Pandeglang (Antara Bali) - Koordinator Bidang Pengawasan pada Badan Pemantau Pembangunan Provinsi Banten (BP3B) Uus Suhendi meminta Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang melakukan "jemput bola" dalam mengangani masalah gizi buruk.
"Jadi kita harapkan dinas kesehatan dan jajarannya jangan hanya menunggu masyarakat membawa pasien gizi buruk untuk diobati, tapi harus inisiatif untuk mencari penderita," katanya di Pandeglang, Selasa.
Pernyataan itu disampaikan Uus, terkait data dari Dinas Kesehatan Provinsi Banten yang menyatakan jumlah penderita gizi buruk di Banten 7.213 orang dan paling banyak di wilayah Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota Tangerang dan Kabupaten Pandeglang.
Pandeglang, kata dia, disebutkan merupakan salah satu daerah dengan penderita gizi buruk banyak, artinya perlu kerja lebih keras lagi dari jajaran dinas kesehatan untuk mengatasi masalah tersebut.
"Mungkin selama ini ada kekurangtepatan dalam mengangani masalah tersebut, yang harus dilakukan perubahan. Misalnya kalau selama ini hanya menunggu maka mulai sekarang perlu melakukna pencarian dan pengobatan di tempat," ujarnya.
Penderita gizi buruk, kata dia, bisanya berasal dari kalangan masyarakat miskin yang tinggal dipelosok dan jauh dari pusat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas yang ada di ibu kota kecamatan (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Jadi kita harapkan dinas kesehatan dan jajarannya jangan hanya menunggu masyarakat membawa pasien gizi buruk untuk diobati, tapi harus inisiatif untuk mencari penderita," katanya di Pandeglang, Selasa.
Pernyataan itu disampaikan Uus, terkait data dari Dinas Kesehatan Provinsi Banten yang menyatakan jumlah penderita gizi buruk di Banten 7.213 orang dan paling banyak di wilayah Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota Tangerang dan Kabupaten Pandeglang.
Pandeglang, kata dia, disebutkan merupakan salah satu daerah dengan penderita gizi buruk banyak, artinya perlu kerja lebih keras lagi dari jajaran dinas kesehatan untuk mengatasi masalah tersebut.
"Mungkin selama ini ada kekurangtepatan dalam mengangani masalah tersebut, yang harus dilakukan perubahan. Misalnya kalau selama ini hanya menunggu maka mulai sekarang perlu melakukna pencarian dan pengobatan di tempat," ujarnya.
Penderita gizi buruk, kata dia, bisanya berasal dari kalangan masyarakat miskin yang tinggal dipelosok dan jauh dari pusat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas yang ada di ibu kota kecamatan (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013