Denpasar (Antara Bali) - Bentara Budaya Bali (BBB), lembaga kebudayaan nirlaba Kompas-Gramedia di Ketewel, Kabupaten Gianyar, Bali kembali memutar enam judul film hasil karya sineas Indonesia dan luar negeri yang meraih berbagai penghargaan pada 23-24 Januari 2015.
"Pemutaran film yang terbuka untuk umum secara cuma-cuma itu juga dimaknai dengan sebuah diskusi yang menampilkan pembicara Made Adnyana, sutradara dan pemerhati film di Bali," kata Penata Program Bentara Budaya Bali Juwitta Katriana Lasut, di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan keenam judul film "Pulang" tersebut memiliki beragam arti dan pemaknaan bagi masing-masing individu. Pulang yang secara harfiah berarti kembali ke rumah asal, dapat juga dimaknai lebih dalam sebagai kembali ke mula yang hakiki.
Keenam judul film yang ditampilkan tersirat mencerminkan tema "Pulang" dalam artinya yang sederhana maupun simbolis, yakni sebuah upaya kontemplasi atau mulat sarira.
Film-film tersebut berasal dari Indonesia, Perancis dan Jerman, antara lain "Lemantun" (Wregas Bhanuteja, 2014), "Sebelum Pagi Terulang Kembali" (Lasya F. Susatjo, 2014), "8 Femmes" (Francois Ozon, 2002), "Selamat Siang Risa" (Inne Febriyanti, 2013), "Almanya - Willkommen in Deutschland" (Yasemin Samdereli, 2009-2011), dan "Solino" (Fatih Akin, 2002).
Juwitta Katriana Lasut mengharapkan Sinema Bentara yang kali ini terbilang istimewa karena menjadi penanda awal tahun melalui tema yang coba disuguhkan yaitu "Pulang" itu dapat membuka ruang perenungan diri menyongsong tahun 2015.
Kegiatan itu merupakan kerja sama Bentara Budaya Bali dengan Pusat Kebudayaan Perancis, Alliance Francaise Denpasar, Pusat Kebudayaan Jerman Goethe Institut, Anti Corruption Film Festival (ACFFest), KPK RI dan Udayana Science Club (USC).
"Salah satu film yakni "Lemantun", terbilang menarik. Film itu diproduksi secara Indie, disutradarai oleh Wregas Bhanuteja.
Mengambil fokus cerita yang sederhana, yaitu sebuah lemari, tapi kuasa membawa penonton pada alur cerita yang lebih kompleks," tutur Vanesa Martida, koordinator Udayana Science Club (USC).
Pada tahun 2014, Lemantun turut berkompetisi di ARKIPEL International Documentary and Experimental Film Festival 2014, Electoral Risk Kontemplasi Melalui Sinema.
"Kebahagiaan sebuah keluarga hancur berantakan ketika ambisi akan uang dan kekuasaan pelan-pelan menggerogoti kehidupan mereka," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Pemutaran film yang terbuka untuk umum secara cuma-cuma itu juga dimaknai dengan sebuah diskusi yang menampilkan pembicara Made Adnyana, sutradara dan pemerhati film di Bali," kata Penata Program Bentara Budaya Bali Juwitta Katriana Lasut, di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan keenam judul film "Pulang" tersebut memiliki beragam arti dan pemaknaan bagi masing-masing individu. Pulang yang secara harfiah berarti kembali ke rumah asal, dapat juga dimaknai lebih dalam sebagai kembali ke mula yang hakiki.
Keenam judul film yang ditampilkan tersirat mencerminkan tema "Pulang" dalam artinya yang sederhana maupun simbolis, yakni sebuah upaya kontemplasi atau mulat sarira.
Film-film tersebut berasal dari Indonesia, Perancis dan Jerman, antara lain "Lemantun" (Wregas Bhanuteja, 2014), "Sebelum Pagi Terulang Kembali" (Lasya F. Susatjo, 2014), "8 Femmes" (Francois Ozon, 2002), "Selamat Siang Risa" (Inne Febriyanti, 2013), "Almanya - Willkommen in Deutschland" (Yasemin Samdereli, 2009-2011), dan "Solino" (Fatih Akin, 2002).
Juwitta Katriana Lasut mengharapkan Sinema Bentara yang kali ini terbilang istimewa karena menjadi penanda awal tahun melalui tema yang coba disuguhkan yaitu "Pulang" itu dapat membuka ruang perenungan diri menyongsong tahun 2015.
Kegiatan itu merupakan kerja sama Bentara Budaya Bali dengan Pusat Kebudayaan Perancis, Alliance Francaise Denpasar, Pusat Kebudayaan Jerman Goethe Institut, Anti Corruption Film Festival (ACFFest), KPK RI dan Udayana Science Club (USC).
"Salah satu film yakni "Lemantun", terbilang menarik. Film itu diproduksi secara Indie, disutradarai oleh Wregas Bhanuteja.
Mengambil fokus cerita yang sederhana, yaitu sebuah lemari, tapi kuasa membawa penonton pada alur cerita yang lebih kompleks," tutur Vanesa Martida, koordinator Udayana Science Club (USC).
Pada tahun 2014, Lemantun turut berkompetisi di ARKIPEL International Documentary and Experimental Film Festival 2014, Electoral Risk Kontemplasi Melalui Sinema.
"Kebahagiaan sebuah keluarga hancur berantakan ketika ambisi akan uang dan kekuasaan pelan-pelan menggerogoti kehidupan mereka," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015