Nusa Penida sebuah pulau yang terpisah dengan daratan Bali, yang lokasinya berjejer dengan Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Lembongan secara administratif masuk wilayah Kabupaten Klungkung.

Untuk menjangkau ketiga pulau itu dapat menggunakan perahu motor atau kapal dari Pelabuhan Padangbai, Kabupaten Karangasem, Pelabuhan Benoa maupun Pantai Sanur, Kota Denpasar.

Proyek percontohan pemurnian sapi Bali yang didukung dana dari Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian sebesar Rp5 miliar itu didasarkan atas berbagai pertimbangan, antara lain Nusa Penida selama ini bebas dari berbagai jenis penyakit ternak.

Penyakit jembrana yang menyerang ternak sapi, penyakit ngorok dan SE pada babi, rabies akibat gigitan anjing serta flu burung pada ternak ayam sama sekali tidak pernah ditemukan Pulau Nusa Penida, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung.

Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian Ir Syukur Iwantoro menjelaskan, pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian mengalokasikan dana Rp5 miliar untuk pemurnian sapi Bali di Nusa Penida.

Pemurnian itu meliputi pengembangan dan pembudidayaan sapi Bali yang dilakukan bersamaan dengan dua jenis pengembangan sapi lainnya di Indonesia sapi di Pulau Madura, Jawa timur dan sapi di Pulau Raya, Provinsi Aceh.

Seusai tampil sebagai pembicara pada Seminar Nasional Peran Sapi Bali Dalam mewujudkan Swasembada Daging Nasional yang berkelanjutan" yang digelar Pusat Kajian Sapi Bali Universitas Udayana pada Selasa (24/9) Dirjen Syukur Iwantoro menambahkan, pemurniaan sapi bali itu menggunakan teknologi maju, pendampingan dari Universitas Udayana dan kelompok ternak.

Pusat kajian sapi Bali Universitas Udayana sekaligus diberikan kepercayaan melakukan sertifikasi terhadap ternak sapi hasil pengembangiakan tersebut. Lewat program pemurniaan sapi bali itu Nusa Penida yang selama ini dikenal sebagai daerah kritis yang kesulitan air terutama pada musim kemarau harus segera upayakan pemecahan.

Pemecahan itu antara lain dengan membangun cubang, bak penampungan air hujan, penyediaan pakan ternak dengan harapan mampu memudahkan petani dalam proses pengembangan dan pembudidayaan ternak sapi Bali.



Terdaftar di FAO

Sapi Bali yang populasinya sekitar sekitar 4,7 juta ekor menyebar di berbagai daerah di Indonesia atau 30 persen dari total 14,1 juta ekor populasi sapi di Tanah Air.

Ternak piaraan masyarakat itu memiliki kekhasan dibanding jenis sapi lainnya, karena dagingnya rasa gurih dan empuk. Sapi Bali khususnya yang ada di Pulau Dewata tercatat satu-satunya sumber plasmanutfah yang menjadi aset nasional.

Sapi Bali dari segi kualitas daging hampir setara dengan daging impor seperti limosin dan brahman yang terkenal kenyal dan gurih. Untuk itu Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani bidang pangan (FAO) sudah mendaftarkan sapi Bali sebagai sumber plasmanutfah aset Indonesia sehingga tidak ada kekhawatiran diklaim oleh negara lain.

Untuk itu perlu terobosan pengembangan sapi Bali di berbagai daerah di Indonesia itu dan menekan sedini mungkin penyakit Jembrana yang menyerang ternak sapi tersebut, harap Dirjen Syukur Iwantoro.

Namun ia mengkhawatirkan, penyelundupan sapi Bali dari Pulau Dewata ke sejumlah daerah di Indonesia hingga sekarang masih terjadi tidak kurang dari 3.000-7.000 ekor per bulan.

Perdagangan sapi tanpa dilengkapi dokumen resmi itu mulai dari sapi bibit, sapi betina (induk) hingga sapi yang siap dipotong, sehingga akan merugikan banyak pihak, termasuk pemerintah Provinsi Bali, khusus Dinas Peternakan dalam mengontrolkan populasi sapi.

Selain itu secara tidak langsung ikut menyebarkan penyakit jembrana yang menyerang ternak sapi di luar Bali, disamping upaya memperbaiki genetik sapi bali tidak dapat dilakukan secara maksimal, karena sapi-sapi yang bermutu ikut diselundupkan.

Populasi sapi dan kerbau di Bali hasil sensus pertanian (SP) 2013 merosot 161,087 ekor dari 639.793 ekor hasil pendataan 2011 menjadi hanya 478.706 ekor pada 1 Mei 2013.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali Putu Sumantra menjelaskan, dalam mengatasi masalah tersebut telah melayangkan surat untuk mohon bantuan kepada Pangdam IX Udayana dan Kapolda Bali untuk mengatasi penyelundupan sapi tersebut.

Khusus penyakit jembrana yang menyerang ternak sapi bali di Pulau Dewata selama ini dapat ditekan sekecil mungkin, karena hampir tidak ada sapi bali di daerah ini yang terserang penyakit jembrana.

Pengembangan sapi bali dilakukan secara maksimal melalui sistem pertanian terintegrasi (Simantri) yang khusus memproduksi bibit sapi bali untuk selanjutkan dibesar disamping pengembangan melalui penyaluran kredit perbankan.

Kredit perbankan yang telah disalurkan untuk pengembangan ternak sapi bali mencapai sekitar Rp23 miliar, jelas Putu Sumantra.



Tidak perlu galau

Dirjen Peternakan Syukur Iwantoro juga mengingatkan para akademisi dan peneliti untuk tidak galau terhadap turunnya populasi sapi dan kerbau hasil sensus pertanian 2013, karena pencatatan ternak secara lengkap itu dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali.

Dalam kurun waktu sepuluh tahun dari 2003 ke 2013 populasi sapi dan kerbau meningkat dari 12 juta ekor menjadi 14,1 juta ekor. Namun populasi sapi di berbagai daerah di Indonesia pada tahun 2011 tercatat 14 juta ekor meningkat menjadi 16 juta ekor pada tahun 2012.

Populasi tersebut berdasarkan hasil sensus pertanian 2013 menurun menjadi 14,2 juta ekor, itu jika dibanding tahun 2003 menunjukkan telah terjadinya peningkatan, sehingga penurunan hasil sensus pertanian tidak terlalu mengkhawatirkan.

Populasi sapi sebanyak itu mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat akan daging sapi sebanyak 2,1 kg kapita pertahun untuk penduduk Indonesia sekitar 242 juta jiwa.

Namun berdasarkan hasil sensus nasional, penduduk Indonesia yang mengkonsumsi daging sapi secara berkesinambungan hanya 16 persen atau sekitar 35 juta jiwa dari total penduduk Indonesia, bahkan Bali yang dikenal sebagai daerah penghasil sapi Bali masyarakatnya hanya mengkonsumsi 0,3 kg per orang setahun.

"Dengan demikian masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi daging khusus bagi 16 persen itu rata-rata 13,9 kg kapita/tahun lebih tinggi dari konsumsi masyarakat Malaysia," ujar Dirjen Syukur Iwantoro.

Demikian pula masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi daging ayam hanya 62 persen dari penduduk Indonesia atau sekitar 145 juta jiwa sehingga tingkat konsumsinya mencapai 7,6 kg per orang dalam setahun juga lebih tinggi dari masyarakat Myamar.

Dengan demikian swasembada daging dalam tahun 2014 diharapkan dapat tercapai dengan dukungan dari semua elemen masyarakat, harap Dirjen Syukur Iwantoro. (WRA) 

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gede Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013