Kabupaten Badung, merupakan pusat pengembangan kepariwisataan di Bali, karena hotel-hotel berbindang, restoran dan fasilitas pendukung lainnya ada di wilayah yang pendapatan asli daerahnya atau PAD-nya terbesar di Pulau Dewata.

Meskipun hotel dan restoran berjejer di sepanjang kawasan Nusa Dua, Jimbaran, Kuta dan Legian, namun Kabupaten Badung itu masih memiliki hamparan lahan yang luas untuk mengembangkan sektor pertanian yakni di Badung Tengah (Mengwi) dan Badung utara (Petang).

Dengan demikian Badung yang menjadi pusat pengembangan kepariwisataan itu masih sanggup menyabet penghargaan peningkatan produksi beras nasional (P2BN) dari pemerintah pusat, tutur Bupati Badung Anak Agung Gede Agung yang memberikan apresiasi terhadap hasil sensus pertanian 2013.

Tokoh Puri Mengwi itu menilai, hasil pelaksanaan sensus pertanian yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei lalu itu menjadi sangat penting sebagai bahan evaluasi dan perencanaan pembangunan pada masa-masa mendatang, sekaligus mendorong pengembangan sektor pertanian.

Pemkab Badung memberikan penghargaan kepada petani melalui keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB), terutama di kawasan jalur hijau. Petani di kawasan jalur hijau tidak lagi membayar PBB, sedangkan sawah di tempat lainnya diberikan keringanan 30 persen.

Sementara lahan pertanian yang sudah beralih fungsi pajaknya dikenakan 100 persen, bahkan sejak tahun 2005 alih fungsi lahan pertanian di daerah itu mencapai 100 hektare setiap tahun.

Namun berkat kerja keras dan kerja sama dengan semua pihak alih fungsi lahan dapat ditekan hingga sepuluh hektare per tahunnya dan hingga sekarang tetap melakukan ekstensifikasi pertanian.

Khusus pertanian di wilayah Badung utara yang meliputi Kecamatan Petang, khususnya Desa Pelaga dilaksanakan `satu desa satu peroduk atau produk atau OVOP (one village one product) dengan komoditi unggulan asparagus.

Pengembangan sayur mayur kualitas terbaik itu mampu mengangkat pendapatan dan tingkat kesejahteraan petani, sekaligus memenuhi kebutuhan hotel yang bertebaran di wilayah Badung selatan.

"Melalui program OVOP mampu meraih penghargaan penggiat OVOP dari pemerintah pusat tahun 2012 sekaligus asparagus yang dihasilkan mutunya terbaik di Indonesia," tutur Kepala Dinas Koperasi UKM Perindag Kabupaten Badung I Ketut Karpiana.

Asparagus merupakan salah satu jenis sayur mayur yang memiliki khasiat kesehatan yang tinggi. Tidak salah kalau masyarakat yang mengerti kesehatan selalu mengkonsumsi aspragus, meskipun harganya relatif tinggi yakni Rp35.000/kg.

Pengembangan jenis sayur mayur itu mencapai 45 hektare, yang produksinya banyak diserap kalangan hotel dan pusat perbelanjaan, disamping ekspor.

Bahkan petani setempat telah menghimpun diri dalam wadah koperasi yang siap bermitra dan membina petani dalam mengembangkan asparagus, tutur Ketua Koperasi Tani Mertanadi Pelaga Ketut Sandi.

Petani yang membudidayakan asparagus pada lahan seluas sepuluh are (1.000 meter persegi) setiap bulannya bisa menghasilkan Rp2,3 juta atau rata-rata Rp230.000 per are setiap bulan.

Pengembangan asparagus pada lahan sepuluh are itu pada awalnya membutuhkan investasi antara Rp18 juta hingga Rp 21 juta dengan masa panen selama delapan tahun, disamping setiap bulannya membutuhkan dana perawatan sekitar Rp5 juta.

Berdasarkan hasil perhitungan, petani yang mengembangkan asparagus secara intensif itu investasi yang ditanam sudah bisa dikembangkan pada tahun pertama atau tahun kedua.

Dengan demikian selama enam tahun tinggal merawat sambil menikmati hasilan yang lumayan besar, sehingga pengembangan asparagus itu sangat menjanjikan. Petani bisa memanfaatkan modal dari koperasi dengan bunga ringan, setelah tanaman berumur enam bulan sudah bisa dipanen, sekaligus memulai mencicil hutang yang digunakan untuk investasi.

"Semakin baik kualitas asparagus semakin mahal harganya." tutur Ketut Sandi yang memfasilitasi kepentingan petani termasuk dalam penyaluran produksi.

I Made Artana, seorang petani asparagus menjelaskan, proses budi daya dari bibit bijian hingga penyemaian membutuhkan waktu selama tiga bulan. Setelah itu bibit siap ditanam di tanah.

Selama enam bulan perawatan selanjutnya sudah mulai bisa dipanen, jika dihitung dalam setahun lahan seluas sepuluh are itu menghasilkan sedikit 30 juta sehingga investasi yang ditanam bisa kembali pada tahun pertama atau kedua.

Pengembangan asparagus itu seluruhnya menggunakan pupuk organik yang berimbang disamping persediaan air yang tidak begitu banyak untuk penyiraman.



Tim Bapenas

Tim Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bapenas) yang dipimpin Leonardo Sambodo pada Mei lalu sempat meninjau "One Village One Product" (OVOP) Asparagus Desa Plaga, Badung utara tersebut.

Kunjungan tim yang diantar Kepala Dinas Koperasi UKM Perindag Kabupaten Badung I Ketut Karpiana bertujuan untuk mengecek program Kementerian Koperasi dan UKM terkait dengan bantuan pusat untuk mendukung pengelola OVOP.

Tim Bappenas melihat secara langsung aktivitas Koperasi Tani Mertanadi dalam mengumpulkan produk OVOP dari petani berupa sayuran selain asparagus juga terong ungu, brokoli, pare putih dan tomat.

Demikian pula meninjau usaha pembibitan dan perkebunan asparagus. Leonardo Sambodo memberikan apresiasi terhadap perkembangan sektor pertanian di Badung Utara, khususnya menyangkut asparagus.

Pihaknya yakin dana bantuan yang diterima dari pemerintah pusat sudah dimanfaatkan dengan baik oleh Koperasi Tani Mertanadi. Hal itu dapat dilihat dari aktivitas koperasi yang begitu tinggi dan pemasaran hasil produksi hingga sampai ke luar negeri.

Untuk itu pengembangan komoditi pertanian asparagus dan sayur mayur dapat lebih diintensifkan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang sangat luas sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pertanian asparagus Plaga sangat menjanjikan bagi masyarakat, mengingat permintaan asparagus dari konsumen cukup besar dan harganyapun tinggi, sehingga petani sangat bergairah. (LHS)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : Ni Luh Rhismawati


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013