Jakarta (Antara Bali) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong peningkatan
ekspor furnitur dalam negeri dimana pada tahun 2013 lalu tercatat nilai
ekspor sebesar 1,7 miliar dolar AS, dan diharapkan dalam waktu lima
tahun kedepan menjadi 5 miliar dolar AS.
"Furnitur adalah industri yang kita dorong terus, saya kira untuk lima tahun kedepan ekspor bisa mencapai 5 miliar dolar AS, dan angka tersebut merupakan angka yang realistis," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, saat peluncuran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2015, di Jakarta, Selasa.
Panggah mengatakan, Republik Rakyat Tiongkok dan Malaysia mampu menjadi produsen furnitur yang besar, dan oleh sebab itu, Indonesia harus mampu mencapai target tersebut dalam waktu lima tahun kedepan.
"Capaian harus diupayakan, itu sangat realistis terlebih jika melihat Tiongkok dan juga Malaysia yang bisa melakukan hal tersebut," ujar Panggah.
Menurut Panggah, pemerintah sendiri telah memberikan andil besar dalam industri furnitur dalam negeri, salah satunya melalui adanya pelarangan ekspor bahan mentah yang belum diolah agar bisa diproduksi untuk memberikan nilai tambah.
"Paling tidak peran pemerintah sudah membentengi agar bahan metah tidak diekspor sebelum diolah, kita mendengarkan aspirasi pelaku industri furnitur dalam negeri," ujar Panggah.
Pada 2013, total ekspor produk furnitur Indonesia mencapai nilai 1,7 miliar dolar AS, menempatkan Indonesia sebagai eksportir produk furnitur ke-18 dunia, dengan pangsa pasar 1,12 persen. Kinerja ekspor Indonesia tersebut masih dibawah kemampuan ekspor mebel Vietnam yang mampu mencapai nilai 5,4 miliar dolar AS dan menduduki peringkat eksportir ke-7 terbesar dunia.
Selama periode 2009--2013 ekspor produk mebel Indonesia mengalami tren positif 0,38 persen. Untuk periode Januari--April 2014 nilai ekspor produk mebel mencapai 626,5 juta dolar AS atau mengalami peningkatan 1,24 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Tren positif juga dialami oleh ekspor produk kerajinan Indonesia yang tercatat sebesar 4,61 persen pada periode 2009-2013. Nilai ekspor produk kerajinan Indonesia pada tahun 2013 mencapai 669,1 juta dolar AS, dengan negara tujuan ekspor utama Amerika Serikat, Jepang, Hong kong, Inggris, dan Jerman.
Pada periode Januari--April 2014, nilai ekspor kerajinan mencapai 229,5 juta dolar AS, atau meningkat 2,75 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pemerintah sendiri menargetkan ekspor produk hasil hutan Indonesia, termasuk furnitur pada tahun 2014--2015 tumbuh sebesar 5,5--6,5 persen dengan target nilai ekspor sebesar 9,4--9,5 miliar dolar AS.
Beberapa negara yang menjadi target peningkatan ekspor produk hasil hutan Indonesia adalah RRT sebesar 19,6 persen, Jepang 1,47 persen, Amerika Serikat 10,1 persen, Korea Selatan 10,5 persen, Malaysia 0,27 persen, Australia 3,96 persen, Taiwan 7 persen, Arab Saudi 4,1 persen, India 17,2 persen, dan Inggris 5,3 persen. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Furnitur adalah industri yang kita dorong terus, saya kira untuk lima tahun kedepan ekspor bisa mencapai 5 miliar dolar AS, dan angka tersebut merupakan angka yang realistis," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, saat peluncuran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2015, di Jakarta, Selasa.
Panggah mengatakan, Republik Rakyat Tiongkok dan Malaysia mampu menjadi produsen furnitur yang besar, dan oleh sebab itu, Indonesia harus mampu mencapai target tersebut dalam waktu lima tahun kedepan.
"Capaian harus diupayakan, itu sangat realistis terlebih jika melihat Tiongkok dan juga Malaysia yang bisa melakukan hal tersebut," ujar Panggah.
Menurut Panggah, pemerintah sendiri telah memberikan andil besar dalam industri furnitur dalam negeri, salah satunya melalui adanya pelarangan ekspor bahan mentah yang belum diolah agar bisa diproduksi untuk memberikan nilai tambah.
"Paling tidak peran pemerintah sudah membentengi agar bahan metah tidak diekspor sebelum diolah, kita mendengarkan aspirasi pelaku industri furnitur dalam negeri," ujar Panggah.
Pada 2013, total ekspor produk furnitur Indonesia mencapai nilai 1,7 miliar dolar AS, menempatkan Indonesia sebagai eksportir produk furnitur ke-18 dunia, dengan pangsa pasar 1,12 persen. Kinerja ekspor Indonesia tersebut masih dibawah kemampuan ekspor mebel Vietnam yang mampu mencapai nilai 5,4 miliar dolar AS dan menduduki peringkat eksportir ke-7 terbesar dunia.
Selama periode 2009--2013 ekspor produk mebel Indonesia mengalami tren positif 0,38 persen. Untuk periode Januari--April 2014 nilai ekspor produk mebel mencapai 626,5 juta dolar AS atau mengalami peningkatan 1,24 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Tren positif juga dialami oleh ekspor produk kerajinan Indonesia yang tercatat sebesar 4,61 persen pada periode 2009-2013. Nilai ekspor produk kerajinan Indonesia pada tahun 2013 mencapai 669,1 juta dolar AS, dengan negara tujuan ekspor utama Amerika Serikat, Jepang, Hong kong, Inggris, dan Jerman.
Pada periode Januari--April 2014, nilai ekspor kerajinan mencapai 229,5 juta dolar AS, atau meningkat 2,75 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pemerintah sendiri menargetkan ekspor produk hasil hutan Indonesia, termasuk furnitur pada tahun 2014--2015 tumbuh sebesar 5,5--6,5 persen dengan target nilai ekspor sebesar 9,4--9,5 miliar dolar AS.
Beberapa negara yang menjadi target peningkatan ekspor produk hasil hutan Indonesia adalah RRT sebesar 19,6 persen, Jepang 1,47 persen, Amerika Serikat 10,1 persen, Korea Selatan 10,5 persen, Malaysia 0,27 persen, Australia 3,96 persen, Taiwan 7 persen, Arab Saudi 4,1 persen, India 17,2 persen, dan Inggris 5,3 persen. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014