Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mewakili Indonesia memperkuat rencana aksi untuk menanggulangi masalah terorisme dan ekstremisme berbasis kekerasan di tingkat Asia dalam pertemuan regional di Bali.
 
Indonesia menjadi tuan rumah bersama Amerika Serikat dan United Nations Office of Counter Terrorism (UNOCT) menyelenggarakan kegiatan ASEAN US Regional Workshop on Preventing and Countering Violent Extremism yang berlangsung di Kuta, Badung, Bali pada Selasa sampai Rabu (24/8).
 
Deputi Bidang Kerjasama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto mengatakan pertemuan tersebut terselenggara berkat kerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat dan juga kantor PBB yang menangani masalah terorisme.
 
"Kita ingin melihat selama dan setelah pandemi, apa saja yang dilakukan ASEAN khususnya dalam rangka mencegah dan menanggulangi masalah radikalisme dan ekstremisme berbasis kekerasan," kata Andhika saat ditemui di sela-sela acara tersebut.
 
Andhika mengatakan pada tahun 2019 BNPT telah melakukan workshop mendorong agar negara-negara ASEAN memiliki semacam rencana aksi nasional dalam rangka menanggulangi ekstremisme berbasis kekerasan.

Baca juga: BNPT: Ada kenaikan korban teroris
 
"Sejauh ini kalau kita lihat formasi negara ASEAN, dari sepuluh negara sudah ada dua negara yang memiliki rencana aksi nasional salah satunya Filipina dan Indonesia. Sementara, negara Malaysia sedang dalam proses merencanakan aksi nasional," kata dia.
 
Dalam rangka memerangi ekstremisme berbasis kekerasan, kata Andhika, ada beberapa isu yang diangkat, antara lain pelibatan pemuda, literasi digital atau literasi media terkait upaya-upaya kontranarasi, isu rehabilitasi dan reintegrasi terhadap orang yang terpapar paham ekstremisme berbasis kekerasan.
 
Selain itu juga, kata dia, rapat tersebut ingin melihat bagaimana rencana negara-negara ASEAN dalam rangka memerangi radikalisme dan ekstremisme kekerasan dengan mitra-mitra ASEAN.
 
Indonesia sendiri sudah memiliki Perpres No. 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan.

"Ini sebagai satu contoh kegiatan yang kita lakukan di tingkat kawasan yang barang tentu memiliki dampak ke dalam negeri," kata Andhika.
 
Secara rinci, Andhika menyebutkan pertemuan tersebut membahas isu penting terkait National Action Plan on Preventing Countering Violent Extremism (PCVE). Agenda PVCE tersebut dibagi dalam tiga sesi, yakni (1) Implementing Global, Regional and National Approaches to P/CVE; (2) Rehabilitation and Reintegration; (3) Youth Perspectives and Recommendations on P/CVE; dan (4) The Role of the Media in Countering Terrorist Radicalization and Recruitment.

Baca juga: BNPT libatkan wanita cegah radikalisme dan ekstrimisme
 
Andhika berharap pembahasan isu-isu terkait PCVE dapat berkontribusi pada implementasi Bali Work Plan 2019-2025, khususnya dalam hal memperkuat kerja sama dengan ASEAN dialogue partners, termasuk organisasi internasional yang berhubungan dalam menangkal dan mencegah upaya radikalisme dan kejahatan ekstrem.
 
"Nantinya pertemuan ini akan menghasilkan nonbinding recommendations bagi upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan pada kawasan regional," kata Andhika.
 
Kegiatan tingkat ASEAN dihadiri oleh Deputi Bidang Kerjasama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto, Kadiv Hubinter Polri Irjen Pol Johni Asadoma; Deputy Coordinator for Countering Violent Extremism and Terrorist Detention US Department of State, Ian Moss dan Director of United Nations Office of Counter Terrorism Jehangir Khan, serta unsur perwakilan Senior Official Meeting On Transnational Crimes (SOMTC) ASEAN dan ASEAN Sekretariat.

 

Pewarta: Rolandus Nampu

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022