibatkan lembaga negara DPR tidak bisa melaksanakan fungsinya dengan baik," ujar kuasa hukum pemohon Habiburokhman di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (28/1) sore.
Habiburokhman selaku kuasa hukum mewakili Abu Bakar sebagai pihak pemohon.
Habiburokhman menjelaskan bahwa sebagai warga negara, pemohon merasa hak warga negara untuk dapat hidup sejahtera akan sulit terwujud bila negara tidak dikelola dengan baik, salah satunya karena DPR sebagai lembaga negara tidak melaksanakan fungsinya dengan baik.
"Dalam hal ini terutama dalam konteks melaksanakan haknya, melaksanakan fungsinya, mengajukan hak interpelasi, hak menyatakan pendapat, dan tiga hal tersebut," ujar Habuburokhman.
Akibatnya, pemohon berpendapat bahwa DPR tidak bisa mengawasi penyelenggaraan negara oleh pemerintah, sehingga berdampak pada kesejahteraan rakyat.
Pemohon kemudian mengajukan pengujian formil maupun materil karena menganggap lahirnya UU MD3 merupakan akibat dari kepentingan politik.
"Pasal 22A UUD 1945 menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan peraturan perundang-undangan ditentukan oleh undang-undang berarti perubahan ini melanggar banyak prinsip dalam undang-undang dimaksud," ujar Habiburokhman.
Terkait dengan konteks uji materiil, pemohon merasa bahwa perubahan tersebut mengakibatkan DPR tidak dapat lagi maksimal melaksanakan fungsinya hingga berujung tidak tercapainya kesejahteraan warga negara Indonesia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015