Akademisi dari Universitas Pendidikan Nasional Ida Bagus Raka Suardana mengatakan untuk menggeliatkan kembali sektor pertanian Bali di tengah kondisi pandemi COVID-19 haruslah disertai sentuhan teknologi.

"Selama pandemi ini, jika kita berharap banyak dari pariwisata tentu akan sulit. Oleh karena itu, diperlukan transformasi ekonomi di sektor nonpariwisata, salah satunya melalui pertanian," katanya di Denpasar, Bali, Selasa.

Raka yang menjadi narasumber dalam acara "Capacity Building Media" yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali itu mengatakan tidak cukup lagi pertanian jika dikembangkan dengan cara-cara konvensional, yang identik dengan kesan kotor sehingga membuat generasi muda enggan menggelutinya.

Dia mencontohkan betapa komoditas salak dari Sibetan, Kabupaten Karangasem, ketika panen harganya sangat murah sehingga tak jarang petani enggan untuk memanennya.

Baca juga: BI: Pemulihan ekonomi Bali perlu solusi multidimensi dan luar biasa

"Beda halnya dengan apel di daerah Malang, Jawa Timur, yang juga diolah menjadi berbagai macam keripik sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan membuat petani lebih sejahtera. Begitu juga dengan sentuhan teknologi yang dimanfaatkan Komunitas Petani Muda Keren di Kabupaten Buleleng," ucap Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undiknas itu.

Selain itu, kata dia, sejumlah komoditas pertanian seperti vanili, kakao, kopi dan manggis agar potensi ekspornya lebih digenjot lagi sebagai strategi bertahan di tengah kondisi pandemi.

Menurut dia, pemerintah pun harus mendukung dengan sejumlah kebijakan dan penganggaran yang berpihak pada sektor pertanian

"Pandemi menyebabkan ekonomi Bali sangat terpuruk karena 68 persen PDRB-nya dari sektor tersier (jasa), sedangkan sektor pertanian hanya rata-rata 14 persen. Padahal dulu pertumbuhan ekonomi Bali selalu di atas rata-rata nasional," ucapnya.

Hingga triwulan I 2021, pertumbuhan ekonomi Bali bahkan masih terkontraksi dengan minus 9,85 persen (yoy).

Selain sektor pertanian, Raka menambahkan, transformasi ekonomi yang dapat dilakukan di antaranya dengan pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya dan berbasis teknologi informasi, kemudian refocusing pariwisata untuk sektor-sektor potensial dan sebagainya.

"Seperti yang kita ketahui, selain pertanian, sektor ekonomi yang masih bergerak di Bali dari sisi UMKM di antaranya usaha kuliner, industri rumahan, industri kreatif dan event organizer. Kemudian di sektor industri berupa pengolahan hasil pertanian dan pengolahan hasil laut," ucapnya.

Sementara itu, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Rizky Ernadi Wimanda mengatakan diperlukan sinergi berbagai komponen untuk menggeliatkan ekonomi Bali yang mengalami keterpurukan dari dampak pandemi COVID-19.

Baca juga: BI Bali dukung budidaya lele dan usaha roti oleh pesantren di Jembrana

"Ada peran-peran pemerintah pusat, ada peran Kemenpar, ada peran Kementerian Koperasi dan UMKM, pemerintah daerah dan sebagainya," ucapnya.

Sedangkan Bank Indonesia, lanjut Rizky, wilayahnya ada di kebijakan moneter, sistem pembayaran dan makroprudensial, termasuk stabilisasi nilai rupiah.

"Bank Indonesia tentu tidak bisa langsung memberikan kredit kepada UMKM karena itu melanggar undang-undang," ucapnya didampingi Deputi Direktur Kantor Perwakilan BI Bali Donny H Heatubun selaku moderator.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021