Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika memuji semangat sejumlah anak muda Bali yang telah aktif dan serius ikut mengelola atau menangani sampah.
"Dalam undang-undang, urusan sampah ini menjadi kewajiban pemerintah. Bahkan bisa di-class action bila pejabat tak urus sampah," kata Pastika saat menggelar reses bertajuk Tantangan Menuju Swakelola Sampah Berbasis Desa di Denpasar, Selasa.
Acara penyerapan aspirasi atau reses itu dipandu oleh tim ahli Nyoman Wiratmaja didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Baskara, serta menghadirkan sejumlah pengelola bank sampah yang didominasi generasi milenial.
"Jadi, pemerintah harus berterima kasih kepada warga yang sudah turut menangani sampah," ucap anggota Komite 2 DPD itu.
Bali sebagai pulau kecil dengan andalan utama pariwisata, kata Pastika, tentunya harus dijaga agar tetap nyaman dan bersih.
Baca juga: Mangku Pastika soroti kerusakan lingkungan Danau Batur
Apalagi TPA Suwung, di Kota Denpasar, akan segera ditutup, sehingga gerakan-gerakan penanganan sampah yang diinisiasi masyarakat sangat diperlukan.
"Kata sampah kerap berkonotasi negatif, tetapi kalau dikelola dengan baik akan jadi berkah, menyerap tenaga kerja dan membantu kelestarian alam," ujar Pastika.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu berpandangan sumber daya manusia Bali sejatinya hebat-hebat, termasuk dalam penanganan sampah, tetapi selama ini masih kurang terkolaborasi.
"Saya berharap bisa berkolaborasi semua komponen dan mengadopsi teknologi. Buktikan bahwa anak-anak muda Bali, kreatif, inovatif, penuh semangat dan pantang menyerah.
Made Andi Kurnia Prayoga dari Bank Sampah Digital Sangkara mengatakan Sangkara yang merupakan startup atau usaha rintisan, dalam pengelolaan sampah organik rumah tangga pihaknya bekerja sama dengan BUMDes dan melalui bank sampah untuk sampah anorganik.
"Sampah ini sebenarnya bisa memberi nilai ekonomi tinggi. Hanya saja seringkali sampah tidak berorientasi ke profit, sehingga banyak bank sampah yang mati suri," katanya.
Kendala lainnya, umumnya bank sampah tak dilengkapi data dan masih berjalan sendiri-sendiri. Padahal bisnis pengelolaan ini perlu kolaborasi.
Terkait dengan keuntungan bank sampah, selain dari sampah yang didapat, juga olahannya berupa kompos, kompos bag, briket dan sebagainya.
Saat ini, pihaknya juga tengah bekerja sama dengan Universitas Mahasaraswati, Denpasar, untuk mengolah sampah sisa upakara (sesajen) di sejumlah Pura Sad Kahyangan di Provinsi Bali.
Baca juga: Mangku Pastika: BIBD strategis dukung ketahanan pangan di Bali
Sementara itu, Putu Ratna dan rekannya Ketua BUMDes Nyoman Mariadi dari Desa Mengesta Tabanan mengatakan seringkali ketika warga sudah semangat mengumpulkan sampah, tetapi justru tidak diambil-ambil oleh pengepul.
"Kami pun ingin mengubah 'mindset' masyarakat, jangan baru ketika sudah mengumpulkan sampah maka dianggap persoalan sampah sudah selesai," ujar Putu Ratna.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Dalam undang-undang, urusan sampah ini menjadi kewajiban pemerintah. Bahkan bisa di-class action bila pejabat tak urus sampah," kata Pastika saat menggelar reses bertajuk Tantangan Menuju Swakelola Sampah Berbasis Desa di Denpasar, Selasa.
Acara penyerapan aspirasi atau reses itu dipandu oleh tim ahli Nyoman Wiratmaja didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Baskara, serta menghadirkan sejumlah pengelola bank sampah yang didominasi generasi milenial.
"Jadi, pemerintah harus berterima kasih kepada warga yang sudah turut menangani sampah," ucap anggota Komite 2 DPD itu.
Bali sebagai pulau kecil dengan andalan utama pariwisata, kata Pastika, tentunya harus dijaga agar tetap nyaman dan bersih.
Baca juga: Mangku Pastika soroti kerusakan lingkungan Danau Batur
Apalagi TPA Suwung, di Kota Denpasar, akan segera ditutup, sehingga gerakan-gerakan penanganan sampah yang diinisiasi masyarakat sangat diperlukan.
"Kata sampah kerap berkonotasi negatif, tetapi kalau dikelola dengan baik akan jadi berkah, menyerap tenaga kerja dan membantu kelestarian alam," ujar Pastika.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu berpandangan sumber daya manusia Bali sejatinya hebat-hebat, termasuk dalam penanganan sampah, tetapi selama ini masih kurang terkolaborasi.
"Saya berharap bisa berkolaborasi semua komponen dan mengadopsi teknologi. Buktikan bahwa anak-anak muda Bali, kreatif, inovatif, penuh semangat dan pantang menyerah.
Made Andi Kurnia Prayoga dari Bank Sampah Digital Sangkara mengatakan Sangkara yang merupakan startup atau usaha rintisan, dalam pengelolaan sampah organik rumah tangga pihaknya bekerja sama dengan BUMDes dan melalui bank sampah untuk sampah anorganik.
"Sampah ini sebenarnya bisa memberi nilai ekonomi tinggi. Hanya saja seringkali sampah tidak berorientasi ke profit, sehingga banyak bank sampah yang mati suri," katanya.
Kendala lainnya, umumnya bank sampah tak dilengkapi data dan masih berjalan sendiri-sendiri. Padahal bisnis pengelolaan ini perlu kolaborasi.
Terkait dengan keuntungan bank sampah, selain dari sampah yang didapat, juga olahannya berupa kompos, kompos bag, briket dan sebagainya.
Saat ini, pihaknya juga tengah bekerja sama dengan Universitas Mahasaraswati, Denpasar, untuk mengolah sampah sisa upakara (sesajen) di sejumlah Pura Sad Kahyangan di Provinsi Bali.
Baca juga: Mangku Pastika: BIBD strategis dukung ketahanan pangan di Bali
Sementara itu, Putu Ratna dan rekannya Ketua BUMDes Nyoman Mariadi dari Desa Mengesta Tabanan mengatakan seringkali ketika warga sudah semangat mengumpulkan sampah, tetapi justru tidak diambil-ambil oleh pengepul.
"Kami pun ingin mengubah 'mindset' masyarakat, jangan baru ketika sudah mengumpulkan sampah maka dianggap persoalan sampah sudah selesai," ujar Putu Ratna.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022