Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) saat meninjau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kesiman Kertalangu di Bali memberi contoh pengelolaan sampah di Kota Surabaya sebagai opsi yang dapat ditiru.
“Kalau kita mau melihat sistem kapasitas besar, misalnya Surabaya. Surabaya sudah ada pengubahan sampah jadi energi, kapasitas 1.000 ton per hari, menghasilkan 9 mega watt dan itu sudah sejak tahun 2021 sampai sekarang,” kata Direktur Penanganan Sampah KLH Novrizal Tahar di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan hal itu salah satu pilihan sebagai metode pengolahan sampah yang permanen, masif, dan berkapasitas besar, bahkan tidak perlu belajar ke Singapura sebab Surabaya sudah cukup baik.
“Kita juga kalau ke landfill (TPA Suwung) lagi, kita tidak akan punya lahan besar di Bali ini sehingga memang perlu sistem yang seperti itu,” ujarnya.
KLH mencatat selain Surabaya, ada beberapa daerah seperti Banyumas juga punya sistem pengolahan sampah yang bagus, namun untuk Bali contoh yang baik harus disesuaikan dengan kondisi sosial dan kultur yang berpotensi mempengaruhi operasional.
Selama ini di TPST di Bali yaitu di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung menggunakan teknologi dan sistem yang mengubah sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF). Novrizal melihat kemungkinan penyebab tidak berjalan baiknya pengolahan sampah di Bali karena sistem ini.
“Kalau RDF itu harus ada offtaker-nya, offtaker RDF itu ada semen, PLTU, industri smelter, industri pengecoran logam, industri pupuk, dan industri kertas, kita keenam-enamnya tidak ada di Bali ini,” kata dia.
Oleh sebab itu KLH meminta pemerintah kota (pemkot) segera mengevaluasi dan mengkaji sistem pengolahan sampah yang tepat di Bali. “Jadi mungkin kita perlu juga berpikir teknologi yang tepat nanti apa, bisa juga mungkin teknologi material recovery facility misalnya,” ucap Noovizal.
Selain itu KLH tetap mendorong pemilahan sampah di hulu. Ia mengingatkan Bali memiliki TPS3R dan eco Bali, sehingga sebelum diolah di TPST dapat dipilah terlebih dahulu demi menjaga kebersihan Bali dan pariwisatanya.
“Kuncinya kan harus memilah dulu, ini berbagai hal sebenarnya. Bali juga sudah jalan sebenarnya pengelolaan sampah, gerakan-gerakan masyarakat social entrepreneur, TPS3R, cuma memang belum menyelesaikan secara keseluruhan persoalan, kombinasi semua harus kita lakukan untuk Bali,” kata Novrizal.
Baca juga: Kementerian Lingkungan Hidup godok regulasi sampah hotel restoran tak dibawa ke TPA
Baca juga: Berhenti beroperasi, KLH kaji sistem pengolahan sampah yang tepat di TPST Kertalangu
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
“Kalau kita mau melihat sistem kapasitas besar, misalnya Surabaya. Surabaya sudah ada pengubahan sampah jadi energi, kapasitas 1.000 ton per hari, menghasilkan 9 mega watt dan itu sudah sejak tahun 2021 sampai sekarang,” kata Direktur Penanganan Sampah KLH Novrizal Tahar di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan hal itu salah satu pilihan sebagai metode pengolahan sampah yang permanen, masif, dan berkapasitas besar, bahkan tidak perlu belajar ke Singapura sebab Surabaya sudah cukup baik.
“Kita juga kalau ke landfill (TPA Suwung) lagi, kita tidak akan punya lahan besar di Bali ini sehingga memang perlu sistem yang seperti itu,” ujarnya.
KLH mencatat selain Surabaya, ada beberapa daerah seperti Banyumas juga punya sistem pengolahan sampah yang bagus, namun untuk Bali contoh yang baik harus disesuaikan dengan kondisi sosial dan kultur yang berpotensi mempengaruhi operasional.
Selama ini di TPST di Bali yaitu di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung menggunakan teknologi dan sistem yang mengubah sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF). Novrizal melihat kemungkinan penyebab tidak berjalan baiknya pengolahan sampah di Bali karena sistem ini.
“Kalau RDF itu harus ada offtaker-nya, offtaker RDF itu ada semen, PLTU, industri smelter, industri pengecoran logam, industri pupuk, dan industri kertas, kita keenam-enamnya tidak ada di Bali ini,” kata dia.
Oleh sebab itu KLH meminta pemerintah kota (pemkot) segera mengevaluasi dan mengkaji sistem pengolahan sampah yang tepat di Bali. “Jadi mungkin kita perlu juga berpikir teknologi yang tepat nanti apa, bisa juga mungkin teknologi material recovery facility misalnya,” ucap Noovizal.
Selain itu KLH tetap mendorong pemilahan sampah di hulu. Ia mengingatkan Bali memiliki TPS3R dan eco Bali, sehingga sebelum diolah di TPST dapat dipilah terlebih dahulu demi menjaga kebersihan Bali dan pariwisatanya.
“Kuncinya kan harus memilah dulu, ini berbagai hal sebenarnya. Bali juga sudah jalan sebenarnya pengelolaan sampah, gerakan-gerakan masyarakat social entrepreneur, TPS3R, cuma memang belum menyelesaikan secara keseluruhan persoalan, kombinasi semua harus kita lakukan untuk Bali,” kata Novrizal.
Baca juga: Kementerian Lingkungan Hidup godok regulasi sampah hotel restoran tak dibawa ke TPA
Baca juga: Berhenti beroperasi, KLH kaji sistem pengolahan sampah yang tepat di TPST Kertalangu
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024