Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mendorong tiap desa adat membentuk pararem atau aturan teknis dalam mengantisipasi kekerasan seksual.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Nayaka MDA Bali Prof Anak Agung Istri Ari Atu Dewi di Denpasar, Rabu, menyikapi hadirnya program pelatihan anti kekerasan seksual yang dibuat swasta.
“Kami inisiasi itu (pararem anti kekerasan seksual), baru beberapa desa yang memiliki aturan perlindungan anak dan perempuan tapi kami tetap inisiasi bahwa desa adat pun tidak diam dalam hal kekerasan seksual,” kata dia.
Menurut dia, bukan tidak mungkin desa adat memiliki aturan untuk mengantisipasi atau memberi bantuan terhadap korban, apalagi mengingat korban kekerasan seksual juga kerap kali adalah warga adat.
Baca juga: Kampanye RajegBali perkenalkan wisata otentik berprinsip keberlanjutan
Agung Ari Atu mengatakan sebagai majelis desa adat mereka dapat memberikan arahan dan masukan ke desa adat terkait perumusan pararem ini.
Lebih jauh, hadirnya peran swasta dan lembaga sosial non profit bisa dijadikan pelajaran atau langkah kolaborasi dalam memerangi kasus kekerasan seksual.
“Ini seperti fenomena gunung es, hanya kecil kelihatan di permukaan padahal di bawah itu banyak masalah, kita lihat di Bali banyak terjadi kekerasan seksual, masyarakat adat sering mendapat kekerasan seksual, jadi kegiatan ini termasuk partisipasi masyarakat,” ujarnya.
Head of Regional Corporate Affairs Gojek Wilayah Jatim, Bali, Nusra I Gde Armyn Gita mengatakan pihaknya sengaja menggelar pelatihan untuk menekan risiko kasus yang bisa dialami mitra dan pelanggan mereka.
Baca juga: MDA Bali: Desa adat bisa buat aturan main layangan
Dengan jumlah pengemudi mereka yang besar di Bali, menurut Armyn mereka dapat menjadi agen perubahan yang membantu menciptakan ruang publik yang aman.
“Mereka dibekali materi pelatihan pengenalan jenis-jenis kekerasan seksual, langkah-langkah bantuan yang bisa diberikan saat melihat kekerasan seksual, hingga proses pelaporan serta pengetahuan terkait Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Nomor 12 Tahun 2022,” ujarnya.
Di Kantor MDA Bali, puluhan pengemudi dikumpulkan untuk mendapat pelatihan, sehingga diharapkan membantu pemerintah memerangi kekerasan seksual, juga membantu adat karena belum ada pararem yang mengatur.
Selain diedukasi, perusahaan rintisan itu mengenalkan teknologi keamanan dan proteksi yang dapat dijadikan opsi dalam mengantisipasi kekerasan seksual.
Armyn menjelaskan di aplikasi mereka terdapat fitur verifikasi muka pengemudi dan penyamaran nomor telepon, selain itu pelanggan dapat memanfaatkan fitur bagikan perjalanan untuk mempermudah kerabat memantau perjalanan, serta fitur tombol darurat-terhubung dengan unit darurat Gojek.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Nayaka MDA Bali Prof Anak Agung Istri Ari Atu Dewi di Denpasar, Rabu, menyikapi hadirnya program pelatihan anti kekerasan seksual yang dibuat swasta.
“Kami inisiasi itu (pararem anti kekerasan seksual), baru beberapa desa yang memiliki aturan perlindungan anak dan perempuan tapi kami tetap inisiasi bahwa desa adat pun tidak diam dalam hal kekerasan seksual,” kata dia.
Menurut dia, bukan tidak mungkin desa adat memiliki aturan untuk mengantisipasi atau memberi bantuan terhadap korban, apalagi mengingat korban kekerasan seksual juga kerap kali adalah warga adat.
Baca juga: Kampanye RajegBali perkenalkan wisata otentik berprinsip keberlanjutan
Agung Ari Atu mengatakan sebagai majelis desa adat mereka dapat memberikan arahan dan masukan ke desa adat terkait perumusan pararem ini.
Lebih jauh, hadirnya peran swasta dan lembaga sosial non profit bisa dijadikan pelajaran atau langkah kolaborasi dalam memerangi kasus kekerasan seksual.
“Ini seperti fenomena gunung es, hanya kecil kelihatan di permukaan padahal di bawah itu banyak masalah, kita lihat di Bali banyak terjadi kekerasan seksual, masyarakat adat sering mendapat kekerasan seksual, jadi kegiatan ini termasuk partisipasi masyarakat,” ujarnya.
Head of Regional Corporate Affairs Gojek Wilayah Jatim, Bali, Nusra I Gde Armyn Gita mengatakan pihaknya sengaja menggelar pelatihan untuk menekan risiko kasus yang bisa dialami mitra dan pelanggan mereka.
Baca juga: MDA Bali: Desa adat bisa buat aturan main layangan
Dengan jumlah pengemudi mereka yang besar di Bali, menurut Armyn mereka dapat menjadi agen perubahan yang membantu menciptakan ruang publik yang aman.
“Mereka dibekali materi pelatihan pengenalan jenis-jenis kekerasan seksual, langkah-langkah bantuan yang bisa diberikan saat melihat kekerasan seksual, hingga proses pelaporan serta pengetahuan terkait Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Nomor 12 Tahun 2022,” ujarnya.
Di Kantor MDA Bali, puluhan pengemudi dikumpulkan untuk mendapat pelatihan, sehingga diharapkan membantu pemerintah memerangi kekerasan seksual, juga membantu adat karena belum ada pararem yang mengatur.
Selain diedukasi, perusahaan rintisan itu mengenalkan teknologi keamanan dan proteksi yang dapat dijadikan opsi dalam mengantisipasi kekerasan seksual.
Armyn menjelaskan di aplikasi mereka terdapat fitur verifikasi muka pengemudi dan penyamaran nomor telepon, selain itu pelanggan dapat memanfaatkan fitur bagikan perjalanan untuk mempermudah kerabat memantau perjalanan, serta fitur tombol darurat-terhubung dengan unit darurat Gojek.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024