Denpasar (Antara Bali) - Bank Indonesia Provinsi Bali memprediksi harga properti di Pulau Dewata melonjak hingga 10 persen pada 2015, salah satunya karena naik turunnya harga bahan bakar minyak yang mengikuti pasar.
"Tahun 2015 diperkirakan bahwa prospek properti (rumah primer) masih baik sehingga sejalan dengan perkiraan kenaikan harga properti yang wajar di kisaran 5 hingga 10 persen," kata Kepala BI Bali Dewi Setyowati di Denpasar, Minggu.
Dia menjelaskan bahwa prediksi tersebut dipengaruhi beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai positif mendukung dunia usaha dan ketenagakerjaan.
Seperti harga BBM yang mengalami revisi, termasuk kebijakan subsidi BBM yang tetap, meskipun harga BBM naik turun mengikuti harga pasar, di samping juga kenaikan upah minimum provinsi yang tidak tinggi atau naik tipis sebesar 5,09 persen.
Bank sentral tersebut sebelumnya telah melakukan survei kepada pelaku usaha yang tergabung pada asosiasi REI Bali (Real Estate Indonesia) maupun AREBI Bali (Real Estate dan Broker Indonesia).
Dari survei itu diketahui bahwa kondisi usaha pada tahun 2014 relatif baik dan diperkirakan masih akan menunjukkan prospek positif pada tahun 2015.
Kondisi ini sejalan dengan masih tingginya tingkat permintaan, khususnya untuk rumah tipe kecil (tipe 36) dan menengah (tipe36 hingga tipe70).
"Indikatornya adalah permintaan konsumen yang masih tinggi untuk properti dengan nominal kurang dari Rp1 miliar. Angka itu dinilai memiliki dampak psikologis bagi konsumen hingga kalangan menengah," ucap Dewi.
Daerah yang dinilai masih prospektif untuk dikembangkan dengan harga jual pada kisaran Rp1 miliar ke bawah itu di daerah penyangga, seperti Kabupaten Tabanan hingga ke wilayah Kabupaten Negara, Kabupaten Klungkung dan Bangli, serta di wilayah timur yakni Kabupaten Karangasem.
Beberapa pengembang juga telah melebebarkan sayap usaha hingga ke Nusa Tenggara Timur yakni di Kupang dan Tambolaka.
Dewi mengungkapkan bahwa umumnya properti dengan nominal Rp1 miliar ke atas bersifat investasi dan dipergunakan untuk disewakan kembali, bukan murni untuk ditempati sendiri.
"Narasumber juga menyatakan bahwa kini pihak pengembang lebih selektif dalam menjual atau memasarkan properti mereka, tidak hanya kepada konsumen yang mampu membayarkan uang muka, namun juga calon konsumen yang memiliki hasil BI Checking yang bersih," imbuhnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Tahun 2015 diperkirakan bahwa prospek properti (rumah primer) masih baik sehingga sejalan dengan perkiraan kenaikan harga properti yang wajar di kisaran 5 hingga 10 persen," kata Kepala BI Bali Dewi Setyowati di Denpasar, Minggu.
Dia menjelaskan bahwa prediksi tersebut dipengaruhi beberapa kebijakan pemerintah yang dinilai positif mendukung dunia usaha dan ketenagakerjaan.
Seperti harga BBM yang mengalami revisi, termasuk kebijakan subsidi BBM yang tetap, meskipun harga BBM naik turun mengikuti harga pasar, di samping juga kenaikan upah minimum provinsi yang tidak tinggi atau naik tipis sebesar 5,09 persen.
Bank sentral tersebut sebelumnya telah melakukan survei kepada pelaku usaha yang tergabung pada asosiasi REI Bali (Real Estate Indonesia) maupun AREBI Bali (Real Estate dan Broker Indonesia).
Dari survei itu diketahui bahwa kondisi usaha pada tahun 2014 relatif baik dan diperkirakan masih akan menunjukkan prospek positif pada tahun 2015.
Kondisi ini sejalan dengan masih tingginya tingkat permintaan, khususnya untuk rumah tipe kecil (tipe 36) dan menengah (tipe36 hingga tipe70).
"Indikatornya adalah permintaan konsumen yang masih tinggi untuk properti dengan nominal kurang dari Rp1 miliar. Angka itu dinilai memiliki dampak psikologis bagi konsumen hingga kalangan menengah," ucap Dewi.
Daerah yang dinilai masih prospektif untuk dikembangkan dengan harga jual pada kisaran Rp1 miliar ke bawah itu di daerah penyangga, seperti Kabupaten Tabanan hingga ke wilayah Kabupaten Negara, Kabupaten Klungkung dan Bangli, serta di wilayah timur yakni Kabupaten Karangasem.
Beberapa pengembang juga telah melebebarkan sayap usaha hingga ke Nusa Tenggara Timur yakni di Kupang dan Tambolaka.
Dewi mengungkapkan bahwa umumnya properti dengan nominal Rp1 miliar ke atas bersifat investasi dan dipergunakan untuk disewakan kembali, bukan murni untuk ditempati sendiri.
"Narasumber juga menyatakan bahwa kini pihak pengembang lebih selektif dalam menjual atau memasarkan properti mereka, tidak hanya kepada konsumen yang mampu membayarkan uang muka, namun juga calon konsumen yang memiliki hasil BI Checking yang bersih," imbuhnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015