Jakarta (Antara Bali) - Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan, dalam mengelola kerukunan antarumat beragama dan kemajemukan bangsa, sesungguhnya Indonesia diakui sebagai "kiblat" toleransi dan kerukunan beragama di dunia.
Penegasan tersebut disampaikan Suryadharma Ali dalam sambutan peringatan Hari Amal Bakti (HAB) ke-67 di Jakarta, Kamis, yang dihadiri seluruh eselon I, II dan III serta karyawan yang berkantor di Gedung MH Thamrin maupun Lapangan Banteng.
Bertindak selaku komandan upacara Prof. Dr. H. Nur Kholis Setiawan MA, Kepala Pusat Litbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag. Ikut menyemarakan upacara itu Korps Musik TNI-AD dan Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) dari gabungan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) se-DKI Jakarta.
Pada acara yang juga disertai penyerahan Satya Lancana Karya Satya kepada karyawan yang telah mengabdi selama 10 tahun, 20 tahun dan 30 tahun itu, disampaikan sejarah Kementerian Agama berdiri pada 3 Januari 1946 dengan menteri pertama almarhum Haji Mohammad Rasjidi.
Menteri menegaskan bahwa agama tak bisa dipisahkan dari kehidupan negara dan kementerian tersebut berdiri untuk memelihara serta menjamin kepentingan agama dan pemeluk-pemeluknya. Masyarakat-bangsa Indonesia yang demokratis, egaliter, sangat menghormati hak asasi manusia (HAM).
Tetapi, kata Suryadharma Ali, masih diperlukan kesadaran untuk menjunjung etika kerukunan, seperti sikap tenggang rasa antarkomunitas pemeluk agama, tidak menjadikan umat yang telah memeluk suatu agama tertentu sebagai sasaran penyebaran agama lain. Juga menghormati kesucian tempat ibadah, kitab suci, dan simbol keagamaan dari tindak penodaan dan sebagainya.
Ia mengingatkan, tugas Kementerian Agama mewujudkan masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir batin. Ada lima yang menjadi program strategis, yaitu peningkatan kualitas kehidupan beragama, membangun kerukunan umat beragama, memajukan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, peningkatan pelayanan ibadah haji, serta tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
Penegasan tersebut disampaikan Suryadharma Ali dalam sambutan peringatan Hari Amal Bakti (HAB) ke-67 di Jakarta, Kamis, yang dihadiri seluruh eselon I, II dan III serta karyawan yang berkantor di Gedung MH Thamrin maupun Lapangan Banteng.
Bertindak selaku komandan upacara Prof. Dr. H. Nur Kholis Setiawan MA, Kepala Pusat Litbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag. Ikut menyemarakan upacara itu Korps Musik TNI-AD dan Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) dari gabungan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) se-DKI Jakarta.
Pada acara yang juga disertai penyerahan Satya Lancana Karya Satya kepada karyawan yang telah mengabdi selama 10 tahun, 20 tahun dan 30 tahun itu, disampaikan sejarah Kementerian Agama berdiri pada 3 Januari 1946 dengan menteri pertama almarhum Haji Mohammad Rasjidi.
Menteri menegaskan bahwa agama tak bisa dipisahkan dari kehidupan negara dan kementerian tersebut berdiri untuk memelihara serta menjamin kepentingan agama dan pemeluk-pemeluknya. Masyarakat-bangsa Indonesia yang demokratis, egaliter, sangat menghormati hak asasi manusia (HAM).
Tetapi, kata Suryadharma Ali, masih diperlukan kesadaran untuk menjunjung etika kerukunan, seperti sikap tenggang rasa antarkomunitas pemeluk agama, tidak menjadikan umat yang telah memeluk suatu agama tertentu sebagai sasaran penyebaran agama lain. Juga menghormati kesucian tempat ibadah, kitab suci, dan simbol keagamaan dari tindak penodaan dan sebagainya.
Ia mengingatkan, tugas Kementerian Agama mewujudkan masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir batin. Ada lima yang menjadi program strategis, yaitu peningkatan kualitas kehidupan beragama, membangun kerukunan umat beragama, memajukan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan, peningkatan pelayanan ibadah haji, serta tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013