Denpasar (Antara Bali) - Maestro seni Made Wianta kembali melontarkan keprihatinan terhadap merosotnya kualitas lingkungan di Kabupaten Tabanan, karena itu seniman ini membuat seni instalasi di studionya di Jalan Pandu Denpasar.

"Ini adalah cara saya untuk merespons kondisi yang terjadi saat ini di Tabanan, daerah yang paling dekat dengan kehidupan saya," kata Wianta di Denpasar, Sabtu.

Dalam karya instalasi tersebut, Wianta memamerkan karyanya dengan membuat seni tiga dimensi berdiameter 750 kali 600 kali 350 centimeter itu bermaterikan, antara lain sekam padi, stager besi, sejumlah kursi dan patung.

Stager bangunan itu berdiri di atas hamparan sekam padi dan di antara hamparan sekam padi tersebut terdapat abstraksi patung dan tumpukan kursi-kursi besi yang tak beraturan.

Menurut Wianta kritik ini sejatinya sangat relevan dengan kondisi Bali saat ini, bahkan berlaku juga secara universal karena penurunan derajat kualitas lingkungan terjadi di mana-mana.

Dia ingin mengingatkan kepada publik, bahwa Tabanan yang pernah berjaya sebagai lumbung beras kini terbelit masalah lingkungan yang membahayakan.

Ia mengatakan alih fungsi lahan telah mendegradasi kualitas lingkungan yang dulu hijau menyejukkan. Sawah yang indah membentang di Jatiluwih "dibelah" kabel listrik.

Sementara dibeberapa tempat lain sejumlah pembangunan tak mengindahkan estetika, bahkan mengusik penyangga kehidupan seperti mata air, sungai dan lingkungan.

Wianta juga mengajak masyarakat untuk merasakan denyut perjuangan petani yang sejak subuh hingga petang bekerja di sawah.

"Ayo rasakan ketajaman sekam padi yang terkadang membuat gatal kulit. Banyak yang melupakan muasal nasi yang setiap hari dikonsumsi," katanya.

Pada kegiatan seni ini, Wianta menyajikan tatanan ruang dan dimensi bidang yang kerap mewarnai karya-karyanya. Ini sebangun dengan pemikiran dia yang dalam dua warsa ini terganggu dengan penerapan tata ruang dan wilayah yang mengabaikan terhadap ketentuan peruntukan dan daya dukung.

Ia berterus terang tidak ingin menyalahkan siapa yang bertanggung jawab, tetapi mengajak siapa pun untuk merenungkan akibat itu semua ke depan dan berbenah diri menemnukan solusi.

Respons terhadap lingkungan ini sebenarnya telah direncanakan beberapa tahun lalu. Ketika itu Wianta berencana membuat instalasi ribuan sunari dipersawahan Jatiluwih.

Tetapi karena sesuatu kendala, belum bisa terlaksana hingga sekarang. Kini ia ingin membuat rencananya itu dengan mendekatkan konsep-konsep pertanian kepada publik yang kian menjauh dari tradisi agraris.

"Ini bukan kritik pertama, tapi pada tahun 1999 menyoroti banyaknya tindak kekerasan melalui `Art and Peace`. Hal serupa digelar pada awal 2003 merespon tragedi bom Bali dalam karya seni instalasi bertajuk "Dreamland` yang sempat dipamerkan di Biennale Venezia," katanya. (LHS)

Pewarta: Oleh I Komang Suparta

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013