Pontianak (Antara Bali) - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Barat, Siti Chadidjah Kaniawati menyatakan, tewasnya satu orangutan (pongo pygmaeus) di dekat areal perkebunan kelapa sawit di kawasan Jalan Panca Bhakti, Siantan, diduga disembelih.
"Menurut pengakuan tersangka saat dilakukan pemeriksaan, orangutan itu masih hidup saat disembelih, dalam artian saat dipotong anggota tubuhnya masih bergerak," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Barat, Siti Chadidjah Kaniawati di Pontianak, Jumat.
Berdasarkan berita sebelumnya, pada Minggu (3/11), orangutan itu ditembak oleh Ju. Ju mengira orangutan tersebut rusa yang sedang berlindung di semak-semak, dan langsung ditembaknya.
Menurut pengakuan tersangka Hn dan Ju yang berperan sebagai penyembelih orangutan itu, menyatakan orangutan tersebut masih hidup saat di sembelih. "Dalam pemberitaan sebelumnya, orangutan itu ditembak karena dikira rusa juga tidak benar, setelah kedua tersangka itu dilakukan pemeriksaan," kata Siti.
Siti menjelaskan, peran Ju sebagai penyembelih orangutan tersebut, Hn berperan memegang orangutan tersebut saat disembelih, sementara Lm yang statusnya sebagai saksi hanya memiliki bagian tubuh dari orangutan itu.
"Kedua tersangka saat ini sudah dititipkan di Rumah Tahanan Kelas II A Pontianak sambil menunggu proses hukum selanjutnya," kata Siti.
Siti menambahkan, orangutan itu sendiri kondisinya memang sudah lemah. Rahang di bagian kanannya pecah. Menurut dia, ada dua kemungkinan. Pertama, saat tiba di lokasi, orangutan tersebut sudah kesakitan. Kedua, sebelumnya, orangutan itu sudah sempat kontak fisik dengan orangutan lain.
Ia melanjutkan, setelah disembelih, daging orangutan itu dimasak oleh tersangka. Kedua tersangka dikenakan pasal 21 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 40 dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta.
Dalam kesempatan itu, Kepala BKSD menyayangkan, hingga terjadi kasus penyembelihan orangutan tersebut. "Seharusnya mereka mengetahui karena baca dan melihat di televisi bahwa membunuh orangutan salah, apalagi Ju berpendidikan, yakni sarjana pendidikan," ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak keluarga tersangka mendatangi Kantor BKSDA Provinsi Kalbar di Jalan Ahmad Yani Pontianak, guna menjeguk dan ingin berdialog dengan pihak penyidik kasus itu, dan tidak ada satupun pihak keluarga yang bersedia diminta keterangan sebelum pertemuan itu bisa terwujud. (*/DWA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Menurut pengakuan tersangka saat dilakukan pemeriksaan, orangutan itu masih hidup saat disembelih, dalam artian saat dipotong anggota tubuhnya masih bergerak," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Barat, Siti Chadidjah Kaniawati di Pontianak, Jumat.
Berdasarkan berita sebelumnya, pada Minggu (3/11), orangutan itu ditembak oleh Ju. Ju mengira orangutan tersebut rusa yang sedang berlindung di semak-semak, dan langsung ditembaknya.
Menurut pengakuan tersangka Hn dan Ju yang berperan sebagai penyembelih orangutan itu, menyatakan orangutan tersebut masih hidup saat di sembelih. "Dalam pemberitaan sebelumnya, orangutan itu ditembak karena dikira rusa juga tidak benar, setelah kedua tersangka itu dilakukan pemeriksaan," kata Siti.
Siti menjelaskan, peran Ju sebagai penyembelih orangutan tersebut, Hn berperan memegang orangutan tersebut saat disembelih, sementara Lm yang statusnya sebagai saksi hanya memiliki bagian tubuh dari orangutan itu.
"Kedua tersangka saat ini sudah dititipkan di Rumah Tahanan Kelas II A Pontianak sambil menunggu proses hukum selanjutnya," kata Siti.
Siti menambahkan, orangutan itu sendiri kondisinya memang sudah lemah. Rahang di bagian kanannya pecah. Menurut dia, ada dua kemungkinan. Pertama, saat tiba di lokasi, orangutan tersebut sudah kesakitan. Kedua, sebelumnya, orangutan itu sudah sempat kontak fisik dengan orangutan lain.
Ia melanjutkan, setelah disembelih, daging orangutan itu dimasak oleh tersangka. Kedua tersangka dikenakan pasal 21 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 40 dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta.
Dalam kesempatan itu, Kepala BKSD menyayangkan, hingga terjadi kasus penyembelihan orangutan tersebut. "Seharusnya mereka mengetahui karena baca dan melihat di televisi bahwa membunuh orangutan salah, apalagi Ju berpendidikan, yakni sarjana pendidikan," ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak keluarga tersangka mendatangi Kantor BKSDA Provinsi Kalbar di Jalan Ahmad Yani Pontianak, guna menjeguk dan ingin berdialog dengan pihak penyidik kasus itu, dan tidak ada satupun pihak keluarga yang bersedia diminta keterangan sebelum pertemuan itu bisa terwujud. (*/DWA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013