Anggota DPD RI asal Bali Made Mangku Pastika mengharapkan ke depannya berbagai kebijakan di bidang kehutanan dan lingkungan hidup yang dikeluarkan pemerintah pusat agar tidak sampai merugikan kepentingan daerah.
"Contohnya saja sejumlah aturan dalam UU Cipta Kerja, maksudnya baik untuk memudahkan investasi, namun ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan di daerah," kata Pastika saat mengadakan kegiatan reses di Denpasar, Selasa.
Dalam kegiatan resesnya yang bertajuk Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup itu, ia berdiskusi dengan jajaran Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali.
Baca juga: Mangku Pastika usulkan bentuk BPPN guna amankan aset pengusaha Bali
"Persoalan kehutanan dan lingkungan adalah persoalan yang pelik. Banyak kepala daerah yang kewenangannya di bidang perizinan lingkungan telah dipangkas menjadi kewenangan pusat berdasarkan UU Cipta Kerja," ujar mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Setelah kewenangan diambil alih pusat, kata Pastika, namun kemudian tidak dibarengi dengan pengawasan, sehingga kemudian menimbulkan berbagai persoalan di daerah.
"Kami di DPD rencananya 10 November mendatang akan pergi ke Bengkulu karena ternyata banyak masalah di sana yang timbul, dari sisi kehutanan, lingkungan, banjir dan sebagainya," ucapnya.
Selain itu, kata Pastika, banyak juga daerah yang belum siap dari sisi sumber daya manusia, sumber daya teknologi hingga biaya.
"Sekarang kalau pengawas lingkungan saja jumlahnya kurang dan tidak pernah dilatih, lalu apa yang mau diawasi," katanya mempertanyakan.
Dalam kesempatan tersebut, ia pun menyoroti persoalan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Suwung, Kota Denpasar, yang hingga kini belum terselesaikan.
Baca juga: Mangku Pastika: Promosikan usaha daur ulang sampah dukung pariwisata Bali
Menurut dia, untuk mengatasi persoalan sampah di Bali, sesungguhnya bisa digunakan teknologi yang telah berhasil digunakan di negara lain. Namun, ini masih terkendala dari sisi pembiayaan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali I Made Teja menyampaikan terkait dengan kewenangan dinasnya untuk memberikan izin di bidang lingkungan, semestinya diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkualitas.
"SDM berkualitas dari sisi jumlah, maupun kompetensinya. Di lingkup kami ada polisi kehutanan, pejabat pengawas, dan PPNS, itu yang perlu ditambahkan," ucapnya.
Namun, sayangnya seiring dengan perubahan kewenangan dari pusat ke daerah, pihaknya terkendala tidak saja dari sisi jumlah, juga proses pelatihan untuk peningkatan kompetensi mereka.
"Saat ini jumlah polhut kurang dari 50 orang, banyak diantara mereka yang juga mau pensiun. Demikian untuk tenaga pejabat pengawas itu di provinsi saja jumlahnya tidak banyak, apalagi dengan di kabupaten/kota," ucapnya.
Pihaknya mengharapkan agar anggota DPD bisa membawa aspirasi tersebut ke pemerintah pusat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Contohnya saja sejumlah aturan dalam UU Cipta Kerja, maksudnya baik untuk memudahkan investasi, namun ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan di daerah," kata Pastika saat mengadakan kegiatan reses di Denpasar, Selasa.
Dalam kegiatan resesnya yang bertajuk Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup itu, ia berdiskusi dengan jajaran Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali.
Baca juga: Mangku Pastika usulkan bentuk BPPN guna amankan aset pengusaha Bali
"Persoalan kehutanan dan lingkungan adalah persoalan yang pelik. Banyak kepala daerah yang kewenangannya di bidang perizinan lingkungan telah dipangkas menjadi kewenangan pusat berdasarkan UU Cipta Kerja," ujar mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Setelah kewenangan diambil alih pusat, kata Pastika, namun kemudian tidak dibarengi dengan pengawasan, sehingga kemudian menimbulkan berbagai persoalan di daerah.
"Kami di DPD rencananya 10 November mendatang akan pergi ke Bengkulu karena ternyata banyak masalah di sana yang timbul, dari sisi kehutanan, lingkungan, banjir dan sebagainya," ucapnya.
Selain itu, kata Pastika, banyak juga daerah yang belum siap dari sisi sumber daya manusia, sumber daya teknologi hingga biaya.
"Sekarang kalau pengawas lingkungan saja jumlahnya kurang dan tidak pernah dilatih, lalu apa yang mau diawasi," katanya mempertanyakan.
Dalam kesempatan tersebut, ia pun menyoroti persoalan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Suwung, Kota Denpasar, yang hingga kini belum terselesaikan.
Baca juga: Mangku Pastika: Promosikan usaha daur ulang sampah dukung pariwisata Bali
Menurut dia, untuk mengatasi persoalan sampah di Bali, sesungguhnya bisa digunakan teknologi yang telah berhasil digunakan di negara lain. Namun, ini masih terkendala dari sisi pembiayaan.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali I Made Teja menyampaikan terkait dengan kewenangan dinasnya untuk memberikan izin di bidang lingkungan, semestinya diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkualitas.
"SDM berkualitas dari sisi jumlah, maupun kompetensinya. Di lingkup kami ada polisi kehutanan, pejabat pengawas, dan PPNS, itu yang perlu ditambahkan," ucapnya.
Namun, sayangnya seiring dengan perubahan kewenangan dari pusat ke daerah, pihaknya terkendala tidak saja dari sisi jumlah, juga proses pelatihan untuk peningkatan kompetensi mereka.
"Saat ini jumlah polhut kurang dari 50 orang, banyak diantara mereka yang juga mau pensiun. Demikian untuk tenaga pejabat pengawas itu di provinsi saja jumlahnya tidak banyak, apalagi dengan di kabupaten/kota," ucapnya.
Pihaknya mengharapkan agar anggota DPD bisa membawa aspirasi tersebut ke pemerintah pusat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022