Denpasar (Antara Bali) - Pengamat politik dari Universitas Warmadewa (Unwar) Denpasar Dr I Wayan Gede Suacana berpendapat bahwa gaya hidup konsumerisme di kalangan pejabat dapat memicu terjadinya tindak pidana korupsi.
"Ada standar ekonomi tertentu ketika seseorang sudah memiliki jabatan, seperti menjadi anggota Dewan, kepala dinas, atau jabatan lain di pemerintahan," katanya di Denpasar, Rabu.
Tingginya standar ekonomi itu dapat dilihat dari pengeluaran pelaku korupsi untuk membeli atau membiayai kendaraan, tempat tinggal, dan pergaulan sehari-hari.
Ketua Pusat Kajian Integritas dan Anti-korupsi Unwar itu juga menilai hal tersebut menyebabkan perilaku korupsi sulit untuk diberantas karena seseorang dituntut untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dengan cara yang tidak benar.
"Korupsi adalah salah satu jalan pintas di samping cara kotor lain seperti kolusi karena mungkin uang yang menjadi haknya seperti gaji atau tunjangan dirasakannya masih kurang," ujar Suacana.
Terkait dengan pemberian hukuman berat kepada para koruptor, Suacana sangat setuju karena sikap anti-korupsi harus ditumbuhkan dari dalam diri.
"Harus dimulai dari dalam diri untuk tidak membiasakan sikap anti-korupsi. Namun sekarang sikap korupsi sudah bukan lagi dimiliki oleh elit politik saja, tapi sudah sampai pada masyarakat biasa," katanya.
Ia mencontohkan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat seorang calon pejabat politik harus memberikan sejumlah uang dalam bentuk sumbangan.
Jika tidak mampu menyediakan uang sebanyak itu, lanjut dia, maka seorang calon pejabat politik tidak akan mendapatkan dukungan maksimal sehingga perilaku korupsi juga dibudayakan oleh masyarakat. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Ada standar ekonomi tertentu ketika seseorang sudah memiliki jabatan, seperti menjadi anggota Dewan, kepala dinas, atau jabatan lain di pemerintahan," katanya di Denpasar, Rabu.
Tingginya standar ekonomi itu dapat dilihat dari pengeluaran pelaku korupsi untuk membeli atau membiayai kendaraan, tempat tinggal, dan pergaulan sehari-hari.
Ketua Pusat Kajian Integritas dan Anti-korupsi Unwar itu juga menilai hal tersebut menyebabkan perilaku korupsi sulit untuk diberantas karena seseorang dituntut untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dengan cara yang tidak benar.
"Korupsi adalah salah satu jalan pintas di samping cara kotor lain seperti kolusi karena mungkin uang yang menjadi haknya seperti gaji atau tunjangan dirasakannya masih kurang," ujar Suacana.
Terkait dengan pemberian hukuman berat kepada para koruptor, Suacana sangat setuju karena sikap anti-korupsi harus ditumbuhkan dari dalam diri.
"Harus dimulai dari dalam diri untuk tidak membiasakan sikap anti-korupsi. Namun sekarang sikap korupsi sudah bukan lagi dimiliki oleh elit politik saja, tapi sudah sampai pada masyarakat biasa," katanya.
Ia mencontohkan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat seorang calon pejabat politik harus memberikan sejumlah uang dalam bentuk sumbangan.
Jika tidak mampu menyediakan uang sebanyak itu, lanjut dia, maka seorang calon pejabat politik tidak akan mendapatkan dukungan maksimal sehingga perilaku korupsi juga dibudayakan oleh masyarakat. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014