Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan bahwa kebijakan terkait larangan mendaki gunung yang sempat dilontarkan akan jalan terus, dan kini sedang disusun regulasi untuk diberlakukan.
"Saya akan jalan terus. Mengapa saya memberlakukan kebijakan ini? Saya tidak memberlakukan ini tiba-tiba soal larangan pendakian gunung," kata Koster dalam Sidang Paripurna DPRD Provinsi Bali di Denpasar, Senin.
Koster menyatakan terkait larangan mendaki gunung di Bali itu, sesungguhnya sudah lama dicanangkan, hanya saja momentumnya baru muncul, sehingga akan diberlakukan.
"Bukan tiba-tiba minggu ini, bulan lalu, bukan. Sebelum saya maju menjadi gubernur, saya belajar Nangun Sat Kerthi Loka Bali, saya belajar Sad Kerthi, saya belajar tentang karakter filosofi kehidupan alam, manusia dan kebudayaan Bali," ujarnya.
Menurut dia, masyarakat Bali saat ini harus berguru kepada orang-orang suci di Bali, leluhur Bali, orang-orang yang menjadi tetua Bali dalam menata alam, manusia dan kebudayaan Bali ketika Bali pertama kali diciptakan.
"Beliau (leluhur dan tetua) menata Bali, mendapatkan inspirasi dengan cara melakukan proses spiritual yang panjang. Proses itu ditempuh melalui tempat-tempat yang menurut kekuatan spiritual yaitu diantaranya ada di gunung, di tempat-tempat tertentu," katanya.
Gunung, menurut Koster, merupakan salah satu tempat para orang suci dalam mencari inspirasi bagaimana menata Bali.
"Dulu tidak ada sekolah, jangankan perguruan tinggi, SD saja tidak ada. Tetapi Beliau punya cara menemukan bagaimana menata Bali ini. Itulah yang saya pelajari bahwa gunung itu tempat suci. Itulah yang kemudian dilaksanakan sekarang ini," ujarnya.
Tidak saja gunung, kata Koster, tetapi danau, laut dan berbagai unsur alam di Bali yang masuk kategori suci harus dijaga karena .karena inilah yang menjadi sumber taksu, aura, dan tenget Bali ini.
"Inilah yang membuat Bali wilayahnya kecil memiliki daya tarik sehingga orang datang ke Bali berkunjung ke Bali dari berbagai negara," ujarnya.
Koster pun mengaku sudah menghitung jumlah wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik yang suka mendaki gunung, termasuk berapa penghasilannya dan untuk siapa penghasilannya.
"Kalau ini kita off-kan apa konsekuensinya sudah saya hitung, daripada mengorbankan yang 15.000 ribu per hari wisatawan mancanegara dan 13.000 wisatawan domestik ke Bali hanya karena ulah 1.000 orang. Bandingkan kita justru berpotensi kehilangan yang 27.000 lebih daripada kita membela yang 1.000 itu," katanya.
Di hadapan para pimpinan dan anggota DPRD Bali serta kepala organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov Bali itu, Koster mengajak semua pihak untuk solid terkait larangan mendaki gunung tersebut.
"Oleh karena itu, kita harus solid semua dalam urusan ini, saya tidak peduli dengan orang-orang yang berpikirnya pragmatis yang dalam jangka panjang akan merusak tatanan alam, manusia, dan kebudayaan Bali. Pikiran-pikiran sempit, pragmatis, I'm sorry," ujarnya.
Koster pun mengatakan kalau masyarakat Bali tidak bisa merawat dan bahkan mengabaikan yang sudah diwariskan para leluhur Bali, akan bisa mendapat kutukan.
"Kalau kita merawat saja tidak bisa, kebangetan. Kalau kita tidak bisa merawat, mengabaikan ini, meninggalkan ini tunggu kutukan Beliau. Saya tidak mau dikutuk oleh Beliau. Oleh karena itu, saya berjalan tegak lurus dengan Beliau-Beliau ini," ucap Koster.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
"Saya akan jalan terus. Mengapa saya memberlakukan kebijakan ini? Saya tidak memberlakukan ini tiba-tiba soal larangan pendakian gunung," kata Koster dalam Sidang Paripurna DPRD Provinsi Bali di Denpasar, Senin.
Koster menyatakan terkait larangan mendaki gunung di Bali itu, sesungguhnya sudah lama dicanangkan, hanya saja momentumnya baru muncul, sehingga akan diberlakukan.
"Bukan tiba-tiba minggu ini, bulan lalu, bukan. Sebelum saya maju menjadi gubernur, saya belajar Nangun Sat Kerthi Loka Bali, saya belajar Sad Kerthi, saya belajar tentang karakter filosofi kehidupan alam, manusia dan kebudayaan Bali," ujarnya.
Menurut dia, masyarakat Bali saat ini harus berguru kepada orang-orang suci di Bali, leluhur Bali, orang-orang yang menjadi tetua Bali dalam menata alam, manusia dan kebudayaan Bali ketika Bali pertama kali diciptakan.
"Beliau (leluhur dan tetua) menata Bali, mendapatkan inspirasi dengan cara melakukan proses spiritual yang panjang. Proses itu ditempuh melalui tempat-tempat yang menurut kekuatan spiritual yaitu diantaranya ada di gunung, di tempat-tempat tertentu," katanya.
Gunung, menurut Koster, merupakan salah satu tempat para orang suci dalam mencari inspirasi bagaimana menata Bali.
"Dulu tidak ada sekolah, jangankan perguruan tinggi, SD saja tidak ada. Tetapi Beliau punya cara menemukan bagaimana menata Bali ini. Itulah yang saya pelajari bahwa gunung itu tempat suci. Itulah yang kemudian dilaksanakan sekarang ini," ujarnya.
Tidak saja gunung, kata Koster, tetapi danau, laut dan berbagai unsur alam di Bali yang masuk kategori suci harus dijaga karena .karena inilah yang menjadi sumber taksu, aura, dan tenget Bali ini.
"Inilah yang membuat Bali wilayahnya kecil memiliki daya tarik sehingga orang datang ke Bali berkunjung ke Bali dari berbagai negara," ujarnya.
Koster pun mengaku sudah menghitung jumlah wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik yang suka mendaki gunung, termasuk berapa penghasilannya dan untuk siapa penghasilannya.
"Kalau ini kita off-kan apa konsekuensinya sudah saya hitung, daripada mengorbankan yang 15.000 ribu per hari wisatawan mancanegara dan 13.000 wisatawan domestik ke Bali hanya karena ulah 1.000 orang. Bandingkan kita justru berpotensi kehilangan yang 27.000 lebih daripada kita membela yang 1.000 itu," katanya.
Di hadapan para pimpinan dan anggota DPRD Bali serta kepala organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov Bali itu, Koster mengajak semua pihak untuk solid terkait larangan mendaki gunung tersebut.
"Oleh karena itu, kita harus solid semua dalam urusan ini, saya tidak peduli dengan orang-orang yang berpikirnya pragmatis yang dalam jangka panjang akan merusak tatanan alam, manusia, dan kebudayaan Bali. Pikiran-pikiran sempit, pragmatis, I'm sorry," ujarnya.
Koster pun mengatakan kalau masyarakat Bali tidak bisa merawat dan bahkan mengabaikan yang sudah diwariskan para leluhur Bali, akan bisa mendapat kutukan.
"Kalau kita merawat saja tidak bisa, kebangetan. Kalau kita tidak bisa merawat, mengabaikan ini, meninggalkan ini tunggu kutukan Beliau. Saya tidak mau dikutuk oleh Beliau. Oleh karena itu, saya berjalan tegak lurus dengan Beliau-Beliau ini," ucap Koster.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023