Denpasar (Antara Bali) - Terdakwa kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Praptini, membantah keterangan dua orang saksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi setempat, Selasa.

"Semua pernyataan saksi Wayan Liarsa (pemilik UD Pratama) dan Putu Herni Herawati (Direktur PT Sinergi Inovasi) semuanya tidak benar," ujarnya.

Praptini tidak mengaku pernah meminta "fee" 30 persen atau Rp200 juta dari nilai proyek pengadaan barang di kampus senilai Rp1 miliar.

Saksi, Wayan Liarsa, selaku pemilik UD Pratama yang bergerak dibidang percetakan buku mengaku pernah menangani proyek pengadaan buku dan percetakan di IHDN Denpasar.

Namun, dalam proses negosiasi Praptini selaku Pembantu Rektor II IHDN Denpasar awalnya meminta "fee" 30 persen dari proyek dan sepakat memberikan Rp200 juta.

Selain itu, saksi Putu Herni Herawati selaku Direktur PT Sinergi Inovasi perusahaan yang bergerak dibidang perangkat jaringan juga mengaku pernah bekerja sama dengan IHDN Denpasar dalam pengadaan perlengkapan di kampus tersebut.

Saksi, Putu Herni Herawati, pernah melakukan pertemuan beberapa kali dengan Praptini sebelum melakukan kesepakatan terkait proyek tersebut.

Dalam kesempatan itu juga terdakwa I Nyoman Suweca selaku Kepala Sub-Bagian Perencanaan Proyek IHDN membenarkan keterangan kedua saksi tersebut.

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Made Sueda, menutuskan untuk melanjutkan sidang pada Kamis (10/7) dengan agenda masih pemeriksaan saksi.

Kasus dugaan korupsi pengadaan barang di IHDN itu berawal dari Kejati Bali melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di IHDN tahun 2011 dan dikuatkan dengan temuan Kementerian Agama RI yang merilis 10 temuan di IHDN Denpasar berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013.

Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di kampus IHDN Denpasar menjerat lima orang tersangka yaitu Prof I Made Titib (mantan rektor), Ir Wayan Sudiyasa, Ni Putu Indera Martini, Drs I Nyoman Suweca, dan Dr Praptini yang didakwa dengan dua pasal tuntutan primair dan subsidair.

Pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Junto pasal 64 (1) KUHP.

Akibat kasus tersebut telah mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN dan merugikan negara sebesar Rp20 miliar. (WDY)

Pewarta: Oleh Wira Suryantala

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014