Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan penyaluran kredit berkelanjutan oleh perbankan terus bertumbuh dari tahun ke tahun, di mana total kredit berkelanjutan yang disalurkan pada 2022 mencapai Rp1.571 triliun.
 
"Total kredit atau pembiayaan berkelanjutan terus menunjukkan pertumbuhan," kata Dian di Jakarta, Kamis.
 
Sementara untuk tahun 2023 masih dalam tahap pengumpulan dan validasi data, namun OJK menyakini penyaluran kredit/pembiayaan berkelanjutan akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan total kredit industri perbankan yang tercatat sebesar 10,38 persen secara year on year (yoy).
 
Karena data tersebut masih dalam pengumpulan, maka untuk kredit yang disalurkan ke energi baru terbarukan (EBT) juga masih dalam kompilasi.
 
Dian menuturkan total kredit atau pembiayaan berkelanjutan pada 2019 hanya sebesar Rp927 triliun atau porsi dari total kredit sebesar 19,78 persen.

Baca juga: OJK: Penyaluran kredit perbankan di Bali sebesar Rp102,97 triliun
 
Kemudian pada 2020 penyaluran kredit ke sektor berkelanjutan terus tumbuh menjadi Rp1.181 triliun (27,7 persen), di tahun 2021 tumbuh kembali menjadi Rp1.409 triliun (29,76 persen), dan pada 2022 total penyaluran kredit/pembiayaan berkelanjutan sebesar Rp1.571 triliun (30,22 persen).
 
Adapun berdasarkan laporan implementasi Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB) posisi Desember 2022, penyaluran pembiayaan berkelanjutan ke Kegiatan Usaha Energi Terbarukan mencapai Rp42,6 triliun atau 2,81 persen dari total penyaluran pembiayaan bank kepada Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KUBL).
 
Menurut dia, industri perbankan mungkin menghadapi beberapa tantangan dalam menyalurkan kredit ke EBT. Beberapa tantangan tersebut antara lain risiko proyek, kurangnya data dan pengalaman, dan pembiayaan jangka panjang.
 
Investasi dalam proyek EBT seringkali melibatkan risiko yang lebih tinggi daripada proyek-proyek konvensional. Faktor-faktor seperti ketidakpastian persediaan sumber daya alam (SDA) seperti bahan tambang, dan faktor eksternal seperti bencana alam dapat meningkatkan risiko proyek.

Baca juga: OJK: Kredit perbankan di Bali capai Rp101,39 triliun
 
Sementara data yang dimiliki industri perbankan terkait EBT masih terbatas, selain itu belum memiliki banyak pengalaman dalam menilai risiko kredit yang terkait dengan proyek EBT.
 
Di sisi lain, proyek-proyek EBT memerlukan pembiayaan jangka panjang, dan tidak semua bank memiliki likuiditas yang sesuai untuk memberikan kredit/pinjaman dengan tenor yang cukup panjang.
 
Saat ini OJK terus berupaya mendorong industri perbankan untuk secara bertahap mulai mengatasi tantangan tersebut melalui penyelenggaraan pembangunan kapasitas untuk peningkatan pemahaman perbankan tentang risiko pembiayaan pada proyek EBT.
 
"Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini, diharapkan bahwa industri perbankan dapat lebih aktif dalam menyalurkan kredit ke sektor EBT dan mempercepat transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan," ujar Dian.
Seperti penyaluran kredit/pembiayaan pada umumnya, kredit EBT juga memiliki potensi menjadi macet. Antisipasi yang dilakukan dapat mencakup langkah-langkah antara lain pemantauan dan pengawasan, kebijakan prudensial, serta edukasi dan komunikasi.
 
Dalam hal pemantauan dan pengawasan, OJK terus melakukan pemantauan dan pengawasan yang ketat terhadap penyaluran kredit oleh perbankan kepada industri EBT untuk mendeteksi potensi masalah sejak dini.
 
"Hal ini dapat mencakup evaluasi portofolio kredit, analisis risiko, dan pemantauan rasio keuangan perbankan," katanya.
 
Selain itu, OJK menerapkan kebijakan prudensial sesuai dengan best practice internasional memastikan bahwa bank-bank mempunyai modal yang cukup untuk menanggulangi risiko kredit termasuk penyaluran kredit ke sektor EBT. Hal ini bisa termasuk persyaratan modal minimum dan pelaksanaan uji ketahanan (stress test).
 
Regulator juga dapat aktif dalam edukasi dan komunikasi kepada masyarakat, investor, dan pelaku industri terkait kebijakan, perkembangan, dan langkah-langkah yang diambil untuk menjaga stabilitas sektor EBT dan perbankan.

 

 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024