Jakarta (Antara Bali) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menggelar
perkara (ekspose) kasus tindak pidana korupsi dalam pemberian Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century.
Terkait juga dengan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik pascaputusan banding terhadap mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya, kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain di gedung KPK Jakarta, Selasa.
"Nanti akan kita ekspose (gelar perkara) lagi lah. Tentu akan kita pelajari isi putusan itu, pertimbangan-pertimbangannya sejauh mana artinya terbukti sesuai yang kita dakwakan," ia menambahkan.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 3 Desember 2014 memutuskan untuk memperberat vonis Budi Mulya menjadi 12 tahun dari tadinya hanya 10 tahun penjara dan pidana denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
"Nanti ada batas waktunya untuk mempelajari putusan itu untuk melihat dan penentuan sikap pada pihak-pihak baik jaksa maupun pihak terdakwa. Apakah menerima atau tidak, kan begitu. Kalau memang masing-masing menerima putusan tentu putusan ini akan incraht," tambah Zulkarnain.
Namun Zulkarnain belum dapat memastikan pengembangan kasus tersebut.
"Nanti dirumuskan di dalam dakwaaan, kita lihat nanti di dalam pertimbangan pengadilan apa namanya nilai yang kita anggap secara bersama-sama sejauh mana di dalam pertimbangan ini yang sebetulnya perlu kita evaluasi perlu kita ekspose lagi. Kalau ada perkembangan lain, bukti lain tentu kita satukan untuk penentuan sikap selanjutnya," jelas Zulkarnain.
Menurut Humas PT DKI Jakarta Muhammad Hatta, terdapat sejumlah alasan memperberat hukuman Budi Mulya.
"Alasan memperberat antara lain di samping menimbulkan kerugian keuangan negara yang besar akan tetapi juga telah menimbulkan gangguan laju pertumbuhan perekonomian negara," kata Muhammad Hatta pada Senin (8/12).
Dalam amar putusan hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menilai bahwa Budi Mulya terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yaitu pemberian persetujuan FPJP dengan dilakukan dengan itikad tidak baik karena untuk mencari keuntungan diri sendiri dan juga dalam penyelamantan dana Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKKBI) yang ada di Bank Century dan tindakan-tindakanlain yang berdasarkan korupsi, kolusi, nepotisme.
Di samping itu hakim menilai pemberian FPJP tidak dilakukan dengan analisis mendalam dan berdampak positif sehingga menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp8,5 triliun yaitu FPJP sebesar Rp689,39 miliar, kerugiaan saat pemberian penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan 1,2 trilun pada Desember 2013.
Hakim PN Tipikor menyatakan bahwa perbuatan Budi Mulya dilakukan bersama-sama dengan anggota Dewan Gubernur BI lain, termasuk mantan Gubernur BI Boediono.
"Terdakwa Budi Mulya punya persamaan kehendak dengan anggota dewan lainnya untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dengan keinsyafan sebagai perbuatan bersama sebagaimana didakwakan karenanya terdakwa ikut serta melakukan bersama-sama dengan anggota yaitu saksi Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Dubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Harmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono dan Ardhayadi Mitroatmodjo masing-masing selaku Deputi Gubernur BI dan saksi Raden Pardede selaku sekretaris KSSK," kata anggota majelis hakim Made Hendra dalam sidang pembacaan vonis pada 16 Juli 2014 lalu.
Namun hingga saat ini KPK belum menetapkan tersangka baru dalam pengembangan penyidikan kasus Century. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Terkait juga dengan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik pascaputusan banding terhadap mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya, kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain di gedung KPK Jakarta, Selasa.
"Nanti akan kita ekspose (gelar perkara) lagi lah. Tentu akan kita pelajari isi putusan itu, pertimbangan-pertimbangannya sejauh mana artinya terbukti sesuai yang kita dakwakan," ia menambahkan.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 3 Desember 2014 memutuskan untuk memperberat vonis Budi Mulya menjadi 12 tahun dari tadinya hanya 10 tahun penjara dan pidana denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
"Nanti ada batas waktunya untuk mempelajari putusan itu untuk melihat dan penentuan sikap pada pihak-pihak baik jaksa maupun pihak terdakwa. Apakah menerima atau tidak, kan begitu. Kalau memang masing-masing menerima putusan tentu putusan ini akan incraht," tambah Zulkarnain.
Namun Zulkarnain belum dapat memastikan pengembangan kasus tersebut.
"Nanti dirumuskan di dalam dakwaaan, kita lihat nanti di dalam pertimbangan pengadilan apa namanya nilai yang kita anggap secara bersama-sama sejauh mana di dalam pertimbangan ini yang sebetulnya perlu kita evaluasi perlu kita ekspose lagi. Kalau ada perkembangan lain, bukti lain tentu kita satukan untuk penentuan sikap selanjutnya," jelas Zulkarnain.
Menurut Humas PT DKI Jakarta Muhammad Hatta, terdapat sejumlah alasan memperberat hukuman Budi Mulya.
"Alasan memperberat antara lain di samping menimbulkan kerugian keuangan negara yang besar akan tetapi juga telah menimbulkan gangguan laju pertumbuhan perekonomian negara," kata Muhammad Hatta pada Senin (8/12).
Dalam amar putusan hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menilai bahwa Budi Mulya terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yaitu pemberian persetujuan FPJP dengan dilakukan dengan itikad tidak baik karena untuk mencari keuntungan diri sendiri dan juga dalam penyelamantan dana Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKKBI) yang ada di Bank Century dan tindakan-tindakanlain yang berdasarkan korupsi, kolusi, nepotisme.
Di samping itu hakim menilai pemberian FPJP tidak dilakukan dengan analisis mendalam dan berdampak positif sehingga menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp8,5 triliun yaitu FPJP sebesar Rp689,39 miliar, kerugiaan saat pemberian penyertaan modal sementara dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) senilai Rp6,7 triliun hingga Juli 2009 dan 1,2 trilun pada Desember 2013.
Hakim PN Tipikor menyatakan bahwa perbuatan Budi Mulya dilakukan bersama-sama dengan anggota Dewan Gubernur BI lain, termasuk mantan Gubernur BI Boediono.
"Terdakwa Budi Mulya punya persamaan kehendak dengan anggota dewan lainnya untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan itu dengan keinsyafan sebagai perbuatan bersama sebagaimana didakwakan karenanya terdakwa ikut serta melakukan bersama-sama dengan anggota yaitu saksi Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Dubernur Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah, S Budi Rochadi, Harmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono dan Ardhayadi Mitroatmodjo masing-masing selaku Deputi Gubernur BI dan saksi Raden Pardede selaku sekretaris KSSK," kata anggota majelis hakim Made Hendra dalam sidang pembacaan vonis pada 16 Juli 2014 lalu.
Namun hingga saat ini KPK belum menetapkan tersangka baru dalam pengembangan penyidikan kasus Century. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014