Jakarta (Antara Bali) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 11 upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak lembaga penegak hukum tersebut berdiri pada 2003.

"Dalam pantauan ICW terdapat sedikitnya 11 upaya pelemahan KPK yang dilakukan oleh para koruptor maupun para pendukungnya. Pertama pengajuan permohonan uji materiil (judicial review) UU KPK ke Mahkamah Konstitusi," kata Koordinator Bidang Hukum dan Pengawasan Peradilan ICW Emerson Yuntho di Jakarta, Senin.

Sedikitnya ada 7 judicial review (JR) UU KPK dan berpotensi melemahkan KPK, terakhir adalah JR UU KPK oleh mantan ketua MK Akil Mochtar khususnya mengenai kewenangan KPK dalam menuntut pelaku korupsi dengan UU Pencuian Uang dan berharap agar hakim MK menyatakan KPK tidak berwenang menuntut perkara pencucian uang dari hasil korupsi.

"Kedua, penolakan anggaran KPK oleh DPR. Usulan gedung baru disetujui setelah mendapat dukungan publik, tapi usulan KPK mengajukan anggaran untuk membuat penjara dan kantor perwakilan di daerah juga pernah ditolak DPR," tambah Emerson.

Pada 2014, anggaran penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi KPK hanya sebesar Rp31,5 miliar atau menurun Rp1,7 miliar dibanding 2012 yang berjumlah Rp33,3 miliar. Tapi anggaran belanja untuk gaji pegawai pada 2014 meningkat menjadi Rp260,4 miliar dibanding pada 2013 sebesar Rp193 miliar.

"Ketiga, dalam pemilhan calon pimpinan KPK, DPR pernah memilih Antasari Azar sebagai ketua KPK jilid II meski rekam jejaknya dinilai bermasalah dan ditolak koaliisi LSM," tambah Emerson.

Keempat, pengusulan Rancangan Undang-undang yang berpotensi melemahkan KPK misalnya revisi UU KPK, RUU KUHP dan RUU KUHAP serta rancangan aturan mengenai penyadapan.

"Kelima penarikan tenaga penyidik yang diperbantukan di KPK seperti pada 2009 sejumlah penyidik dan pejabat KPK dari kepolisian ditarik ke Mabes Polri," ungkap Emerson.

Keenam adalah kriminalisasi dan rekayasa hukum terhadap pimpinan atau pegawai KPK seperti pimpinan KPK jilid III Bibit Samad dan Chandra Hamzah serta penyidik KPK Novel Baswedan.

"Ketujuh, intimidasi terhadap pegawai, pejabat dan pimpinan KPK seperti ancaman bom terhadap gedung KPK dan pengepungan gedung KPK pada 5 Oktober 2012 untuk menangkap Novel Basedan," tambah Emerson.

Kedelapan, upaya pembubaran KPK oleh beberapa anggota DPR.

"Kesembilan menghalang-halangi proses penyidikan dan penuntutan seperti dalam kasus korupsi pengadaan simulator Mabes Polri dan sejumlah anggota Komisi III DPR mencoba menggagalkan pemindahan persidangan Walikota Semarang Soemarmo dari pengadilan Tipikor Semarang ke Tipikor Jakarta.

Kesepuluh, intervensi dan delegitimasi kewenangan KPK dengan Komisi III DPR meminta KPK untuk tidak mengambil kebijakan strategis.

Kesebelas adalah pengurangan hukuman lewat remisi dan pembebasan bersayarat dalam catatan ICW terdapat sedikitnya 48 terpidana di KPK kemudian dibebaskan pemerintah sebelum waktunya melalui remisi dan pembebasan bersayarat kontroversial. (WDY)

Pewarta: Oleh Desca Lidya Natalia

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014