Denpasar (Antara Bali) - Anak Agung Gde Rai sebagai pendiri Museum Arma di perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, meluncurkan buku berjudul "Gung Rai: Kisah Sebuah Museum".

"Peluncuran buku setebal 352 halaman dengan pengantar khusus dari Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro dikemas dalam acara diskusi menampilkan empat pembicara yang menyoroti buku tersebut," kata Agung Rai di Denpasar, Kamis.

Peluncuran dan diskusi dilakukan Kamis petang (27/3) itu menampilkan pembicara pengamat seni yang juga budayawan asal Francis, Dr Jean Couteau, Putu Suasta, Warih Wisatsana dan Prof. Dr. I Wayan P. Windia, SH M.Si yang juga guru besar Fakultas Hukum Universitas Udayana dan Warih Wisatsana.

Agung Rai kelahiran Peliatan, Ubud, 60 tahun silam sebagai warga masyarakat yang hidup dan berkecimpung dalam dunia seni, khususnya seni lukis, semakin hari semakin banyak tercurah kecintaan kepada dunia seni.

Perhatian dan kecintaannya semakin mendalam setelah bercermin pada koleksi dua museum di Ubud, yakni Puri Lukisan Ratna Warta dan Museum Neka, kedua museum pertama yang dikelola pihak swasta.

Kedua Museum tersebut dengan konsep, koleksi dan lokasinya telah mencerminkan kepribadian dan menjadi jati diri dari Museum itu sendiri.

Agung Rai yang pernah sebagai pedagang asongan menjajakan lukisan kepada wisatawan di Pantai Sanur dan Kuta itu bertekad keuntungan yang diperoleh dari dunia seni lukis diupayakan untuk mengoleksi lukisan yang keberadaannya saling melengkapi dan saling terkait pada kedua museum tersebut.

Oleh sebab itu museum Arma yang dibangun di atas hamparan yang luas di sela-sela persawahan yang menghijau itu hingga kini tidak hanya mengoleksi lukisan seniman Bali, namun juga seniman Indonesia yang berasal dari luar Bali.

Lukisan itu, antara lain karya Affandi, Sudjojono, Hendra Gunawan, Srihadi Soedarsono dan Abas Alibasyah, disamping karya seniman mancanegara yang menemukan inspirasi dari keindahan alam dan budaya Bali.

Lukisan itu antara lain karya Rudolf Bonnet, Arie Smith, Le Mayeur de Merpres, Willem Hofker, Antonio Blanco, Theo Meier, Donald Friend, Han Snel dan sejumlah seniman lainnya.

"Yang paling mengesankan adalah lukisan hasil karya pelukis Walter Spies dan Raden Saleh yang merupakan koleksi khusus ARMA," ujar Agung Rai.

Museum Arma yang memiliki koleksi 248 lukisan ditata secara apik dalam tiga unit bangunan utama dari pajangan lukisan dari gaya klasik hingga gaya modern sekaligus dapat memaparkan perkembangan seni lukis di Pulau Dewata.

Museum Arma dalam perkembangannya juga dilengkapi dengan Arma Bookshop, Arma Resort, Kokokan Thai Restaurant, Kafe Arma, Warung Kopi, Public Library dan Arma Conference Venue. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014