Denpasar (Antara Bali) - Harga kakao di tingkat petani di Bali sejak awal Februari hingga minggu III April 2014 mampu bertahan pada Rp34.000 per kilogram untuk jenis fermentasi dan Rp31.500 per kg jenis asalan
"Perdagangan kakao, baik di dalam maupun ke luar negeri lancar, diharapkan petani akan lebih bergairah untuk mengembangkan tanaman perkebunan ini," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali, I Dewa Made Buana Duwuran di Denpasar, Sabtu.
Harga hasil perkebunan itu bisa bertahan di tingkat petani di Jembrana, Tabanan maupun Buleleng, tambahnya, berkat adanya pasar yang baik di daerah ini, terutama oleh para pengepul untuk memenuhi permintaan antarpulau yang kemudian ekspor.
Dinas Perkebunan Provinsi Bali mencatat 4.653 ton kakao hasil perkebunan rakyat daerah itu selama enam bulan terakhir 2013 (Juli-Desember) masuk ke pasar ekspor senilai 377.930 dolar AS.
Kakao itu menembus delapan negara konsumen yang mana Amerika Serikat adalah negara pembeli terbesar.
Dewa Made Buana menambahkan, ada tiga kabupaten yang mengembangkan tanaman kakao yang cukup potensial di daerah ini yakni Kabupaten Tabanan seluas 5.063 haktare (ha), Jembrana, 3.555 ha, Buleleng 1.258 ha sisanya di Badung, Klungkung, Bangli dan Karangasem.
Produksi kakao di Bali selama 2012 tercatat 4.950 ton meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 4.525 ton, namun jauh lebih rendah dari 2009 yang mencapai 6.826 ton.
"Berkurangnya produksi kakao di daerah ini tentu akibat berbagai faktor antara lain adanya serangan penyakit dan iklim yang kurang menentu sehingga produksi yang dihasilkan petani relatif berkurang, namun tahun 2014 diharapkan akan membaik," katanya.
Sementara itu Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali mencatat realisasi ekspor kakao Bali enam bulan akhir 2013 mencapai 4.653 ton senilai 377.930 dolar AS.
Pasar ekspor kakao Bali terbesar di Amerika Serikat yakni 609.718 kg seharga 197.951 dolar AS, menyusul Australia 3.507 ton bernilai 93.213 dolar, Inggris 343 ton senilai 43.233 dolar AS.
Sementara sisanya dikapalkan ke Jerman, Finlandia, Jepang dan Malaysia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Perdagangan kakao, baik di dalam maupun ke luar negeri lancar, diharapkan petani akan lebih bergairah untuk mengembangkan tanaman perkebunan ini," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali, I Dewa Made Buana Duwuran di Denpasar, Sabtu.
Harga hasil perkebunan itu bisa bertahan di tingkat petani di Jembrana, Tabanan maupun Buleleng, tambahnya, berkat adanya pasar yang baik di daerah ini, terutama oleh para pengepul untuk memenuhi permintaan antarpulau yang kemudian ekspor.
Dinas Perkebunan Provinsi Bali mencatat 4.653 ton kakao hasil perkebunan rakyat daerah itu selama enam bulan terakhir 2013 (Juli-Desember) masuk ke pasar ekspor senilai 377.930 dolar AS.
Kakao itu menembus delapan negara konsumen yang mana Amerika Serikat adalah negara pembeli terbesar.
Dewa Made Buana menambahkan, ada tiga kabupaten yang mengembangkan tanaman kakao yang cukup potensial di daerah ini yakni Kabupaten Tabanan seluas 5.063 haktare (ha), Jembrana, 3.555 ha, Buleleng 1.258 ha sisanya di Badung, Klungkung, Bangli dan Karangasem.
Produksi kakao di Bali selama 2012 tercatat 4.950 ton meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 4.525 ton, namun jauh lebih rendah dari 2009 yang mencapai 6.826 ton.
"Berkurangnya produksi kakao di daerah ini tentu akibat berbagai faktor antara lain adanya serangan penyakit dan iklim yang kurang menentu sehingga produksi yang dihasilkan petani relatif berkurang, namun tahun 2014 diharapkan akan membaik," katanya.
Sementara itu Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali mencatat realisasi ekspor kakao Bali enam bulan akhir 2013 mencapai 4.653 ton senilai 377.930 dolar AS.
Pasar ekspor kakao Bali terbesar di Amerika Serikat yakni 609.718 kg seharga 197.951 dolar AS, menyusul Australia 3.507 ton bernilai 93.213 dolar, Inggris 343 ton senilai 43.233 dolar AS.
Sementara sisanya dikapalkan ke Jerman, Finlandia, Jepang dan Malaysia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014