Denpasar (Antara Bali) - Gabungan Pengusaha Wisata Bahari (Gahawisri) Provinsi Bali meminta pemerintah provinsi setempat dapat memfasilitasi pelatihan bagi pemandu wisata tirta di daerah itu minimal dua kali dalam setahun.
"Rata-rata setiap perusahaan wisata tirta memiliki 20-25 pemandu, namun yang dapat kami fasilitasi pelatihan ataupun bimbingan teknis paling hanya dua orang setiap perusahaan agar sebarannya merata," kata Sekretaris Eksekutif Gahawisri Provinsi Bali I Ketut Tresna di sela-sela acara Bintek Pemandu Wisata Tirta, di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, pelatihan pemandu wisata tirta itu sangat penting karena jasa yang diberikan tergolong berisiko. SDM-nya harus mengetahui betul mengenai cuaca, kondisi alam, dan keselamatan.
"Pelatihan yang kami gelar ini minimal menjadi modal awal bagi para pemandu, selain dapat meningkatkan keterampilan mereka saat memberikan jasa pemanduan kepada wisatawan. Harapan kami, paling tidak dapat menolkan kejadian kecelakaan," ujarnya.
Pihaknya selama ini juga sudah sering mengimbau para pengusaha wisata bahari untuk senantiasa menjaga keselamatan, keamanan, dan kenyamanan wisatawan. Jangan semata-mata mengejar dolar lalu mengabaikan keselamatan.
"Namun tidak bisa dipungkiri juga kadangkala ada permintaan wisatawan yang tetap ngotot meskipun sesungguhnya cuaca sedang tidak mendukung. Alasannya mereka karena keterbatasan waktu untuk segera kembali ke negaranya masing-masing," ucap Tresna.
Gahawisri Bali juga sudah mewanti-wanti agar perusahaan menerapkan standar operasional yang sudah ditentukan. Memang yang belum ada itu standar untuk lokasi wisata bahari.
Tresna menambahkan, pelatihan pemandu wisata tirta sekaligus upaya menyiapkan SDM yang andal dalam menghadapi era komunitas ASEAN 2015.
Di sisi lain, ia juga menyoroti kasus kecelakaan yang menimpa tujuh wisatawan Jepang belum lama ini di perairan Nusa Lembongan, Kabupaten Klungkung, saat melakukan penyelaman. Salah satu kesalahannya karena tidak menggunakan tenaga pemandu dari masyarakat lokal.
"Semestinya setiap perusahaan asing wajib menggunakan tenaga lokal sekian persen sehingga mengetahui persis kondisi lingkungan sekitar. Di sini kami pikir pengawasan pemerintah masih cukup lemah. Harapan kami, pemerintah harus intensif mengawasi ada tidaknya izin tenaga kerja asing itu," kata Tresna. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Rata-rata setiap perusahaan wisata tirta memiliki 20-25 pemandu, namun yang dapat kami fasilitasi pelatihan ataupun bimbingan teknis paling hanya dua orang setiap perusahaan agar sebarannya merata," kata Sekretaris Eksekutif Gahawisri Provinsi Bali I Ketut Tresna di sela-sela acara Bintek Pemandu Wisata Tirta, di Denpasar, Selasa.
Menurut dia, pelatihan pemandu wisata tirta itu sangat penting karena jasa yang diberikan tergolong berisiko. SDM-nya harus mengetahui betul mengenai cuaca, kondisi alam, dan keselamatan.
"Pelatihan yang kami gelar ini minimal menjadi modal awal bagi para pemandu, selain dapat meningkatkan keterampilan mereka saat memberikan jasa pemanduan kepada wisatawan. Harapan kami, paling tidak dapat menolkan kejadian kecelakaan," ujarnya.
Pihaknya selama ini juga sudah sering mengimbau para pengusaha wisata bahari untuk senantiasa menjaga keselamatan, keamanan, dan kenyamanan wisatawan. Jangan semata-mata mengejar dolar lalu mengabaikan keselamatan.
"Namun tidak bisa dipungkiri juga kadangkala ada permintaan wisatawan yang tetap ngotot meskipun sesungguhnya cuaca sedang tidak mendukung. Alasannya mereka karena keterbatasan waktu untuk segera kembali ke negaranya masing-masing," ucap Tresna.
Gahawisri Bali juga sudah mewanti-wanti agar perusahaan menerapkan standar operasional yang sudah ditentukan. Memang yang belum ada itu standar untuk lokasi wisata bahari.
Tresna menambahkan, pelatihan pemandu wisata tirta sekaligus upaya menyiapkan SDM yang andal dalam menghadapi era komunitas ASEAN 2015.
Di sisi lain, ia juga menyoroti kasus kecelakaan yang menimpa tujuh wisatawan Jepang belum lama ini di perairan Nusa Lembongan, Kabupaten Klungkung, saat melakukan penyelaman. Salah satu kesalahannya karena tidak menggunakan tenaga pemandu dari masyarakat lokal.
"Semestinya setiap perusahaan asing wajib menggunakan tenaga lokal sekian persen sehingga mengetahui persis kondisi lingkungan sekitar. Di sini kami pikir pengawasan pemerintah masih cukup lemah. Harapan kami, pemerintah harus intensif mengawasi ada tidaknya izin tenaga kerja asing itu," kata Tresna. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014