Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Made Mangku Pastika berpandangan pengelolaan aset Pemerintah Provinsi Bali yang tepat bisa menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah.

"Aset itu sangat banyak dan luas baik berupa tanah, bangunan atau bentuk lainnya yang bernilai ekonomi. Jadi jangan dibiarkan begitu saja," kata Pastika saat mengadakan reses di Denpasar, Jumat.

Reses bertajuk "Pemantauan atas Pelaksanaan Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan: Fokus pada Pemeriksaan atas Pengelolaan Aset Daerah" itu menghadirkan narasumber dari BPK Perwakilan Bali dan BPKAD Provinsi Bali.

"Aset harus ditata, dicatat, dan dikelola agar memberi manfaat bagi daerah. Jangan sampai aset itu dimiliki oleh pihak yang tidak berhak. Jadi aset ini harus diselamatkan," ujarnya.

Menurut mantan Gubernur Bali dua periode itu, jika ribuan aset daerah tidak diurus dengan baik maka dikhawatirkan akan diambil oleh mereka yang tidak berhak.

Selain itu, aset yang tidak mungkin dimanfaatkan terutama yang tidak begitu luas dan tidak memiliki akses jalan sebaiknya dijual dan hasilnya bisa digunakan untuk membeli di tempat lain yang lebih strategis.

"Menjual bukan berarti orang suka-suka mau beli kita jual. Tetapi ada prosedur terlebih barang milik negara harus melalui prosedur yang ketat. Terutama yang kecil-kecil yang 2 are 3 are tidak punya akses jalan. Untuk mempertahankan itu sulit," ucapnya.

Baca juga: Anggota DPD Bali: Peningkatan kasus rabies ancaman bagi pariwisata Pulau Dewata

Namun Pastika menegaskan hasil penjualan aset seperti itu harus ada perencanaan yang benar dan jangan sampai digunakan untuk yang tidak jelas.

"Melepas aset harus ada persetujuan DPRD. Setelah itu baru proses lainnya seperti penentuan harga. Harus diselenggarakan melalui lelang dan sebagainya," ujarnya.

Pastika menambahkan mengingat begitu banyak dan luasnya aset ini, kalau pengelolaannya tepat bisa menjadi salah satu sumber pendapatan (PAD) yang menjanjikan.

Apalagi APBD Bali tengah menghadapi defisit hingga Rp700 miliar lebih. "Ke depan aset ini bisa membantu mengurangi beban," katanya.

Dalam pertemuan terungkap aset Pemprov Bali sangat besar, kebanyakan berupa tanah. Selain itu disinggung ratusan hektare tanah di kawasan Pusat Kebudayaan Bali Klungkung yang juga masih "ngambang" karena status hak pakai. Padahal investor dalam kerja sana umumnya menginginkan HPL (Hak Pengelolaan Lahan).

Sementara itu Tim Pemeriksa Madya BPK Perwakilan Bali Gusti Ngurah Kawindra memaparkan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas LKPD, terdapat berbagai permasalahan mengenai pengelolaan aset yang terjadi tiap tahun.

Baca juga: Mangku Pastika: Senior Citizen Center wadahi kegiatan lansia di Bali

Antara lain, katanya, aset dikuasai pihak lain, aset tidak diketahui keberadaannya, pihak ketiga belum melaksanakan kewajiban untuk menyerahkan aset kepada daerah, pencatatan aset belum dilakukan dan pencatatan yang dilakukan tidak akurat.

Termasuk, perbandingan jumlah aset tetap dan SDM pengelola aset tetap yang tidak berimbang. Mutasi/rotasi pegawai tidak diikuti dengan transfer pengetahuan dan data/informasi secara lengkap.

Kemudian, tunjangan, insentif, atau honorarium yang diberikan kepada pejabat, pegawai, atau personel yang menangani aset tetap/barang milik daerah (BMD) belum sepenuhnya memperhatikan beban kerja dan jumlah/nilai aset tetap/BMD yang dikelolanya.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepala daerah agar memerintahkan kepala perangkat daerah untuk penyusunan perjanjian pemanfaatan dengan pihak lain dan pengenaan tarif atau bagi hasil atas pemanfaatan aset tersebut dalam optimalisasi PAD.

Ia berharap atas RUU Pengelolaan Aset Daerah yang mana poin terpenting dalam lingkup pengelolaan BMD yang perlu ditekankan di dalam RUU Pengelolaan Aset Daerah.

Pengaturan dalam RUU Pengelolaan Aset Daerah dapat selaras dengan peraturan perundangundangan lainnya yang juga memberikan pengaturan mengenai barang milik negara/daerah.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023