Jakarta (Antara Bali) - Menteri BUMN Dahlan Iskan mengaku kesulitan
untuk menyelamatkan PT Merpati Nusantara Airline (Merpati) karena hampir
semua opsi yang rencananya akan ditempuh tidak mungkin lagi diterapkan.
"Boleh dikatakan buntu, karena opsi-opsi sudah disiapkan seperti kuasi reorganisasi, menjual aset perusahaan sudah tidak memungkinkan dilakukan," kata Dahlan, usai menggelar Rapat Pimpinan Kementerian BUMN, di Kantor Pusat PT Djakarta Lloyd (Persero), Jakarta, Kamis.
Menurut Dahlan, untuk menuntaskan restrukturisasi Merpati saat ini setidaknya dibutuhkan dana sekitar Rp15 triliun untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada kreditur sekitar 2.000 pihak, menutup kerugian perseroan, hingga untuk memenuhi tunggakan gaji karyawan.
Dahlan menjelaskan, salah satu langkah yang dijalankan yaitu melepas anak unit usaha Merpati Maintenance Facilities kepada PT Perusahaan Pengelola Aset. Namun harga penjualan tersebut diperkirakan hanya berkisar Rp300 miliar, sehingga masih jauh cukup.
Selain itu penjualan aset perusahaan, juga tidak memungkinkan karena tidak ada yang tersisa, termasuk pesawat yang digadaikan kepada pihak ketiga.
Sama halnya dengan opsi kuasi reorganisasi, yang sesuai peraturan hanya bisa diterapkan paling lambat akhir tahun 2012.
Ditanya soal opsi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga atas utang sekitar Rp2 triliun kepada kreditur, mantan Direktur Utama PLN ini juga pesimis dapat tercapai.
"Penundaan utang harus ada jaminan. Bagaimana bisa berjalan kalau asetnya saja sudah tidak bisa dijadikan agunan," tegasnya.
Untuk itu ujar Dahlan, saat ini yang bisa dilakukan pemegang saham hanya sebatas mencari masukan dan pandangan dari publik bagaimana cara menyelamatkan perusahaan penerbangan "plat merah" tersebut.
"Logikanya seperti itu. Kalau kita memiliki uang Rp15 triliun, bisa mendirikan 3 perusahaan penerbangan seperti Merpati," katanya.
Perusahaan yang didirikan 6 September 1962 tersebut, saat ini terlilit utang hingga sekitar Rp7,6 triliun, meskipun restrukturisasi berupa penyuntikan dana APBN terhadap perusahaan sudah berkali-kali dilakukan.
Mulai 1 Februari 2014, Merpati terpaksa menutup sebagian besar rute penerbangan karena tidak memiliki kemampuan operasional.
Penyelamatan Merpati ditempuh melalui sejumlah opsi seperti konversi utang menjadi saham (debt to equity swap), pemisahan (spin off) unit usaha Merpati Maintenance Facilities (MMF) dan Merpati Training Center (MTC), temasuk kerja sama operasional (KSO).
Khusus KSO setidaknya empat kriteria yang akan menjadi mitra Merpati, yaitu pertama yang mampu menyediakan modal, kedua menyediakan pesawat, ketiga menyediakan modal dan pesawat, ke empat kombinasi modal, pesawat, dan termasuk pilot. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Boleh dikatakan buntu, karena opsi-opsi sudah disiapkan seperti kuasi reorganisasi, menjual aset perusahaan sudah tidak memungkinkan dilakukan," kata Dahlan, usai menggelar Rapat Pimpinan Kementerian BUMN, di Kantor Pusat PT Djakarta Lloyd (Persero), Jakarta, Kamis.
Menurut Dahlan, untuk menuntaskan restrukturisasi Merpati saat ini setidaknya dibutuhkan dana sekitar Rp15 triliun untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada kreditur sekitar 2.000 pihak, menutup kerugian perseroan, hingga untuk memenuhi tunggakan gaji karyawan.
Dahlan menjelaskan, salah satu langkah yang dijalankan yaitu melepas anak unit usaha Merpati Maintenance Facilities kepada PT Perusahaan Pengelola Aset. Namun harga penjualan tersebut diperkirakan hanya berkisar Rp300 miliar, sehingga masih jauh cukup.
Selain itu penjualan aset perusahaan, juga tidak memungkinkan karena tidak ada yang tersisa, termasuk pesawat yang digadaikan kepada pihak ketiga.
Sama halnya dengan opsi kuasi reorganisasi, yang sesuai peraturan hanya bisa diterapkan paling lambat akhir tahun 2012.
Ditanya soal opsi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga atas utang sekitar Rp2 triliun kepada kreditur, mantan Direktur Utama PLN ini juga pesimis dapat tercapai.
"Penundaan utang harus ada jaminan. Bagaimana bisa berjalan kalau asetnya saja sudah tidak bisa dijadikan agunan," tegasnya.
Untuk itu ujar Dahlan, saat ini yang bisa dilakukan pemegang saham hanya sebatas mencari masukan dan pandangan dari publik bagaimana cara menyelamatkan perusahaan penerbangan "plat merah" tersebut.
"Logikanya seperti itu. Kalau kita memiliki uang Rp15 triliun, bisa mendirikan 3 perusahaan penerbangan seperti Merpati," katanya.
Perusahaan yang didirikan 6 September 1962 tersebut, saat ini terlilit utang hingga sekitar Rp7,6 triliun, meskipun restrukturisasi berupa penyuntikan dana APBN terhadap perusahaan sudah berkali-kali dilakukan.
Mulai 1 Februari 2014, Merpati terpaksa menutup sebagian besar rute penerbangan karena tidak memiliki kemampuan operasional.
Penyelamatan Merpati ditempuh melalui sejumlah opsi seperti konversi utang menjadi saham (debt to equity swap), pemisahan (spin off) unit usaha Merpati Maintenance Facilities (MMF) dan Merpati Training Center (MTC), temasuk kerja sama operasional (KSO).
Khusus KSO setidaknya empat kriteria yang akan menjadi mitra Merpati, yaitu pertama yang mampu menyediakan modal, kedua menyediakan pesawat, ketiga menyediakan modal dan pesawat, ke empat kombinasi modal, pesawat, dan termasuk pilot. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014