Denpasar (Antara Bali) - Pungutan pajak bumi dan bangunan di Bali yang selama ini memberatkan petani dan berdampak maraknya alih fungsi lahan pertanian, segera dibuatkan regulasinya oleh masing-masing pemerintah kabupaten/kota.

"Dengan adanya pelimpahan kewenangan penetapan PBB dari pemerintah pusat ke pemerintah kabupaten/kota mulai 2013, kesulitan petani dalam membayar pajak itu kita harapkan bisa dicarikan solusinya," kata Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardana di Denpasar, Rabu.

Ia mengatakan, pemberian solusi terbaik untuk mengatasi kesulitan petani dalam membayar PBB sangat dimungkinkan, mengingat beberapa pemerintah kabupaten/kota di Bali sudah melaksanakan hal tersebut.

Pemberian subsidi itu dimaksudkan agar petani tetap mampu mengolah lahannya untuk budidaya pertanian, bukan mengembangkan usaha lain atau bahkan mengalihfungsikan tanahnya pada bisnis yang dinilai lebih menguntungkan, kata Bagus Wisnuardana.

Guru Besar Univesitas Udayana, Prof Dr I Wayan Windia, MS menilai, UU tentang PBB perlu segera disempurnakan, karena petani umumnya sangat berat untuk bisa mengikuti sistem yang berlaku sekarang.

Nilai jual objek pajak dalam sistem PBB sekarang setiap dua tahun  disesuaikan dengan tingkat inflasi atas dasar lokasi, sehingga sawah yang menjadi objek NJOP di Bali penetapan pajaknya bisa melonjak sampai 400 persen.

Sistem perpajakan yang demikian itu menjadikan daerah tujuan pariwisata Bali yang berkembang pesat, cenderung "mengorbankan" lahan pertanian dalam kawasan subak.

Kawasan subak di daerah-daerah yang pariwisatanya berkembang pesat seperti Badung, Denpasar, Gianyar dan mulai merembet ke Kabupaten Tabanan, dengan sistem perpajakan sekarang dikhawatirkan semakin banyak yang beralih fungsi, katanya.(*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012