Jakarta (Antara Bali) - Guru besar Bahasa Indonesia dari Universitas
Negeri Jakarta (UNJ), Prof. Drs. H. Mbiyo Saleh, MA., mengungkapkan,
Bahasa Indonesia merupakan Bahasa Melayu yang berkembang. Inilah yang
membuat para penutur Bahasa Melayu di luar Indonesia, sebut saja
Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam mengagguminya.
"Bahasa Indonesia itu Bahasa Melayu tetapi sudah berkembang. Sementara Bahasa Melayu tidak. Lambat," ujarnya saat ANTARA News temui di kediamannya di Kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu.
Mbiyo berkisah, sekitar tahun 1970, dirinya bersama sejumlah ahli Bahasa Indonesia, pernah diundang untuk memberikan kuliah soal Bahasa Indonesia di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.
Saat itu, dia dan tiga orang rekannya tergabung dalam program yang dijalankan salah satu universitas swasta di Jakarta.
Pria berusia 85 tahun ini mengatakan, sekalipun para penutur Bahasa Melayu di sana sempat menganggap Bahasa Indonesia berbeda dengan Bahasa Melayu, namun tak mengurangi ketertarikan mereka untuk mempelajarinya.
"Bahasa Indonesia itu tampaknya sudah seperti bahasa yang lain. Orang-orang Melayu gemar sekali," kata Mbiyo.
"Materi yang diberikan itu biasa saja, seperti kosakata dan tata bahasa," tambahnya.
Bahkan, lanjut dia, para penutur Bahasa Melayu di sana merasa tertinggal baik dari sisi kosakata ataupun tata bahasa. Mbiyo mengungkapkan, saat itu dirinya sempat membuat tulisan dalam Bahasa Indonesia lalu berniat mempublikasikannya melalui media di sana.
"Saya ada tulisan, 'Kami pergi ke Brunei'. Kata saya waktu itu (pada media di sana), jika bisa dimuat, muatlah. Tetapi menurut mereka perbedaan bahasanya jauh sekali, 'barangkali menurut mereka ini sudah tingkat tinggi,'" kata Mbiyo.
Mbiyo tak mengingat pasti hingga kapan pihaknya memberikan kuliah Bahasa Indonesia di tiga negara itu, namun menurutnya, pengajaran dilakukan setiap akhir tahun selama lima tahun.
Menurut Mbiyo, di samping kagum atas perkembangan yang terjadi pada Bahasa Indonesia, ketiga negara itu juga ingin bahasa ibu mereka mencapai perkembangan serupa.
"Mereka ingin mengejar tingkat kemajuan perkembangan Bahasa Indonesia. Ingin mereka capai juga," katanya.
Namun, Mbiyo harus mengelus dada, karena di negaranya sendiri, Bahasa Indonesia hanya diminati sebatas mereka yang memilih jurusan Bahasa Indonesia saja.
Masyarakat Indonesia menurutnya, bahkan kerap merasa tidak menguasai bahasanya sendiri.
"Orang Indonesia sendiri memang suka merasakan tidak menguasai Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jadi kita harus tingkatkan penguasaan bahasa," katanya.
Dia menyarankan, salah satu upaya meningkatkan penguasaan berbahasa Indonesia ialah melalui menulis.
"Kalau suka menulis, itu lebih baik (penguasaan bahasanya). Menulis itu bentuk kecakapan kita. Jadi, bahasa lisan kita, kita tulis. Penguasaan bahasa kita terlihat dari tulisan kita," kata Mbiyo. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Bahasa Indonesia itu Bahasa Melayu tetapi sudah berkembang. Sementara Bahasa Melayu tidak. Lambat," ujarnya saat ANTARA News temui di kediamannya di Kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu.
Mbiyo berkisah, sekitar tahun 1970, dirinya bersama sejumlah ahli Bahasa Indonesia, pernah diundang untuk memberikan kuliah soal Bahasa Indonesia di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.
Saat itu, dia dan tiga orang rekannya tergabung dalam program yang dijalankan salah satu universitas swasta di Jakarta.
Pria berusia 85 tahun ini mengatakan, sekalipun para penutur Bahasa Melayu di sana sempat menganggap Bahasa Indonesia berbeda dengan Bahasa Melayu, namun tak mengurangi ketertarikan mereka untuk mempelajarinya.
"Bahasa Indonesia itu tampaknya sudah seperti bahasa yang lain. Orang-orang Melayu gemar sekali," kata Mbiyo.
"Materi yang diberikan itu biasa saja, seperti kosakata dan tata bahasa," tambahnya.
Bahkan, lanjut dia, para penutur Bahasa Melayu di sana merasa tertinggal baik dari sisi kosakata ataupun tata bahasa. Mbiyo mengungkapkan, saat itu dirinya sempat membuat tulisan dalam Bahasa Indonesia lalu berniat mempublikasikannya melalui media di sana.
"Saya ada tulisan, 'Kami pergi ke Brunei'. Kata saya waktu itu (pada media di sana), jika bisa dimuat, muatlah. Tetapi menurut mereka perbedaan bahasanya jauh sekali, 'barangkali menurut mereka ini sudah tingkat tinggi,'" kata Mbiyo.
Mbiyo tak mengingat pasti hingga kapan pihaknya memberikan kuliah Bahasa Indonesia di tiga negara itu, namun menurutnya, pengajaran dilakukan setiap akhir tahun selama lima tahun.
Menurut Mbiyo, di samping kagum atas perkembangan yang terjadi pada Bahasa Indonesia, ketiga negara itu juga ingin bahasa ibu mereka mencapai perkembangan serupa.
"Mereka ingin mengejar tingkat kemajuan perkembangan Bahasa Indonesia. Ingin mereka capai juga," katanya.
Namun, Mbiyo harus mengelus dada, karena di negaranya sendiri, Bahasa Indonesia hanya diminati sebatas mereka yang memilih jurusan Bahasa Indonesia saja.
Masyarakat Indonesia menurutnya, bahkan kerap merasa tidak menguasai bahasanya sendiri.
"Orang Indonesia sendiri memang suka merasakan tidak menguasai Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jadi kita harus tingkatkan penguasaan bahasa," katanya.
Dia menyarankan, salah satu upaya meningkatkan penguasaan berbahasa Indonesia ialah melalui menulis.
"Kalau suka menulis, itu lebih baik (penguasaan bahasanya). Menulis itu bentuk kecakapan kita. Jadi, bahasa lisan kita, kita tulis. Penguasaan bahasa kita terlihat dari tulisan kita," kata Mbiyo. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014