Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika optimistis revitalisasi Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) yang sekarang disebut Sipadu (Sistem Pertanian Terpadu) akan dapat menjadi upaya alternatif melawan krisis ekonomi, seperti saat pandemi COVID-19.
"Apapun namanya (Simantri, red.) sekarang, menurut saya dalam kondisi sekarang ini dapat menjadi upaya alternatif dalam melawan krisis ekonomi dan berkontribusi menyejahterakan petani Bali di tengah kondisi pandemi COVID-19," katanya di Denpasar, Jumat.
Ia optimistis Simantri atau yang sekarang dinamakan dengan Sistem Pertanian Terpadu (Sipadu) dapat hidup kembali, tentunya dengan sentuhan yang baru dan harus diiringi komitmen kuat untuk mengupayakan Bali sebagai Pulau Organik.
Baca juga: Gubernur Bali: RPJMD harus untuk kesejahteraan rakyat, bukan hanya satu sektor
Simantri yang digagasnya sejak 2009 saat menjabat Gubernur Bali, tidak hanya ditekankan pada pemeliharaan sapi untuk memperoleh anakan, tetapi petani bisa mendapatkan nilai tambah dari pengolahan kotoran dan urine sapi menjadi pupuk organik, biogas, dan biourine.
"Sebelum pandemi, sektor pertanian yang merupakan sektor primer terdesak dan kontribusinya kalah jauh dari pariwisata. Tetapi kini justru pertanian yang bisa bertahan dan dapat menjadi bamper ekonomi Bali," ucap anggota Komite 2 DPD itu
Pandemi yang tidak seorang pun tahu sampai kapan berakhir, menurut Pastika, mau tidak mau harus kembali kepada sektor pertanian dalam arti luas dan modern. Pertanian yang berdasarkan landasan ilmu pengetahuan, pasar, dan teknologi.
"Terlebih Bali juga ditargetkan oleh Kementerian Pertanian dapat menyediakan satu juta ekor sapi, namun jumlah sapi di Bali saat ini baru 550 ribu ekor. Ini tentu prospek yang bagus, yang mesti dibarengi dengan komitmen kuat," ujar mantan Kapolda Bali itu.
Baca juga: Anggota DPD: Pandemi dorong warga Bali kembali tekuni pertanian
Pastika tidak memungkiri dari 700-an unit Simantri yang telah terbentuk di Bali, ada yang tidak berhasil, namun lebih banyak yang berhasil. Bahkan ada BUMDes yang mampu menjual pupuk organik hingga tiga ton dalam sehari dari produksi pupuk Simantri.
Untuk merevitalisasi dan memodifikasi Simantri, lanjut dia, bisa melibatkan tokoh-tokoh yang peduli pertanian. Hal itu karena jika hanya berharap dari pemerintah daerah saja akan sulit, di tengah kondisi keterbatasan anggaran dan program ini tidak lagi menjadi skala prioritas.
Kepala UPT Pertanian Terpadu, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Nyoman Widnyana Putra mengatakan saat ini Simantri tetap dipertahankan melalui program Sipadu.
Namun, dia mengakui, program ini mengalami sejumlah kendala di lapangan sehingga sebagian tidak berjalan dengan baik. Kondisi tersebut tidak terlepas dari minimnya anggaran serta pembinaan.
"Dari 752 kelompok yang tersebar di seluruh Bali hanya dilayani 20 pendamping, dari yang sebelumnya ada 200 pendamping," ucapnya.
Model Sipadu, lanjut dia, sebelumnya juga sudah diadopsi oleh masyarakat luar Bali dan menjadi rujukan pengembangan sistem pertanian bio industri oleh pemerintah daerah luar Bali, seperti halnya Pemerintah Kabupaten Manggarai.
Baca juga: Akademisi: Harus ada sentuhan teknologi, geliatkan pertanian Bali
Widnyana menambahkan untuk keberlanjutan program Simantri/Sipadu diperlukan pembinaan yang intensif dan fasilitasi uji pupuk serta rekomendasi pupuk, hingga perbaikan sarana dan prasarana.
Di samping itu, diperlukan regulasi dan penguatan kegiatan Sipadu sebagai pelaksana program subsidi pupuk organik di Provinsi Bali.
"Kegiatan kelompok Sipadu juga dapat dijadikan sebagai pendukung pariwisata di desa setempat (agrowisata)," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Apapun namanya (Simantri, red.) sekarang, menurut saya dalam kondisi sekarang ini dapat menjadi upaya alternatif dalam melawan krisis ekonomi dan berkontribusi menyejahterakan petani Bali di tengah kondisi pandemi COVID-19," katanya di Denpasar, Jumat.
Ia optimistis Simantri atau yang sekarang dinamakan dengan Sistem Pertanian Terpadu (Sipadu) dapat hidup kembali, tentunya dengan sentuhan yang baru dan harus diiringi komitmen kuat untuk mengupayakan Bali sebagai Pulau Organik.
Baca juga: Gubernur Bali: RPJMD harus untuk kesejahteraan rakyat, bukan hanya satu sektor
Simantri yang digagasnya sejak 2009 saat menjabat Gubernur Bali, tidak hanya ditekankan pada pemeliharaan sapi untuk memperoleh anakan, tetapi petani bisa mendapatkan nilai tambah dari pengolahan kotoran dan urine sapi menjadi pupuk organik, biogas, dan biourine.
"Sebelum pandemi, sektor pertanian yang merupakan sektor primer terdesak dan kontribusinya kalah jauh dari pariwisata. Tetapi kini justru pertanian yang bisa bertahan dan dapat menjadi bamper ekonomi Bali," ucap anggota Komite 2 DPD itu
Pandemi yang tidak seorang pun tahu sampai kapan berakhir, menurut Pastika, mau tidak mau harus kembali kepada sektor pertanian dalam arti luas dan modern. Pertanian yang berdasarkan landasan ilmu pengetahuan, pasar, dan teknologi.
"Terlebih Bali juga ditargetkan oleh Kementerian Pertanian dapat menyediakan satu juta ekor sapi, namun jumlah sapi di Bali saat ini baru 550 ribu ekor. Ini tentu prospek yang bagus, yang mesti dibarengi dengan komitmen kuat," ujar mantan Kapolda Bali itu.
Baca juga: Anggota DPD: Pandemi dorong warga Bali kembali tekuni pertanian
Pastika tidak memungkiri dari 700-an unit Simantri yang telah terbentuk di Bali, ada yang tidak berhasil, namun lebih banyak yang berhasil. Bahkan ada BUMDes yang mampu menjual pupuk organik hingga tiga ton dalam sehari dari produksi pupuk Simantri.
Untuk merevitalisasi dan memodifikasi Simantri, lanjut dia, bisa melibatkan tokoh-tokoh yang peduli pertanian. Hal itu karena jika hanya berharap dari pemerintah daerah saja akan sulit, di tengah kondisi keterbatasan anggaran dan program ini tidak lagi menjadi skala prioritas.
Kepala UPT Pertanian Terpadu, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Nyoman Widnyana Putra mengatakan saat ini Simantri tetap dipertahankan melalui program Sipadu.
Namun, dia mengakui, program ini mengalami sejumlah kendala di lapangan sehingga sebagian tidak berjalan dengan baik. Kondisi tersebut tidak terlepas dari minimnya anggaran serta pembinaan.
"Dari 752 kelompok yang tersebar di seluruh Bali hanya dilayani 20 pendamping, dari yang sebelumnya ada 200 pendamping," ucapnya.
Model Sipadu, lanjut dia, sebelumnya juga sudah diadopsi oleh masyarakat luar Bali dan menjadi rujukan pengembangan sistem pertanian bio industri oleh pemerintah daerah luar Bali, seperti halnya Pemerintah Kabupaten Manggarai.
Baca juga: Akademisi: Harus ada sentuhan teknologi, geliatkan pertanian Bali
Widnyana menambahkan untuk keberlanjutan program Simantri/Sipadu diperlukan pembinaan yang intensif dan fasilitasi uji pupuk serta rekomendasi pupuk, hingga perbaikan sarana dan prasarana.
Di samping itu, diperlukan regulasi dan penguatan kegiatan Sipadu sebagai pelaksana program subsidi pupuk organik di Provinsi Bali.
"Kegiatan kelompok Sipadu juga dapat dijadikan sebagai pendukung pariwisata di desa setempat (agrowisata)," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021