Denpasar (Antara Bali) - Uang kuno baik dalam bentuk uang kertas ataupun koin kini menjadi incaran para kolektor untuk digunakan sebagai koleksi ataupun menjadi lahan bisnis.
"Saya sangat senang mengoleksi uang kuno. Ada kepuasan tersendiri dan luar biasa karena itu bisa bertahan lama serta dapat dijual kembali," kata kolektor uang kuno, H. Dairie Masrip, di Denpasar, Kamis.
Ketua Asosiasi Numismatika Indonesia Daerah Bali itu memiliki ribuan koleksi uang kuno mulai dari zaman Kerajaan Majapahit hingga uang kertas Indonesia keluaran terkini.
Seperti uang kuno "Keloh" yang diperkirakan digunakan pada masa Kerajaan Majapahit pada abad ke enam masehi. Uang dengan bentuk bulatan kecil sebesar kancing baju itu biasanya terbuat dari emas dan logam perunggu, tembaga, serta kuningan.
Lain lagi uang kuno pada zaman Kerajaan Aceh pada masa pemerintahan Raja Sultan Al malik Al Zair yang diperkirakan keluaran tahun 1297 Masehi, terbuat dari emas berbentuk bulatan kecil.
Sementara uang kuno paling mahal adalah uang kuno pada masa Kerajaan Hindu Jenggala yang diyakini ada pada abad ke sembilan Masehi atau tahun 856 hingga 1158 Masehi. Uang itu berbentuk bulatan sebesar biji jagung dengan nama "Krishnala" terbuat dari logam emas dan perak.
Uang kuno tersebut dihargai bervariasi hingga puluhan juta rupiah tergantung tahun pembuatan/keluarannya. Selain uang kuno pada masa kerajaan, para kolektor juga mencari uang kertas yang pernah ada di Indonesia baik pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang hingga uang tahun 1990.
Uang kertas dan koin pada masa penjajahan Belanda dengan perusahaan terkenalnya yakni "Vereenigde Oostindische Compagnie" (VOC) atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur Belanda dan uang bergambar Bung Karno juga menjadi incaran para kolektor. Uang kertas bergambar Bung Karno tahun 1960 tersebut dijual seharga Rp1,5 juta.
Selain disewa, uang langka itu pun kerap dibeli untuk keperluan mas kawin. Meski di Bali kolektor uang kuno masih di bawah seratus orang, tetapi lanjut Masrip, sejatinya masyarakat memiliki niat untuk menjadi kolektor. Namun hal itu terganjal akan dana serta sulitnya mencari uang kuno.
"Selain memerlukan dana yang cukup besar, kami juga kesulitan mencari uang kuno itu. Tetapi kami bisanya selalu berhubungan dengan kolektor lain yang ada di seluruh Tanah Air,"katanya.(DWA/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Saya sangat senang mengoleksi uang kuno. Ada kepuasan tersendiri dan luar biasa karena itu bisa bertahan lama serta dapat dijual kembali," kata kolektor uang kuno, H. Dairie Masrip, di Denpasar, Kamis.
Ketua Asosiasi Numismatika Indonesia Daerah Bali itu memiliki ribuan koleksi uang kuno mulai dari zaman Kerajaan Majapahit hingga uang kertas Indonesia keluaran terkini.
Seperti uang kuno "Keloh" yang diperkirakan digunakan pada masa Kerajaan Majapahit pada abad ke enam masehi. Uang dengan bentuk bulatan kecil sebesar kancing baju itu biasanya terbuat dari emas dan logam perunggu, tembaga, serta kuningan.
Lain lagi uang kuno pada zaman Kerajaan Aceh pada masa pemerintahan Raja Sultan Al malik Al Zair yang diperkirakan keluaran tahun 1297 Masehi, terbuat dari emas berbentuk bulatan kecil.
Sementara uang kuno paling mahal adalah uang kuno pada masa Kerajaan Hindu Jenggala yang diyakini ada pada abad ke sembilan Masehi atau tahun 856 hingga 1158 Masehi. Uang itu berbentuk bulatan sebesar biji jagung dengan nama "Krishnala" terbuat dari logam emas dan perak.
Uang kuno tersebut dihargai bervariasi hingga puluhan juta rupiah tergantung tahun pembuatan/keluarannya. Selain uang kuno pada masa kerajaan, para kolektor juga mencari uang kertas yang pernah ada di Indonesia baik pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang hingga uang tahun 1990.
Uang kertas dan koin pada masa penjajahan Belanda dengan perusahaan terkenalnya yakni "Vereenigde Oostindische Compagnie" (VOC) atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur Belanda dan uang bergambar Bung Karno juga menjadi incaran para kolektor. Uang kertas bergambar Bung Karno tahun 1960 tersebut dijual seharga Rp1,5 juta.
Selain disewa, uang langka itu pun kerap dibeli untuk keperluan mas kawin. Meski di Bali kolektor uang kuno masih di bawah seratus orang, tetapi lanjut Masrip, sejatinya masyarakat memiliki niat untuk menjadi kolektor. Namun hal itu terganjal akan dana serta sulitnya mencari uang kuno.
"Selain memerlukan dana yang cukup besar, kami juga kesulitan mencari uang kuno itu. Tetapi kami bisanya selalu berhubungan dengan kolektor lain yang ada di seluruh Tanah Air,"katanya.(DWA/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012