Denpasar (Antara Bali) - Anggota Komisi III DPRD Bali Wayan Tagel Arjana meminta pemerintah provinsi, kabupaten dan kota mempertahankan kawasan jalur hijau bekerja sama bersama dengan instansi terkait, seperti Dinas Perizinan dan PT PLN.
"Serbuan pengusaha pengembang perumahan (properti) di Bali, khususnya di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan membuat kawasan jalur hijau semakin berkurang. Oleh karena itu dalam mempertahankan pemerintah harus bekerja sama dengan instansi terkait agar tidak memberikan izin mendirikan bangunan," katanya di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan karena dengan aturan saja tanpa ada tindakan tegas dari aparat pemerintah daerah setempat, maka lahan pertanian dan lahan-lahan strategis yang masuk kategori jalur hijau lama-kelamaan akan habis.
"Oleh karena itu, saran saya kepada pemerintah daerah setempat agar melakukan koordinasi dan kerja sama dengan sejumlah instansi, di antaranya Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Perizinan dan PT PLN," ucap politikus asal Payangan, Kabupaten Gianyar.
Alasan mengapa melakukan koordinasi dengan instansi tersebut, kata Tagel Arjana, karena instansi seperti BPN bisa menolak permohonan dari pengusaha pengembangan perumahan dari lahan pertanian atau jalur hijau menjadi kawasan perumahan.
"Begitu juga dari Dinas Perizinan, jika dinas tersebut tidak memberikan IMB, secara otomatis pihak pengembang perumahan tidak berani mendirikan bangunan," ujarnya.
Begitu juga dari PT PLN, kata dia, jika itu belum ada IMB dan diketahui kawasan jalur hijau agar tidak memberikan sambungan aliran listrik ke daerah tersebut.
"Semua ini perlu koordinasi untuk mempertahankan lahan pertanian dan kawasan jalur hijau sebagai paru-paru perkotaan. Jika terus dibiarkan terjadi pelanggaran, maka tidak menutup kemungkinan lahan pertanian dan jalur hijau akan habis," katanya.
Tagel Arjana lebih lanjut mengatakan saat ini alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan di Kota Denpasar sudah ribuan hektare.
"Kita lihat saja contohnya di Subak Panjer dan Renon, Kota Denpasar sudah semakin habis lahan pertanian. Begitu juga di Subak Penatih, Padangsambian nasibnya juga tidak jauh berbeda," katanya.
Ia mengkritisi pemerintah daerah selalu berbicara pelestarian subak dan lahan pertanian, tetapi disatu sisi izin alih fungsi pertanian menjadi perumahan terus berjalan.
"Kalau kondisinya sudah seperti ini, bagaimana bisa melestarikan pertanian dan jalur hijau. Terlebih lahan perseorangan yang dijadikan jalur hijau tidak ada kompensasi dari pemerintah, seperti bebas pajak. Tentu saja pemiliknya keberatan lahannya dijadikan jalur hijau, sehingga terjadilah pelanggaran seperti sekarang," katanya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Serbuan pengusaha pengembang perumahan (properti) di Bali, khususnya di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan membuat kawasan jalur hijau semakin berkurang. Oleh karena itu dalam mempertahankan pemerintah harus bekerja sama dengan instansi terkait agar tidak memberikan izin mendirikan bangunan," katanya di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan karena dengan aturan saja tanpa ada tindakan tegas dari aparat pemerintah daerah setempat, maka lahan pertanian dan lahan-lahan strategis yang masuk kategori jalur hijau lama-kelamaan akan habis.
"Oleh karena itu, saran saya kepada pemerintah daerah setempat agar melakukan koordinasi dan kerja sama dengan sejumlah instansi, di antaranya Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Perizinan dan PT PLN," ucap politikus asal Payangan, Kabupaten Gianyar.
Alasan mengapa melakukan koordinasi dengan instansi tersebut, kata Tagel Arjana, karena instansi seperti BPN bisa menolak permohonan dari pengusaha pengembangan perumahan dari lahan pertanian atau jalur hijau menjadi kawasan perumahan.
"Begitu juga dari Dinas Perizinan, jika dinas tersebut tidak memberikan IMB, secara otomatis pihak pengembang perumahan tidak berani mendirikan bangunan," ujarnya.
Begitu juga dari PT PLN, kata dia, jika itu belum ada IMB dan diketahui kawasan jalur hijau agar tidak memberikan sambungan aliran listrik ke daerah tersebut.
"Semua ini perlu koordinasi untuk mempertahankan lahan pertanian dan kawasan jalur hijau sebagai paru-paru perkotaan. Jika terus dibiarkan terjadi pelanggaran, maka tidak menutup kemungkinan lahan pertanian dan jalur hijau akan habis," katanya.
Tagel Arjana lebih lanjut mengatakan saat ini alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan di Kota Denpasar sudah ribuan hektare.
"Kita lihat saja contohnya di Subak Panjer dan Renon, Kota Denpasar sudah semakin habis lahan pertanian. Begitu juga di Subak Penatih, Padangsambian nasibnya juga tidak jauh berbeda," katanya.
Ia mengkritisi pemerintah daerah selalu berbicara pelestarian subak dan lahan pertanian, tetapi disatu sisi izin alih fungsi pertanian menjadi perumahan terus berjalan.
"Kalau kondisinya sudah seperti ini, bagaimana bisa melestarikan pertanian dan jalur hijau. Terlebih lahan perseorangan yang dijadikan jalur hijau tidak ada kompensasi dari pemerintah, seperti bebas pajak. Tentu saja pemiliknya keberatan lahannya dijadikan jalur hijau, sehingga terjadilah pelanggaran seperti sekarang," katanya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014