Sejumlah petani dari Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, mengharapkan komitmen dan keberpihakan pemerintah pusat maupun daerah untuk lebih mendukung sektor pertanian dari hulu hingga ke hilir.

"Selain persoalan air, dari sisi kendala bibit misalnya, seringkali menjadikan petani akhirnya menanam apa yang ada saja," kata I Wayan Wisnu, perwakilan petani dari Tabanan yang juga tergabung dalam komunitas Bangga Jadi Petani (Bajatani) itu, di Tabanan, Kamis.

Wayan Wisnu menyampaikan sejumlah persoalan dan harapan agar bisa diteruskan kepada pemerintah dalam kegiatan reses secara virtual anggota DPD Made Mangku Pastika yang bertajuk "Optimalisasi Pengelolaan Produksi Hasil Padi" itu.

"Kami sangat sedih ketika petani harus menjual gabah di sawah kepada para tengkulak karena dihadapkan kendala alat penyosohan. Oleh karena itu, kami berharap bisa dibantu alat penyosohan dengan teknologi yang baru, sehingga saat musim panen raya yang biasanya musim hujan itu benar-benar bisa menolong petani," ucapnya.

Wisnu menambahkan, selain petani dalam berproduksi harus berjuang melawan cuaca yang kurang menentu, ujar dia, ketika siap dipasarkan pun tidak jarang dilepas begitu saja sesuai mekanisme pasar.

Baca juga: Pastika: Gianyar potensial budidayakan pertanian organik

Sementara itu, Kadek Ananta, petani dari Baturiti, Kabupaten Tabanan juga tidak menginginkan kalau gabah dari petani dibawa ke Banyuwangi, kemudian nantinya masyarakat Bali membeli beras dengan harga jauh lebih tinggi.

"Kami ingin agar para petani yang menjadi binaan kami itu gabahnya bisa kami ambil untuk diolah, namun kami juga terkendala dana untuk mengambil gabah dari petani," ucap pria yang juga tergabung dalam Komunitas Bali Nirwana Organik itu.

Sebagai pegiat pertanian organik, Ananta pun mengatakan diperlukan kedisiplinan untuk melalukan pemupukan dan etos kerja dari petani, di samping juga memerlukan proses yang lebih lama.

"Kami setuju sekali penggunaan pupuk kimia dihentikan dan beralih ke pupuk organik. Namun, kami juga perlu tahu seperti apa 'blue print' dari pemerintah terkait pertanian organik ini," katanya.

Made Artana, petani dari Desa Belimbing, Kabupaten Tabanan pun mengaku banyak tengkulak dari luar yang mengambil gabah petani di Tabanan karena mereka dihadapkan kesulitan untuk pengolahannya.
Perwakilan petani dari Kabupaten Tabanan saat menyampaikan masukan dalam kegiatan reses anggota DPD Made Mangku Pastika (Antaranews Bali/Rhisma/2021)



Menanggapi masukan yang disampaikan perwakilan petani itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mengatakan akan berupaya untuk memperjuangkan bantuan alat penyosohan gabah ke Kementerian Pertanian.

Baca juga: PLN UID Bali dukung modernisasi pertanian dengan "Electrifying Agriculture"

Terkait pemasaran produk-produk pertanian, anggota Komite 2 DPD itu menyarankan agar petani dapat menggandeng mereka yang mahir dalam teknologi informasi untuk pemasaran secara digital, di samping juga harus dilengkapi dengan deskripsi produk menggunakan bahasa Inggris.

"Orang asing itu sangat menghargai proses dan sanggup membeli mahal. Seperti halnya ketika saya masih menjadi Gubernur Bali dan berkunjung ke Jepang, saat itu harga seekor sapi wagyu disana Rp 125 juta," ujarnya.

Sedangkan di Bali, seekor sapi yang beratnya sama-sama dengan sapi wagyu tersebut, justru harganya Rp15 juta. Di Jepang harga sapi wagyu mahal karena mereka sangat menghargai mulai proses pemeliharaan bahkan pemotongannya.

Pastika juga menyampaikan bahwa saat menjadi Gubernur Bali, ada pihak dari Jepang yang menyatakan ingin bekerja sama dengan para petani di Tabanan dan bersedia membeli harga gabah sesuai dengan pertanian, termasuk mendampingi dari proses penanaman.

Saat itu, selain dirinya sudah berkunjung ke Jepang dengan pimpinan OPD terkait, rombongan dari Jepang pun sudah ke Bali. Namun, ternyata kini rencana kerja sama itu tidak terealisasi.

"Di sisi lain, untuk menjaga alam ini memang harus dengan organik dan dunia memang maunya itu, apalagi dengan adanya pandemi COVID-19," kata Pastika yang juga mantan Kapolda Bali itu.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021