Jakarta (Antara Bali) - Komisi Yudisial menyatakan tren kasus
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) meningkat.
"Pada 2014 kasus perselingkuhan menempati posisi pertama sebesar 38,64 persen atau sebanyak lima kasus dari total 13 kasus," kata Komisioner Komisi Yudisial, Eman Suparman, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Eman mengungkapkan bahwa meningkatnya tren naiknya kasus perselingkuhan oleh hakim justru saat kesejahteraannya meningkat.
Eman mengatakan tren kasus pelanggaran KEPPH yang ditangani dalam sidang MKH pada 2009 hingga 2012 mayoritas merupakan kasus penyuapan, namun mulai 2013 dan 2014 tren kasus pelanggaran bergeser ke kasus perselingkuhan.
"Kasus perselingkuhan ini lebih gampang pembuktiannya dibanding dengan kasus suap," kata Eman.
Komisioner bidang pengawasan hakim ini juga mengatakan kasus pelanggaran KEPPH yang juga mengalami peningkatan adalah kasus narkoba.
"Memang pada awalnya banyak hakim yang membantah memakai narkoba, tetapi setelah urine-nya diperiksa mereka baru mengaku," katanya.
Berdasarkan data KY, sidang MKH pada 2014 sebanyak 13 kasus ini terdiri dari satu kasus perselingkuhan dan gratifikasi, lima kasus perselingkuhan, tiga kasus gratifikasi, satu kasus narkoba dan tiga kasus indisipliner.
Pada tahun ini KY mencatat telah menerima 1.693 laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran KEPPH, atau turun 29,53 persen dibandingkan 2013 yang mencapai 2.193 laporan.
Laporan masyarakat ini didominasi kasus perdata sebesar 43,65 persen (799 laporan) disusul kasus pidana sebesar 28,11 persen (501 laporan), kasus tata usaha negara sebesar 6,14 persen (104 laporan), Tipikor 3,42 persen (58 laporan), agama 2,59 persen (44 laporan), PHI 2,12 persen (36 laporan), Niaga 1,41 persen (27 laporan), militer 0,64 persen (11 laporan).
Selanjutnya kasus pajak ada tiga laporan, kasus lingkungan dua laporan, kasus pidana dan perdata dua laporan, perselisihan hasil pemilu satu laporan dan sisanya 105 laporan kasus lain-lain.
Dari 1.693 laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang ditangani KY sebanyak 672 laporan, dimana 294 laporan dapat ditindak lanjuti dan 378 laporan tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak ditemukan adanya dugaan pelanggaran.
Sebanyak 294 laporan yang dapat ditindaklanjuti tersebut, KY telah melakukan pemeriksaan terhadap 148 hakim, 156 pelapor dan 366 saksi.
Hasil pemeriksaan KY menyatakan 122 hakim direkomendasikan ke MA untuk diberikan sanksi, dengan rinciannya sebanyak 90 hakim dijatuhi sanksi ringan atau sebesar 73,92 persen, 22 hakim dijatuhi sanksi sedang atau sebesar 18,03 persen dan 10 hakim dijatuhi sanksi berat atau 8,19 persen.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Pada 2014 kasus perselingkuhan menempati posisi pertama sebesar 38,64 persen atau sebanyak lima kasus dari total 13 kasus," kata Komisioner Komisi Yudisial, Eman Suparman, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Eman mengungkapkan bahwa meningkatnya tren naiknya kasus perselingkuhan oleh hakim justru saat kesejahteraannya meningkat.
Eman mengatakan tren kasus pelanggaran KEPPH yang ditangani dalam sidang MKH pada 2009 hingga 2012 mayoritas merupakan kasus penyuapan, namun mulai 2013 dan 2014 tren kasus pelanggaran bergeser ke kasus perselingkuhan.
"Kasus perselingkuhan ini lebih gampang pembuktiannya dibanding dengan kasus suap," kata Eman.
Komisioner bidang pengawasan hakim ini juga mengatakan kasus pelanggaran KEPPH yang juga mengalami peningkatan adalah kasus narkoba.
"Memang pada awalnya banyak hakim yang membantah memakai narkoba, tetapi setelah urine-nya diperiksa mereka baru mengaku," katanya.
Berdasarkan data KY, sidang MKH pada 2014 sebanyak 13 kasus ini terdiri dari satu kasus perselingkuhan dan gratifikasi, lima kasus perselingkuhan, tiga kasus gratifikasi, satu kasus narkoba dan tiga kasus indisipliner.
Pada tahun ini KY mencatat telah menerima 1.693 laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran KEPPH, atau turun 29,53 persen dibandingkan 2013 yang mencapai 2.193 laporan.
Laporan masyarakat ini didominasi kasus perdata sebesar 43,65 persen (799 laporan) disusul kasus pidana sebesar 28,11 persen (501 laporan), kasus tata usaha negara sebesar 6,14 persen (104 laporan), Tipikor 3,42 persen (58 laporan), agama 2,59 persen (44 laporan), PHI 2,12 persen (36 laporan), Niaga 1,41 persen (27 laporan), militer 0,64 persen (11 laporan).
Selanjutnya kasus pajak ada tiga laporan, kasus lingkungan dua laporan, kasus pidana dan perdata dua laporan, perselisihan hasil pemilu satu laporan dan sisanya 105 laporan kasus lain-lain.
Dari 1.693 laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang ditangani KY sebanyak 672 laporan, dimana 294 laporan dapat ditindak lanjuti dan 378 laporan tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak ditemukan adanya dugaan pelanggaran.
Sebanyak 294 laporan yang dapat ditindaklanjuti tersebut, KY telah melakukan pemeriksaan terhadap 148 hakim, 156 pelapor dan 366 saksi.
Hasil pemeriksaan KY menyatakan 122 hakim direkomendasikan ke MA untuk diberikan sanksi, dengan rinciannya sebanyak 90 hakim dijatuhi sanksi ringan atau sebesar 73,92 persen, 22 hakim dijatuhi sanksi sedang atau sebesar 18,03 persen dan 10 hakim dijatuhi sanksi berat atau 8,19 persen.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014