Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam menyatakan Indeks Ekonomi Hijau atau Green Economy Index (GEI) merupakan alat ukur transformasi ekonomi pertama di Indonesia menuju Ekonomi Hijau pada acara Media Briefing G20: Measuring The Progress of Low Carbon and Green Economy di Nusa Dua, Bali, Selasa.
 
"Indeks Ekonomi Hijau menjadi alat ukur nyata yang akurat dalam mengevaluasi capaian transformasi ekonomi Indonesia menuju Ekonomi Hijau" kata dia.
 
Transformasi ekonomi, kata dia berperan sebagai ‘game-changers’ pemulihan ekonomi Indonesia pascapandemi COVID-19, sekaligus mewujudkan Indonesia sebagai negara berpenghasilan tinggi, sesuai Visi Indonesia 2045.

Untuk mendukung transformasi ekonomi tersebut kata dia, Indonesia perlu mengubah paradigma pembangunan dari "bussiness as usual" menuju arah pembangunan berkelanjutan.
 
“Prinsip utama ekonomi hijau adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mendorong kesejahteraan sosial dan menjaga kualitas dan daya dukung lingkungan, dengan berfokus pada peningkatan investasi hijau, mengelola aset dan infrastruktur yang berkelanjutan, memastikan transisi yang adil dan terjangkau, serta memberdayakan sumber daya manusia,” kata Medrilzam.

Baca juga: Presiden Jokowi : Energi hijau sebagai kekuatan Indonesia
 
Selain itu, Indeks Ekonomi Hijau juga bertujuan menjaga arah capaian tujuan pembangunan jangka panjang serta mempercepat penerapan program pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim yang telah terintegrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024.
 
Dalam hal ini kata dia Indonesia mengusung sinergi keberlanjutan dalam pembangunan sekaligus menciptakan peluang untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), target Net-Zero Emissions pada 2060 atau lebih cepat dan visi “Living Harmony with Nature” pada 2050.
 
Indeks Ekonomi Hijau atau Green Economy Index (GEI) terdiri dari 15 indikator yang mencerminkan pembangunan ekonomi hijau dalam bidang lingkungan ekonomi sosial yakni tutupan lahan, energi baru terbarukan (EBT), sampah terkelola, penurunan emisi, lahan gambut terdegradasi, intensitas emisi, intensitas energi, pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita, produktivitas pertanian dan produktivitas tenaga kerja industri.
 
Selain itu, produktivitas tenaga kerja jasa, rata-rata lama sekolah, angka harapan hidup, tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran.
 
Berdasarkan laporan Green Economy Index (GEI), selama kurun waktu 2011-2020 tren GEI Indonesia menunjukkan peningkatan yakni 47,20 pada tahun 2011 menjadi 15,17 pada tahun 2020 dengan kontribusi setiap pilarnya yakni sosial dengar skor komposit 13.00 pada 2011 menjadi 15,73 tahun 2020, ekonomi 19,48 pada 2011 menjadi 25,99 pada tahun 2020. Sementara dari pilar lingkungan, data menunjukkan skor dari 14,72 pada tahun 201l menjadi 17,45 pada tahun 2022.

Baca juga: Menko: Keketuaan G20 di Bali pakai mobil listrik dorong perubahan iklim
 
Green Economy Index (GEI) rencananya akan diintegrasikan ke dalam dokumen pembangunan nasional dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2025-2029 dan rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) 2025-2045 mendatang.
 
Peluncuran Indeks Ekonomi Hijau yang diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas bersama United Kingdom Foreign, Commonwealth & Development Office, Germany’s Federal Ministry for Economic Affairs and Climate Actions, United Nations Partnership for Action on Green Economy, WRI Indonesia, GIZ, dan GGGI.
 
Peluncuran Indeks Ekonomi Hijau menjadi bukti komitmen Kementerian PPN/Bappenas untuk menguatkan posisi Indonesia sebagai negara yang berkomitmen untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
 

 

Pewarta: Rolandus Nampu

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022