Dunia saat ini masih berjuang melawan pandemi COVID-19 serta dampaknya yang telah mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat luas, mulai dari sektor pendidikan hingga perekonomian.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per 1 September 2022, pandemi telah merenggut sekitar 6,5 juta jiwa, menginfeksi lebih dari 600 juta orang, dan menghilangkan mata pencaharian bahkan lebih banyak lagi di seluruh dunia.
Ini dapat mengakibatkan resesi global terburuk sejak Great Depression, karena hal itu mengungkap kerentanan dan memperburuk ketidaksetaraan di dalam dan antara negara berkembang dan maju.
Selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia dan menyebabkan kerugian besar bagi penduduk, pandemi ini juga berdampak signifikan terhadap kehidupan ekonomi dan pasar tenaga kerja.
Penguncian dan tindakan pembatasan terkait kesehatan lainnya menyebabkan perlambatan aktivitas bisnis.
Menurut data Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), 33 juta orang mengalami pemotongan jam kerja akibat pandemi.
Pandemi juga mengungkap kelemahan sistem perawatan kesehatan di tingkat global.
COVID-19 telah menjadi pengingat paling kejam bahwa tidak ada sistem kesehatan yang bertahan kecuali memiliki perawatan kesehatan primer yang kuat, juga tidak akan berfungsi banyak kecuali sepenuhnya didigitalkan.
Terlepas dari kenyataan bahwa perluasan tingkat vaksinasi dan peningkatan adaptasi populasi global terhadap realitas baru memberikan secercah harapan untuk periode pasca-COVID, tantangan serius tetap ada.
Distribusi vaksin yang tidak adil antara negara maju dan negara berkembang terus menjadi salah satu hambatan utama dalam mengekang dampak pandemi sedini mungkin.
Data WHO per 1 September 2022 menunjukkan bahwa lebih dari 12,5 miliar dosis vaksin COVID-19 telah diberikan secara global, dengan mayoritas mutlak berada di negara berpenghasilan tinggi dan menengah ke atas.
Juga menjadi perhatian khusus bahwa beberapa negara menolak masuknya orang yang telah menerima vaksin yang termasuk dalam Daftar Penggunaan Darurat WHO, tetapi belum disetujui oleh regulator nasional mereka.
Hal ini menimbulkan kebingungan dan diskriminasi, dengan beberapa negara menolak penggunaan vaksin tertentu, karena kekhawatiran bahwa warganya mungkin ditolak masuk ke negara lain.
Semua tantangan langsung dan jangka panjang yang dibawa oleh pandemi memerlukan mekanisme baru yang didukung oleh keterlibatan politik tingkat tinggi.
Keterlibatan politik tingkat tinggi akan memberikan kerangka menyeluruh yang sangat dibutuhkan untuk kerja sama global dan meningkatkan solidaritas antar negara.
Sejak merebaknya pandemi, Gerakan Non-Blok (GNB) menjadi pusat upaya multilateral dalam menghilangkan dampak negatif COVID-19 yang telah diakui secara luas oleh masyarakat internasional.
Berangkat dari kesepahaman tersebut, Presiden Republik Azerbaijan dan Ketua NAM Ilham Aliyev mengatakan bahwa Azerbaijan mengambil inisiatif untuk menyerukan upaya global guna memerangi COVID-19.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Kelompok Kontak Gerakan Non-Blok (GNB) pada Kamis (2/3) di Kota Baku yang membahas pemulihan global pascapandemi COVID-19.
Sebagai ketua GNB, Azerbaijan ingin membela keadilan dan hukum internasional.
Tepat setelah awal pandemi, GNB mengambil inisiatif untuk memobilisasi upaya global untuk melawan COVID-19.
Kepemimpinan GNB dalam memobilisasi upaya melawan pandemi sekali lagi menunjukkan pengaruh dan tanggung jawab gerakan, tambahnya.
Azerbaijan menginisiasi KTT Gerakan Non Blok secara daring di tingkat kepala negara dan pemerintahan pada Mei 2020. KTT tersebut memutuskan untuk membentuk Satuan Tugas Gerakan Non-Blok untuk menyusun database.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggunakan database ini sebagai referensi untuk mengidentifikasi kebutuhan negara anggota GNB dalam mengatasi pandemic.
Presiden Aliyev juga menyarankan untuk mengadakan Sesi Khusus Majelis Umum PBB di tingkat para pemimpin. Proposal tersebut mendapat dukungan besar dari negara-negara anggota PBB.
Sidang khusus tersebut diadakan pada Desember 2020 dan dihadiri oleh lebih dari 70 kepala negara dan pemerintahan. Ini menekankan perlunya peningkatan solidaritas internasional dan mengakui kepemimpinan GNB dalam perang melawan virus corona.
Selanjutnya, GNB memprakarsai dua resolusi untuk akses vaksin yang adil dan universal untuk semua negara yang diadopsi di Dewan HAM PBB dan Majelis Umum PBB pada 2021.
Azerbaijan juga memberikan dukungan keuangan dan kemanusiaan terkait virus corona ke lebih dari 80 negara, yang sebagian besar berasal dari anggota GNB, baik melalui jalur bilateral atau WHO.
Azerbaijan telah menjanjikan US$1 juta (sekitar Rp15,2 miliar) untuk mendukung pemulihan pascapandemi di Afrika dan negara berkembang kepulauan kecil.
Presiden Aliyev mendeklarasikan dua seruan global untuk mendukung pemulihan pasca-pandemi Afrika dan negara-negara berkembang kepulauan kecil.
Azerbaijan akan terus memberikan bantuan keuangan dan kemanusiaan kepada negara-negara GNB yang membutuhkan.
Presiden Aliyev percaya bahwa anggota GNB dan anggota komunitas internasional lainnya akan mendukung inisiatif Azerbaijan dalam mendukung negara-negara yang membutuhkan dalam perjalanan mereka menuju pemulihan pasca pandemi.
Presiden Aliyev juga menyadari bahwa pandemi berdampak negatif pada implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030.
Karena itu, upaya global harus diperkuat untuk mengejar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030. Untuk tujuan ini, Azerbaijan selaku Ketua GNB menyarankan pembentukan Panel Tingkat Tinggi PBB tentang Pemulihan Global dari COVID-19.
Dengan demikian, Panel dapat menguraikan rekomendasi tentang langkah-langkah global untuk periode pasca-pandemi.
Solidaritas
Menurut Presiden sesi ke-77 Majelis Umum PBB (UNGA), Csaba Korosi, solidaritas antarnegara di dunia merupakan satu-satunya jalan keluar dari pandemi COVID-19.
Dalam arti tertentu, COVID adalah seruan yang mengingatkan semua masyarakat betapa pentingnya solidaritas.
Korosi mengatakan prinsip-prinsip Dasasila Bandung yang menggarisbawahi solidaritas tersebut masih relevan saat ini seperti ketika Gerakan Non-Blok (GNB) didirikan pada 1961.
Berkat dorongan global yang diluncurkan oleh Gerakan Non-Blok, UNGA melihat bahwa upaya bersama dapat membawa semua negara dalam pengembangan vaksin maupun perawatan COVID-19.
Korosi mengatakan resolusi tentang akses vaksin yang adil, tepat waktu, dan universal merupakan bukti kekuatan dari dukungan Gerakan Non-Blok.
Ketika dunia sangat membutuhkannya, GNB segera berupaya untuk mengatasi krisis, menyerukan peningkatan solidaritas global untuk mengatasi pandemi dan dampaknya.
Korosi juga menyerukan peningkatan kerja sama internasional untuk pemulihan global pasca pandemi.
Tetapi COVID-19 hanyalah sebuah gambaran singkat ke masa depan umat manusia, yang pertama dari banyak tantangan serupa yang akan datang.
Sementara masyarakat dunia masih belum pulih dari pandemi, para ilmuwan memperkirakan sekitar 25 persen munculnya penyakit lain yang setidaknya akan mematikan dan menyebar luas seperti COVID dalam 10 tahun
Mengingat peluang ini, Korosi mengingatkan perlu adanya solusi transformatif yang akan membuat dunia lebih aman, lebih setara, dan lebih berkelanjutan.
Saat masyarakat dunia benar-benar keluar dari dari bayang-bayang gelap pandemi, Korosi menyarankan agar dunia menganut “normal baru”. Satu berakar pada sains, inovasi, teknologi, dan digitalisasi.
“Normal baru" berbasis sains ini adalah kunci untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif dengan ekonomi yang lebih tangguh.
Seruan solusi inovatif untuk mengatasi dampak pandemi terhadap ekonomi yang saat ini melanda dunia juga didengungkan oleh Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Salem Abdullah Al-Sabah.
Sheikh Salem menyatakan pentingnya upaya bersama dalam mengatasi dampak pandemi yang masih berlangsung.
Tantangan saat ini merupakan tantangan yang luar biasa, yang tidak mengenal batas geografis, tingkat ekonomi, maupun pembagian sosial.
Dampak pandemi mempengaruhi seluruh aspek kehidupan politik, sosial, dan ekonomi.
Oleh karena itu, masyarakat semua dituntut lebih untuk meningkatkan kerja sama dan aksi internasional bersama.
Pada akhirnya, upaya bersama dalam mengatasi dampak pandemi COVID-19 memang betul-betul dibutuhkan yang harus dituangkan dalam sebuah aksi nyata serta kolaborasi banyak pihak.
Kolaborasi yang melibatkan banyak pihak diharapkan mampu menguatkan setiap negara di dunia untuk bekerja sama agar segera pulih di segala aspek pasca-pandemi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023