Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mengunjungi Simantri 174 Gapoktan Dharma Pertiwi di Kelurahan Lukluk, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, untuk mencari fakta lapangan perkembangan program Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri).
"Harus berdasarkan fakta lapangan, saya 'nggak mau cuma ngomong saja kira-kira begini dan begini. Tetapi faktanya apa, datanya lengkap, dan potensinya seperti apa," kata Pastika dalam rangkaian kegiatan resesnya mengunjungi Simantri 174 itu, di Kabupaten Badung, Minggu.
Program Simantri atau yang kini dinamakan Sistem Pertanian Terpadu (Sipadu) menjadi salah satu program unggulan Made Mangku Pastika saat menjabat sebagai Gubernur Bali selama dua periode (2008-2018).
Sejak diluncurkan pada 2009 hingga berakhir masa jabatan Pastika sebagai Gubernur Bali pada 2018, telah terbentuk sebanyak 800 unit Simantri yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Pulau Dewata.
"Tetapi, saya dengar, ada yang masih hidup, setengah hidup, setengah mati dan ada yang mati. Ini saya kira perlu kita lihat satu-satu, kira-kira masalahnya apa," ucap anggota Komite 2 DPD itu.
Setelah terkumpul fakta lapangan perkembangan Simantri, selanjutnya Pastika akan membicarakan kepada bupati setempat, ataupun Gubernur Bali dan bahkan Menteri Pertanian untuk dicarikan solusi ketika masih ditemukan persoalan.
"Menteri Pertanian kita (Syahrul Yasin Limpo-red) hebat ini, mantan gubernur, teman saya. Jadi, saya bisa ngomong langsung dengan dia. Saya juga akan mengajaknya untuk mengunjungi Simantri yang bagus, seperti dulu juga sudah dikunjungi Bapak Wakil Presiden," ucapnya. Dalam kesempatan berbincang dengan para pengurus Simantri 174 tersebut, Pastika juga kembali menceritakan sejarah lahirnya program Simantri, yang cikal bakalnya dari program Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di daerah Sepang, Kabupaten Buleleng.
"Dulu, Simantri struktur organisasinya sudah luar biasa dan memiliki sumber daya yang luar biasa. Bayangkan, kalau setiap unit Simantri ada 20 petani dengan istri dan dengan anaknya," ujar mantan Kapolda Bali itu didampingi staf ahli Ketut Ngastawa, Nyoman Baskara dan Nyoman Wiratmaja itu.
Melalui pengembangan unit Simantri juga dapat meningkatkan pendapatan petani sedikitnya dua kali lipat bahkan kalau optimal hingga lima kali lipat.
Hal itu dapat diperoleh dengan pemeliharaan 20 ekor sapi betina, pengolahan kotoran sapi menjadi pupuk organik dan urine sapi menjadi biourine.
Terlebih, kata Pastika,, jika dapat terbentuk lebih dari 1.000 unit, maka sekian persen dari kebutuhan pupuk organik bisa terpenuhi dan lama-lama Bali bisa menjadi Pulau Organik.
"Cita-cita besarnya ya ingin mewujudkan Bali sebagai Pulau Organik dan Pulau yang Sehat. Tidak banyak yang bisa seperti itu. Apalagi kita sebagai Agama Hindu percaya bumi pertiwi, ternak, dan sapi memang harus dimuliakan," katanya.
Bahkan, kata Pastika, ada salah satu profesor dari Oxford University yang mengadakan penelitian tentang Simantri mengatakan bahwa Simantri itu tidak lain merupakan Vedic Agriculture System atau Sistem Pertanian Berdasarkan Weda.
Sementara itu, sejumlah pengurus Simantri 174 Gapoktan Dharma Pertiwi dalam kesempatan tersebut mengatakan persyaratan izin edar menjadi salah satu kendala yang dihadapi untuk pemasaran pupuk organik yang dihasilkan.
Tahun 2020, sebagai penyalur pupuk organik di wilayah zona tengah, pihaknya mendapatkan kuota hingga 500 ton. Namun untuk 2021 ini mengalami kendala penyerapan karena ketidakjelasan kuota dan persoalan izin edar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Harus berdasarkan fakta lapangan, saya 'nggak mau cuma ngomong saja kira-kira begini dan begini. Tetapi faktanya apa, datanya lengkap, dan potensinya seperti apa," kata Pastika dalam rangkaian kegiatan resesnya mengunjungi Simantri 174 itu, di Kabupaten Badung, Minggu.
Program Simantri atau yang kini dinamakan Sistem Pertanian Terpadu (Sipadu) menjadi salah satu program unggulan Made Mangku Pastika saat menjabat sebagai Gubernur Bali selama dua periode (2008-2018).
Sejak diluncurkan pada 2009 hingga berakhir masa jabatan Pastika sebagai Gubernur Bali pada 2018, telah terbentuk sebanyak 800 unit Simantri yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Pulau Dewata.
"Tetapi, saya dengar, ada yang masih hidup, setengah hidup, setengah mati dan ada yang mati. Ini saya kira perlu kita lihat satu-satu, kira-kira masalahnya apa," ucap anggota Komite 2 DPD itu.
Setelah terkumpul fakta lapangan perkembangan Simantri, selanjutnya Pastika akan membicarakan kepada bupati setempat, ataupun Gubernur Bali dan bahkan Menteri Pertanian untuk dicarikan solusi ketika masih ditemukan persoalan.
"Menteri Pertanian kita (Syahrul Yasin Limpo-red) hebat ini, mantan gubernur, teman saya. Jadi, saya bisa ngomong langsung dengan dia. Saya juga akan mengajaknya untuk mengunjungi Simantri yang bagus, seperti dulu juga sudah dikunjungi Bapak Wakil Presiden," ucapnya. Dalam kesempatan berbincang dengan para pengurus Simantri 174 tersebut, Pastika juga kembali menceritakan sejarah lahirnya program Simantri, yang cikal bakalnya dari program Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di daerah Sepang, Kabupaten Buleleng.
"Dulu, Simantri struktur organisasinya sudah luar biasa dan memiliki sumber daya yang luar biasa. Bayangkan, kalau setiap unit Simantri ada 20 petani dengan istri dan dengan anaknya," ujar mantan Kapolda Bali itu didampingi staf ahli Ketut Ngastawa, Nyoman Baskara dan Nyoman Wiratmaja itu.
Melalui pengembangan unit Simantri juga dapat meningkatkan pendapatan petani sedikitnya dua kali lipat bahkan kalau optimal hingga lima kali lipat.
Hal itu dapat diperoleh dengan pemeliharaan 20 ekor sapi betina, pengolahan kotoran sapi menjadi pupuk organik dan urine sapi menjadi biourine.
Terlebih, kata Pastika,, jika dapat terbentuk lebih dari 1.000 unit, maka sekian persen dari kebutuhan pupuk organik bisa terpenuhi dan lama-lama Bali bisa menjadi Pulau Organik.
"Cita-cita besarnya ya ingin mewujudkan Bali sebagai Pulau Organik dan Pulau yang Sehat. Tidak banyak yang bisa seperti itu. Apalagi kita sebagai Agama Hindu percaya bumi pertiwi, ternak, dan sapi memang harus dimuliakan," katanya.
Bahkan, kata Pastika, ada salah satu profesor dari Oxford University yang mengadakan penelitian tentang Simantri mengatakan bahwa Simantri itu tidak lain merupakan Vedic Agriculture System atau Sistem Pertanian Berdasarkan Weda.
Sementara itu, sejumlah pengurus Simantri 174 Gapoktan Dharma Pertiwi dalam kesempatan tersebut mengatakan persyaratan izin edar menjadi salah satu kendala yang dihadapi untuk pemasaran pupuk organik yang dihasilkan.
Tahun 2020, sebagai penyalur pupuk organik di wilayah zona tengah, pihaknya mendapatkan kuota hingga 500 ton. Namun untuk 2021 ini mengalami kendala penyerapan karena ketidakjelasan kuota dan persoalan izin edar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021