Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud) Ni Wayan Sri Sutari mengusulkan agar lebih banyak dikembangkan urban farming atau sistem pertanian di perkotaan dengan memberdayakan lahan-lahan tidur yang ada di Kota Denpasar, Bali.
"Kalau mau konsisten mempertahankan lahan terbuka hijau terbuka, sangat banyak lahan tidur miliki keluarga geria, puri, dan jero (bangsawan) di Kota Denpasar yang bisa dimanfaatkan untuk dijadikan urban farming," kata Sri Sutari di Denpasar, Kamis.
Sri Sutari menuturkan sejak tujuh tahun yang lalu hingga saat ini pihaknya menggandeng petani lokal untuk mengembangkan urban farming dengan memberdayakan lahan-lahan tidur di sejumlah titik di Kota Denpasar.
"Banyak tanaman yang bisa dikembangkan dan tumbuh subur di Denpasar, meski berada di dataran rendah dengan cuaca panas," ucapnya.
Baca juga: Akademisi: Majukan pertanian perkotaan untuk ketahanan pangan
Bersama para petani, Sri Sutari telah berhasil memberdayakan lahan tidur seluas lima hektare di kawasan Sanur dan sekitarnya dengan berbagai tanaman sayuran dan buah-buahan. Selain bercocok tanam di tanah, juga dilakukan secara hidroponik untuk beberapa jenis sayuran.
Beberapa jenis sayuran dan buah yang ditanam seperti bayam, kangkung, pokcoy, pisang, pepaya, kelapa, jahe dan lemon. Ia mengaku bahkan saat pandemi COVID-19, permintaan jahe dan lemon sangat tinggi.
"Hasil urban farming ini juga kami suplai ke swalayan, hotel, restoran, dan kafe-kafe. Apalagi permintaan buah-buahan, terutama pisang, untuk kebutuhan upacara keagamaan di Bali sangat tinggi. Termasuk Warung Akah Sanur yang kami kelola ini juga merupakan hasil dari urban farming," ucap kandidat doktor Unud itu.
Walaupun berada di tengah daerah pariwisata Sanur, Sutari mengatakan tetap konsisten mempertahankan komoditas yang bisa ditanam karena permintaan pasar yang cukup tinggi. "Semua orang butuh makan, maka pertanian tidak akan mati," katanya.
Baca juga: Pemkab Badung tingkatkan ketahanan pangan dengan kebun kota
Sutari mengaku lahan urban farming yang dibina ketika COVID-19 itu banyak yang melirik, karena pelaku pariwisata kala itu banyak yang dirumahkan. Saat itu pihaknya sampai membuat workshop secara daring terkait urban farming, yang selanjutnya juga diisi praktik menanam.
Ke depan ia menargetkan urban farming yang dikelola dengan baik bisa menjadi destinasi pariwisata. Wisatawan yang datang bisa merasakan sensasi memetik langsung produk yang ditanam, bahkan bisa diisi dengan kelas memasak.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
"Kalau mau konsisten mempertahankan lahan terbuka hijau terbuka, sangat banyak lahan tidur miliki keluarga geria, puri, dan jero (bangsawan) di Kota Denpasar yang bisa dimanfaatkan untuk dijadikan urban farming," kata Sri Sutari di Denpasar, Kamis.
Sri Sutari menuturkan sejak tujuh tahun yang lalu hingga saat ini pihaknya menggandeng petani lokal untuk mengembangkan urban farming dengan memberdayakan lahan-lahan tidur di sejumlah titik di Kota Denpasar.
"Banyak tanaman yang bisa dikembangkan dan tumbuh subur di Denpasar, meski berada di dataran rendah dengan cuaca panas," ucapnya.
Baca juga: Akademisi: Majukan pertanian perkotaan untuk ketahanan pangan
Bersama para petani, Sri Sutari telah berhasil memberdayakan lahan tidur seluas lima hektare di kawasan Sanur dan sekitarnya dengan berbagai tanaman sayuran dan buah-buahan. Selain bercocok tanam di tanah, juga dilakukan secara hidroponik untuk beberapa jenis sayuran.
Beberapa jenis sayuran dan buah yang ditanam seperti bayam, kangkung, pokcoy, pisang, pepaya, kelapa, jahe dan lemon. Ia mengaku bahkan saat pandemi COVID-19, permintaan jahe dan lemon sangat tinggi.
"Hasil urban farming ini juga kami suplai ke swalayan, hotel, restoran, dan kafe-kafe. Apalagi permintaan buah-buahan, terutama pisang, untuk kebutuhan upacara keagamaan di Bali sangat tinggi. Termasuk Warung Akah Sanur yang kami kelola ini juga merupakan hasil dari urban farming," ucap kandidat doktor Unud itu.
Walaupun berada di tengah daerah pariwisata Sanur, Sutari mengatakan tetap konsisten mempertahankan komoditas yang bisa ditanam karena permintaan pasar yang cukup tinggi. "Semua orang butuh makan, maka pertanian tidak akan mati," katanya.
Baca juga: Pemkab Badung tingkatkan ketahanan pangan dengan kebun kota
Sutari mengaku lahan urban farming yang dibina ketika COVID-19 itu banyak yang melirik, karena pelaku pariwisata kala itu banyak yang dirumahkan. Saat itu pihaknya sampai membuat workshop secara daring terkait urban farming, yang selanjutnya juga diisi praktik menanam.
Ke depan ia menargetkan urban farming yang dikelola dengan baik bisa menjadi destinasi pariwisata. Wisatawan yang datang bisa merasakan sensasi memetik langsung produk yang ditanam, bahkan bisa diisi dengan kelas memasak.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024