Negara (Antara Bali) - Warga pendatang yang terjaring operasi kependudukan oleh Satpol PP Kabupaten Jembrana, Senin, mengeluhkan belum adanya sosialisasi mengenai Surat Keterangan Penduduk Sementara (SKTS) di wilayah barat Bali tersebut.
"Saya sudah satu tahun tinggal di Desa Penyaringan, sebagai penduduk pendatang (duktang) sejak awal saya sudah melapor ke kepala dusun dan diminta membayar Rp20 ribu per bulan. Selama ini tidak pernah diberitahu atau diingatkan untuk mengurus SKTS," kata Sabar Santoso, warga pendatang asal Kediri, Jawa Timur.
Sabar mengaku, dirinya baru tahu warga pendatang wajib memiliki SKTS, setelah ia diamankan oleh Satpol PP. "Kalau dari awal diperintahkan mengurus SKTS pasti saya lakukan. Saya hanya ingin bekerja dengan tenang, dan tidak menyalahi aturan," ujarnya.
Pengakuan yang sama juga disampaikan Asnah, asal Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang sudah enam tahun bekerja sebagai buruh pengolahan sabut kelapa di Desa Penyaringan. (GBI/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Saya sudah satu tahun tinggal di Desa Penyaringan, sebagai penduduk pendatang (duktang) sejak awal saya sudah melapor ke kepala dusun dan diminta membayar Rp20 ribu per bulan. Selama ini tidak pernah diberitahu atau diingatkan untuk mengurus SKTS," kata Sabar Santoso, warga pendatang asal Kediri, Jawa Timur.
Sabar mengaku, dirinya baru tahu warga pendatang wajib memiliki SKTS, setelah ia diamankan oleh Satpol PP. "Kalau dari awal diperintahkan mengurus SKTS pasti saya lakukan. Saya hanya ingin bekerja dengan tenang, dan tidak menyalahi aturan," ujarnya.
Pengakuan yang sama juga disampaikan Asnah, asal Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang sudah enam tahun bekerja sebagai buruh pengolahan sabut kelapa di Desa Penyaringan. (GBI/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013