Kantor Imigrasi Ngurah Rai, Bali, memberi hukuman tambahan kepada oknum pegawai setempat sebagai dampak kasus pungutan liar (pungli) kepada warga negara asing (WNA) yang mengakses layanan prioritas Fast Track keimigrasian.
"Secara internal, kami juga memberikan sanksi kepada petugas yang terlibat," kata Kepala Kantor Imigrasi Ngurah Rai Bali Suhendra di Denpasar, Bali, Senin.
Sanksi lebih lanjut tersebut diberikan setelah proses hukum yang dijalani pelaku tersebut sampai pada keputusan hukum bersifat tetap atau inkrah.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menetapkan Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Ngurah Rai Haryo Seto sebagai tersangka kasus pungli.
Haryo Seto ditangkap di Bali, Selasa malam (14/11), dalam operasi tangkap tangan (OTT) dan didapati barang bukti berupa uang tunai senilai Rp100 juta. Sementara itu, empat orang pegawai lain berstatus sebagai saksi dan menjalani pemeriksaan di kantor imigrasi.
Kelima oknum pegawai Imigrasi tersebut juga sudah dibebastugaskan dari unit kerja di TPI Ngurah Rai.
"Proses pemeriksaan masih berjalan. Pada prinsipnya, kami ikuti semua proses hukum yang berjalan," kata Suhendra.
Terkait hukuman pada mekanisme selanjutnya, lanjutnya, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang mengatur hukuman disiplin kepada PNS, mulai dari level ringan, sedang, hingga berat.
Jenis hukuman disiplin ringan terdiri atas teguran lisan, teguran tertulis, atau pernyataan tidak puas secara tertulis; sedangkan hukuman disiplin sedang berupa pemotongan tunjangan kinerja 25 persen mulai enam bulan, sembilan bulan, hingga 12 bulan.
Kemudian, hukuman disiplin berat mulai dari penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan, hingga pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
Pada Pasal 14 dalam PP itu dijelaskan bahwa hukuman disiplin berat dijatuhkan kepada PNS yang melanggar larangan, di antaranya menyalahgunakan wewenang, menjadi perantara untuk mendapatkan keuangan pribadi dan atau orang lain, dan melakukan pungutan di luar ketentuan apalagi pelanggaran berdampak negatif pada negara dan atau pemerintah.
Selanjutnya, hukuman diberikan kepada PNS yang menerima hadiah berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaan serta melanggar larangan yakni meminta sesuatu berhubungan dengan jabatan.
Sebelumnya, Selasa (14/11) Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali Dedy Kurniawan menjelaskan pihaknya melakukan pengecekan langsung dan menemukan fakta telah terjadi praktik penyalahgunaan oknum petugas dengan akumulasi nominal pungutan mencapai Rp100-Rp200 juta per bulan.
Kejati Bali kemudian menyita barang bukti sebesar Rp100 juta yang diduga sebagai keuntungan tidak sah dari praktik tersebut.
Dedy mengatakan hal itu merusak citra Indonesia dan sistem pelayanan publik yang berlandaskan prinsip perlakuan dan kesempatan adil sebagai fondasi mendasar dalam reformasi birokrasi di Tanah Air.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023