Kuta (Antara Bali) - Sebanyak 15 negara anggota Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency/IAEA) mengevaluasi dan meninjau ulang penggunaan teknologi nuklir "radiotracer" yang menjadi kesepakatan bersama sejak 2012.

Pertemuan yang dihadiri utusan dari Bangladesh, Filipina, India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Selandia Baru, Sri Lanka, Thailand, Tiongkok, dan Vietnam, di Kuta, Bali, pada 26-30 Mei 2014 itu difasilitasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR).

Peneliti Batan, Sugiarto, sebagai delegasi Indonesia sekaligus panitia pertemuan tersebut di Kuta, Kabupaten Badung, Senin, menjelaskan bahwa radioatif terdiri dari dua bentuk, yakni sumber terbuka yang disebut dengan "radiotracer" dan sumber tertutup atau "sealed source".

"Aplikasi teknik `radiotracer` dalam industri kebanyakan menggunakan radiasi gamma yang merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang sangat pendek, bergerak sangat cepat, dan menghasilkan energi yang tinggi," ujarnya.

Menurut dia, radiasi gamma mampu menembus material yang dilewati sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi karakteristik material target.

PT Pertamina telah menggunakan teknologi "radiotracer" untuk mendeteksi kilang minyak dari berbagai kerusakan. "Pemeriksaan dengan menggunakan `radiotracer` tanpa harus menghentikan operasional kilang minyak," ujarnya.

Selain itu, teknologi "radiotracer" juga bisa digunakan untuk mendeteksi kandungan minyak dan gas di dalam bumi, gangguan kabel bawah tanah, dan kadar merkuri pada material tertentu.

"Sayangnya di Indonesia belum banyak yang memanfaatkan teknologi ini karena memang belum tersosialisasikan dengan baik. Padahal aplikasinya murah dan efektif," kata Sugiarto.

Dalam mengaplikasikan teknologi itu, Batan telah mengembangkan peranti lunak dan peranti keras untuk peralatan gamma scanning, mengembangkan metodologi "radiotracer", dan simulasi komputer CFD.

Penggunaan teknologi "radiotracer" disepakati oleh 14 negara anggota IAEA yang menggelar pertemuan di Jeju, Korea Selatan, pada 2012.

"Teknologi ini termasuk kategori teknik uji tak rusak (non-destructive test). `Radiotracer` yang diinjeksikan akan mengikuti gerak aliran material yang diselidiki, seperti kecepatan aliran fluida dan pola aliran di dalam pipa," kata Sugiarto.

Pertemuan tersebut dibuka oleh Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto. Pertemuan evaluasi dan tinjauan ulang penggunaan teknologi "radiotracer" berikutnya digelar di Phuket, Thailand, pada akhir tahun 2014. (WDY)

Pewarta: Oleh M. Irfan Ilmie

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014