Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mencatat pada triwulan I 2024, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) di provinsi setempat tumbuh sebesar 1,48 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja dalam keterangannya di Denpasar, Minggu, mengatakan tumbuhnya IHPR di Provinsi Bali itu terlihat berdasarkan Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia.
"Berdasarkan hasil survei tersebut mengindikasikan harga properti residensial (properti yang digunakan sebagai tempat tinggal atau hunian) di pasar primer atau saat pertama kali rumah diperjualbelikan mengalami peningkatan," ujarnya.
SHPR, lanjut Erwin, merupakan survei triwulanan terhadap sampel pengembang proyek perumahan (developer) di Provinsi Bali.
Ia menambahkan, peningkatan harga properti residensial tercermin dari perkembangan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan I 2024 tumbuh sebesar 1,48 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. "Kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,43 persen (yoy)," ucapnya lagi.
Peningkatan IHPR pada periode laporan terutama didorong oleh kenaikan harga pada tiga tipe properti yaitu kecil (luas bangunan kurang dari 36 meter persegi) yang meningkat 1,77 persen (yoy).
Kemudian tipe rumah menengah (luas bangunan antara 36-70 meter persegi) meningkat 2,13 persen (yoy) dan tipe rumah besar (luas bangunan di atas 70 meter persegi) yang meningkat 1,07 persen (yoy).
Kenaikan tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing meningkat sebesar 0,90 persen(yoy), 0,19 persen (yoy) dan 0,33 persen (yoy)
"Peningkatan harga properti residensial pada triwulan I 2024 diperkirakan dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bangunan," kata Erwin.
Selain itu, kenaikan harga properti residensial juga dipengaruhi oleh peningkatan penjualan rumah di pasar primer selama triwulan I 2024 yang masih tumbuh sebesar 14 persen (yoy) terutama ditopang oleh penjualan tipe rumah kecil dan besar, meskipun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 21 persen (yoy).
Erwin menambahkan, meskipun penjualan properti residensial terus tumbuh, namun terdapat sejumlah faktor-faktor utama yang menghambat pengembangan maupun penjualan properti residensial primer di Bali antara lain kenaikan harga bangunan (23,62 persen), masalah perizinan (14,91 persen) dan suku bunga KPR (13,48 persen) serta proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR (10,89 persen).
Selain itu, SHPR juga menunjukkan bahwa pembiayaan pembangunan properti residensial di Bali bersumber dari dana perbankan sebesar 45 persen, dana internal pengembang sebesar 43,75 persen dan sisanya dari dana konsumen.
"Sementara itu, dari sisi konsumen, skema pembiayaan dalam pembelian rumah primer mayoritas menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan pangsa sebesar 76,92 persen dari total penjualan," katanya lagi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja dalam keterangannya di Denpasar, Minggu, mengatakan tumbuhnya IHPR di Provinsi Bali itu terlihat berdasarkan Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia.
"Berdasarkan hasil survei tersebut mengindikasikan harga properti residensial (properti yang digunakan sebagai tempat tinggal atau hunian) di pasar primer atau saat pertama kali rumah diperjualbelikan mengalami peningkatan," ujarnya.
SHPR, lanjut Erwin, merupakan survei triwulanan terhadap sampel pengembang proyek perumahan (developer) di Provinsi Bali.
Ia menambahkan, peningkatan harga properti residensial tercermin dari perkembangan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan I 2024 tumbuh sebesar 1,48 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. "Kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,43 persen (yoy)," ucapnya lagi.
Peningkatan IHPR pada periode laporan terutama didorong oleh kenaikan harga pada tiga tipe properti yaitu kecil (luas bangunan kurang dari 36 meter persegi) yang meningkat 1,77 persen (yoy).
Kemudian tipe rumah menengah (luas bangunan antara 36-70 meter persegi) meningkat 2,13 persen (yoy) dan tipe rumah besar (luas bangunan di atas 70 meter persegi) yang meningkat 1,07 persen (yoy).
Kenaikan tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang masing-masing meningkat sebesar 0,90 persen(yoy), 0,19 persen (yoy) dan 0,33 persen (yoy)
"Peningkatan harga properti residensial pada triwulan I 2024 diperkirakan dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bangunan," kata Erwin.
Selain itu, kenaikan harga properti residensial juga dipengaruhi oleh peningkatan penjualan rumah di pasar primer selama triwulan I 2024 yang masih tumbuh sebesar 14 persen (yoy) terutama ditopang oleh penjualan tipe rumah kecil dan besar, meskipun melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 21 persen (yoy).
Erwin menambahkan, meskipun penjualan properti residensial terus tumbuh, namun terdapat sejumlah faktor-faktor utama yang menghambat pengembangan maupun penjualan properti residensial primer di Bali antara lain kenaikan harga bangunan (23,62 persen), masalah perizinan (14,91 persen) dan suku bunga KPR (13,48 persen) serta proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR (10,89 persen).
Selain itu, SHPR juga menunjukkan bahwa pembiayaan pembangunan properti residensial di Bali bersumber dari dana perbankan sebesar 45 persen, dana internal pengembang sebesar 43,75 persen dan sisanya dari dana konsumen.
"Sementara itu, dari sisi konsumen, skema pembiayaan dalam pembelian rumah primer mayoritas menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan pangsa sebesar 76,92 persen dari total penjualan," katanya lagi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024