Mataram (Antara Bali) - Menteri Agama Suryadharma Ali mengakui adanya kesulitan mencegah gratifikasi dalam pengurusan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) karena terbentur faktor ritual keagamaan dan budaya.

"Memang sulit, dan saya pernah ditanya wartawan soal ini. Saya jawab belum ada konsep yang tepat karena sejumlah pertimbangan itu," kata Suryadharma pada peresmian gedung baru Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Sabtu petang.

Ia mengatakan bahwa pernah terpikir untuk memberlakukan aturan dan mekanisme pengurusan nikah yang terpusat di KUA, dan memberlakukan sistem pelayanan cepat.

Namun, konsep itu diyakini juga menimbulkan masalah karena dipastikan banyak yang mendatangi KUA untuk pengurusan nikah. Hal ini sudah menjadi budaya calon pengantin selalu dikelilingi oleh massa pendukung dari kedua sanak keluarga.

"Kalau diterapkan pengurusan nikah hanya boleh di kantor, seperti membuat SIM, KTP, IMB, dan izin-izin lainnya, dan ditetapkan waktu lima menit selesai misalnya, maka diyakini akan rentan mencuat gratifikasi karena oknum petugas KUA pura-pura sibuk, dan calon pengantin tidak sabar sehingga berani menyuap. Ini juga tidak baik," ujarnya.

Sejauh ini, kata dia, setiap pengurusan nikah melalui KUA diberlakukan sejumlah kebijaksanaan demi menghormati prosesi ritual keagamaan dan budaya.

Petugas pencatatan nikah di KUA mendatangi kediaman calon pengantin sehingga terkesan pelayanan publik yang berlebihan. Namun, hal itu dilakukan demi menghormati ritual keagamaan dan adat budaya. (*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013