Denpasar (Antara Bali) - Perwakilan warga Pemecutan Kaja, Kota Denpasar, mengadukan dugaan kasus kecurangan yang terjadi pada pemilihan kepala desa setempat ke Ombudsman RI Perwakilan Bali, meskipun kades yang dipermasalahkan sudah dilantik, Senin (11/11).
"Kami mengadukan ini ke Ombudsman, bukan persoalan kalah dan menang, tetapi ingin kecurangan yang terjadi dituntaskan sesuai dengan aturan yang ada," kata Anak Agung Kartika Putra, perwakilan warga Desa Pemecutan Kaja saat mengadukan hal itu ke Ombudsman di Denpasar, Kamis.
Dengan didampingi sejumlah tokoh masyarakat Pemecutan, dia menyatakan belum menndapatkan rasa keadilan setelah mengadukan dugaan kasus kecurangan itu ke DPRD dan Pemerintah Kota Denpasar.
"Mudah-mudahan dengan pengaduan ke Ombudsman ini bisa mengungkap tabir yang terjadi pada pilkades di Pemecutan Kaja. Kami bukan membesar-besarkan masalah, tetapi tujuan utamanya agar masalah kecurangan dituntaskan. Hukum harus menjadi panglima," ujarnya.
Ia juga menyayangkan sikap Ketua dan anggota DPRD Denpasar yang tidak mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan kasus Pemecutan Kaja padahal mereka sudah menjanjikan kepada warga ketika menyampaikan aspirasi ke gedung legislatif Denpasar pada Kamis (7/11).
"Ketua DPRD Denpasar saat itu berjanji akan memanggil pihak-pihak terkait karena dikatakannya baru mendengar aspirasi sepihak. Namun, buktinya sampai hari ini belum ada tanda-tanda penyelesaian masalah. Kecurangan kok tidak ditindaklanjuti, ada apa ini?" tanyanya.
Agung Kartika juga menilai Pemerintah Kota Denpasar tidak memperhatikan aspirasi warga karena faktanya Anak Agung Arwata selaku kades terpilih yang bermasalah tetap dilantik bersama 22 kades yang lainnya.
"Pada undangan pelantikan dari Pemkot Denpasar yang mencantumkan pelantikan untuk 22 kepala desa, sebelumnya kami anggap pemerintah sudah menindaklanjuti persoalan Pemecutan, namun faktanya sudah dilantik berarti kami tidak diperhatikan," katanya.
Ia mengkhawatirkan jika persoalan ini tidak dituntaskan, maka jalannya pemerintahan di Pemecutan Kaja juga akan bermasalah dan berdampak sosial karena diawali dari proses yang penuh persoalan.
Pengaduan warga Pemecutan Kaja itu kepada Ombudsman RI Perwakilan Bali, juga dibarengi dengan pelaporan secara tertulis yang disampaikan Ida Ayu Ramasari, calon kepala desa nomor urut 3 dari Pemecutan Kaja pada pilkades yang digelar 27 Oktober 2013.
Ramasari berharap Kepada Ombudsman RI Perwakilan Bali dapat menindaklanjuti keluhan masyarakat Desa Pemecutan Kaja serta.panitia pemilihan kades dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Pemecutan Kaja dapat menanggapi keberatannya.
"Saya berharap panitia dan BPD dapat menggunakan kewenangan sesuai dengan Perda Kota Denpasar No 3 tahun 2007 Tentang Pemilihan Kepala Desa khususnya pasal 6 ayat b dan c, yang isinya menetapkan pencabutan status calon yang dipilih berkenaan dengan pelanggaran tata tertib dan menetapkan pembatalan pemilihan berkenaan dengan tata tertib pemilihan," ucapnya.
Ramasari mengaku sebelumnya sudah menyampaikan keberatan pada Wali Kota Denpasar dan juga melaporkan kasus itu kepada kepolisian. Ia menyayangkan surat keputusan (SK) dari BPD terkait pemenang pilkades tetap terbit tanpa ada pleno.
Sementara itu Asisten Ombudsman RI Perwakilan Bali Bidang Pencegahan Ni Nyoman Sri Widhiyanti yang menerima pengaduan dan pelaporan tersebut mengatakan akan mempelajari substansi laporan yang masuk, apakah ada maladministrasi dan masuk dalam kewenangan penyelesaian Ombudsman.
"Jika masuk dugaan maladministrasi, maka tindak lanjut dari Ombudsman bisa dalam bentuk klarifikasi tertulis ataupun lisan, konsiliasi dan mediasi jika para pihak menyepakati. Kalau tidak bisa juga, baru Ombudsman mengeluarkan rekomendasi," katanya.
Sri mendorong supaya DPRD dan Pemkot Denpasar dapat duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan Pemecutan Kaja. Menurut dia, mediasi tidak hanya inisiatif dari Ombudsman, tetapi bisa juga datang dari DPRD dan Pemkot Denpasar, yang penting ada keinginan untuk menyelesaikan.
Ia juga menyoroti Perda Pemilihan Kepala Desa yang tidak mengatur mengenai mekanisme pengawasan, pengaduan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam pilkades.
Kisruh pilkades di Pemecutan Kaja diantaranya diduga ada kecurangan karena ada pemilih di bawah umur, pemilih mencoblos lebih dari tiga kali, hingga tukang parkir yang bukan merupakan warga banjar (dusun) juga ikut mencoblos. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Kami mengadukan ini ke Ombudsman, bukan persoalan kalah dan menang, tetapi ingin kecurangan yang terjadi dituntaskan sesuai dengan aturan yang ada," kata Anak Agung Kartika Putra, perwakilan warga Desa Pemecutan Kaja saat mengadukan hal itu ke Ombudsman di Denpasar, Kamis.
Dengan didampingi sejumlah tokoh masyarakat Pemecutan, dia menyatakan belum menndapatkan rasa keadilan setelah mengadukan dugaan kasus kecurangan itu ke DPRD dan Pemerintah Kota Denpasar.
"Mudah-mudahan dengan pengaduan ke Ombudsman ini bisa mengungkap tabir yang terjadi pada pilkades di Pemecutan Kaja. Kami bukan membesar-besarkan masalah, tetapi tujuan utamanya agar masalah kecurangan dituntaskan. Hukum harus menjadi panglima," ujarnya.
Ia juga menyayangkan sikap Ketua dan anggota DPRD Denpasar yang tidak mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan kasus Pemecutan Kaja padahal mereka sudah menjanjikan kepada warga ketika menyampaikan aspirasi ke gedung legislatif Denpasar pada Kamis (7/11).
"Ketua DPRD Denpasar saat itu berjanji akan memanggil pihak-pihak terkait karena dikatakannya baru mendengar aspirasi sepihak. Namun, buktinya sampai hari ini belum ada tanda-tanda penyelesaian masalah. Kecurangan kok tidak ditindaklanjuti, ada apa ini?" tanyanya.
Agung Kartika juga menilai Pemerintah Kota Denpasar tidak memperhatikan aspirasi warga karena faktanya Anak Agung Arwata selaku kades terpilih yang bermasalah tetap dilantik bersama 22 kades yang lainnya.
"Pada undangan pelantikan dari Pemkot Denpasar yang mencantumkan pelantikan untuk 22 kepala desa, sebelumnya kami anggap pemerintah sudah menindaklanjuti persoalan Pemecutan, namun faktanya sudah dilantik berarti kami tidak diperhatikan," katanya.
Ia mengkhawatirkan jika persoalan ini tidak dituntaskan, maka jalannya pemerintahan di Pemecutan Kaja juga akan bermasalah dan berdampak sosial karena diawali dari proses yang penuh persoalan.
Pengaduan warga Pemecutan Kaja itu kepada Ombudsman RI Perwakilan Bali, juga dibarengi dengan pelaporan secara tertulis yang disampaikan Ida Ayu Ramasari, calon kepala desa nomor urut 3 dari Pemecutan Kaja pada pilkades yang digelar 27 Oktober 2013.
Ramasari berharap Kepada Ombudsman RI Perwakilan Bali dapat menindaklanjuti keluhan masyarakat Desa Pemecutan Kaja serta.panitia pemilihan kades dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Pemecutan Kaja dapat menanggapi keberatannya.
"Saya berharap panitia dan BPD dapat menggunakan kewenangan sesuai dengan Perda Kota Denpasar No 3 tahun 2007 Tentang Pemilihan Kepala Desa khususnya pasal 6 ayat b dan c, yang isinya menetapkan pencabutan status calon yang dipilih berkenaan dengan pelanggaran tata tertib dan menetapkan pembatalan pemilihan berkenaan dengan tata tertib pemilihan," ucapnya.
Ramasari mengaku sebelumnya sudah menyampaikan keberatan pada Wali Kota Denpasar dan juga melaporkan kasus itu kepada kepolisian. Ia menyayangkan surat keputusan (SK) dari BPD terkait pemenang pilkades tetap terbit tanpa ada pleno.
Sementara itu Asisten Ombudsman RI Perwakilan Bali Bidang Pencegahan Ni Nyoman Sri Widhiyanti yang menerima pengaduan dan pelaporan tersebut mengatakan akan mempelajari substansi laporan yang masuk, apakah ada maladministrasi dan masuk dalam kewenangan penyelesaian Ombudsman.
"Jika masuk dugaan maladministrasi, maka tindak lanjut dari Ombudsman bisa dalam bentuk klarifikasi tertulis ataupun lisan, konsiliasi dan mediasi jika para pihak menyepakati. Kalau tidak bisa juga, baru Ombudsman mengeluarkan rekomendasi," katanya.
Sri mendorong supaya DPRD dan Pemkot Denpasar dapat duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan Pemecutan Kaja. Menurut dia, mediasi tidak hanya inisiatif dari Ombudsman, tetapi bisa juga datang dari DPRD dan Pemkot Denpasar, yang penting ada keinginan untuk menyelesaikan.
Ia juga menyoroti Perda Pemilihan Kepala Desa yang tidak mengatur mengenai mekanisme pengawasan, pengaduan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam pilkades.
Kisruh pilkades di Pemecutan Kaja diantaranya diduga ada kecurangan karena ada pemilih di bawah umur, pemilih mencoblos lebih dari tiga kali, hingga tukang parkir yang bukan merupakan warga banjar (dusun) juga ikut mencoblos. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013